Berkata Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah –raheemahullaahu-:
Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Iman itu terdiri dari dua bagian, separuhnya berupa kesabaran dan separuhnya berupa syukur.” Sebab itulah Allah Subhaanahu wa Ta’ala menyatukan antara sabar dan syukur dalam firman-Nya, “…sesungguhnya pada hal yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang penyabar lagi banyak bersyukur.” (QS. Ibrahim: 5). Ayat ini terdapat dalam surah Ibrahim, Asy-Syura, Saba’ dan Luqman.
Kemudian penulis kitab ‘Uddatus Shabirin tersebut (i.e Al-Imam Ibnul Qayyim, red) menjelaskan beberapa pelajaran yang terkandung dalam dua bagian keimanan diatas dan menjabarkannya ke dalam sepuluh poin. Pada kesempatan ini, penukil hanya akan menampilkan lima diantara sepuluh pelajaran yang beliau tuliskan dalam kitab beliau tersebut (mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua, amieen), yakni:
Beliau –raheemahullaahu- berkata:
[A]. (Bahwa) pada hakikatnya agama adalah harap dan cemas. Orang mukmin adalah orang yang penuh (dengan) harapan, akan tetapi terkadang juga penuh (dengan) rasa cemas. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, “…sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap (rogbah) dan cemas (rohbah)..”[1] (QS. Al-Anbiya: 90)
Doa (ketika hendak) tidur yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam (kitab) Shahihnya berbunyi:
“Ya Allah, kuserahkan diriku kepada-Mu, kuhadapkan wajahku kepada-Mu, kupercayakan urusanku kepada-Mu, dan kusandarkan punggungku kepada-Mu dengan harap dan cemas kepada-Mu.”
Karena itu anda selamanya pasti akan mendapati orang mukmin dalam keadaan berharap dan cemas. Harapan dan kecemasan hanya berdiri di atas kaki kesabaran. Rasa cemas akan mengarahkan orang untuk bersabar dan rasa harap akan mengarahkannya untuk bersyukur.
[B]. (Bahwa) semua yang dilakukan oleh hamba di dunia ini tidak lepas dari hal yang bermanfaat baginya di dunia dan di akhirat, atau merugikannya di dunia dan di akhirat, atau bermanfaat baginya di salah satu (bagian) saja (i.e di dunia saja atau di akhirat saja, red) dan merugikannya di salah satunya saja. Hamba yang paling mulia adalah (hamba) yang melakukan hal (atau amalan) yang bermanfaat baginya di akhirat dan tidak melakukan hal yang merugikannya di akhirat; inilah hakikat keimanan. Melakukan hal yang bermanfaat baginya merupakan refleksi rasa syukur, sedangkan tidak melakukan hal yang merugikannya adalah refleksi kesabaran.
[C]. (Bahwa) diri hamba mengandung dua penyeru, yakni suatu penyeru yang mengajaknya kepada dunia, syahwat, serta kenikmatannya dan suatu penyeru yang mengajaknya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, negeri akhirat serta kenikmatan kekal yang dipersiapkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala untuk wali-wali-Nya. Menolak ajakan penyeru syahwat dan hawa nafsu adalah wujud kesabaran, sedangkan memenuhi ajakan penyeru di jalan Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan negeri akhirat adalah wujud rasa syukur.
[D]. (Bahwa) Agama berporos pada dua sumbu, yakni tekad dan keteguhan. Kedua pondasi ini disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dan Imam An-Nasa’I dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam beragama, dan tekad untuk tetap berada di jalan kebenaran.” [2]
Syukur berakar pada tekad yang benar, sedangkan kesabaran berakar pada keteguhan yang kuat. Apabila seorang hamba telah diperkuat dengan suatu tekad dan keteguhan, berarti dia telah diperkuat dengan pertolongan Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan taufik-Nya.
[E]. (Bahwa) Agama dibangun diatas dua pokok; kebenaran dan kesabaran. Keduanya disebutkan dalam firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala, “Dan saling menasihati supaya mentaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 3)
Ketika yang diharapkan dari (seorang) hamba adalah mengamalkan kebenaran pada dirinya dan (kemudian) melaksanakannya pada orang lain, maka inilah hakikat rasa syukur. Itupun hanya terlaksana dengan cara bersabar. Dengan demikian, kesabaran adalah separuh dari keimanan. Wallaahu a’lam.
=== Selesai kutipan ===
Di-copy-paste oleh al-Faqir yang jahil (bodoh), yang selalu butuh akan pertolongan dan ampunan Rabbnya Azza wa Jalla dari ‘Uddatus Shaabirin hal. 172-176.
Gd. TTC SCS Regional Jawa Barat Lt.1
Jl. Soekarno-Hatta No. 707 Bandung
________________________________
[1]. Dari ayat ini, Allah mengisahkan tentang Zakaria, istrinya dan Yahya yang selalu bersegera dalam melakukan ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah. Allah memuji mereka karena mereka berdoa kepada Allah dengan mengharap rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya, serta dengan merendahkan diri kepada-Nya. Mereka menyembah Allah dengan berbagai bentuk ibadah tersebut. [Aysarut Tafaasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi].
Apa makna harap (rogbah) dan cemas (rohbah)?. Asy-Syaikh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan berkata, “Makna rogbah (harap) adalah meminta, merendahkan diri, dan mengharap sepenuh hati dengan penuh kecintaan yang mengantarkan kepada sesuatu yang dicintai. Sedangkan makna rohbah (cemas) adalah takut yang menyebabkan seseorang menjauh dari sesuatu yang ditakuti. [Lihat Hushulul Ma’mu bisyarhi Tsalatsatil Ushul]
[2]. Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari (hadits No. 6313) dan Al-Imam Muslim dalam Adz-Dzikr (hadits No. 56)
0 Respones to "Refleksi Rasa Syukur dan Sabar"
Posting Komentar