Menjaga Tangan Dan Lisan Dari Menulis Atau Mengucapkan Kalimat Kotor



Berkata al-‘Allamah as-Sa’dy –semoga Allah Ta’ala merahmatinya- ketika menjelaskan QS. Al-‘Ashr: 2;

إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2

“Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian.”

والخسار مراتب متعددة متفاوتة قد يكون خسارًا مطلقًا، كحال من خسر الدنيا والآخرة، وفاته النعيم، واستحق الجحيم وقد يكون خاسرًا من بعض الوجوه دون بعض، ولهذا عمم الله الخسار لكل إنسان، إلا من اتصف بأربع صفات والتواصي بالحق، الذي هو الإيمان والعمل الصالح، أي: يوصي بعضهم بعضًا بذلك، ويحثه عليه، ويرغبه فيه

“Tingkatan orang yang rugi (itu) bermacam-macam; ada yang rugi secara mutlak seperti kondisi orang yang rugi di dunia dan akhirat. Ia tidak mendapatkan kenikmatan dan berhak mendapatkan neraka Jahim. Ada yang rugi di sebagian sisi saja. Karena itu Allah Ta’ala menyebutkan kerugian untuk setiap manusia secara umum, kecuali orang-orang yang memiliki empat sifat (salah satunya adalah, red): ....Saling menasihati dengan kebenaran yang merupakan iman dan amal shalih, yakni sebagian orang menasihati sebagian yang lain dengan kebenaran, mendorong dan menganjurkannya.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 7 juz. 30)

Tentunya konteks nasihat yang dimaksud oleh asy-Syaikh as-Sa’dy diatas adalah nasihat yang baik yang bersumber dari al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma’ para shahabat radhiyallaahu ‘anhum ajma’in. Perlu kita ketahui bahwa ketika kita menuliskan sesuatu kalimat (entah itu di forum, social networking dll) pada saat yang sama (disadari maupun tidak, red) sebenarnya kita sedang mengucapkan sesuatu tersebut. Sederhananya, ketika seseorang itu menuliskan kalimat yang (misalnya) bernada umpatan, celaan, kata-kata kotor dll, pada hakikatnya ia sedang mengucapkan kalimat umpatan, celaan atau kata-kata kotor (yang ia tulis) tersebut pada waktu yang bersamaan. Jika kalimat atau ungkapan yang kita tulis/ ucapkan itu baik dan berfaidah, insyaAllah pahala dari Allah yang akan kita dapat, sebaliknya jika kalimat atau ungkapan keji dan kotor yang kita ucapkan (meskipun hanya bermaksud bercanda atau bermain-main saja), maka dosa pula yang akan kita peroleh, wallaahu a’lam. Semoga Allah Ta’ala menjaga lisan kita dari mengucapkan kata-kata kotor dan keji karena Dia telah berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (70

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS. Al-Ahzab: 70)

Al-‘Allamah as-Sa’dy –raheemahullaahu- menjelaskan ayat diatas;

يأمر تعالى المؤمنين بتقواه، في جميع أحوالهم، في السر والعلانية، ويخص منها، ويندب للقول السديد، وهو القول الموافق للصواب، أو المقارب له، عند تعذر اليقين، من قراءة، وذكر، وأمر بمعروف، ونهي عن منكر، وتعلم علم وتعليمه، والحرص على إصابة الصواب، في المسائل العلمية، وسلوك كل طريق يوصل لذلك، وكل وسيلة تعين عليه ومن القول السديد، لين الكلام ولطفه، في مخاطبة الأنام، والقول المتضمن للنصح والإشارة، بما هو الأصلح

“Allah Ta’ala memerintahkan kaum mukminin untuk bertakwa kepadaNya dalam seluruh kondisi mereka, lahir dan batin. Dari takwa itu Allah mengkhususkan dan menyunnahkan untuk berkata benar, yaitu perkataan yang sejalan dengan yang benar atau mendekati kebenaran di saat sesuatu yang meyakinkan itu udzur (sulit dipastikan), berupa bacaan, dzikir, amar ma’ruf, nahi munkar, mempelajari ilmu dan mengajarkannya, berupaya maksimal untuk memperoleh yang tepat dalam masalah-masalah ilmiah, dan menempuh setiap jalan yang dapat mengantarkan ke sana dan setiap sarana yang membantu untuknya. Dan termasuk perkataan yang benar adalah berkata lembut dan santun dalam berbicara kepada orang lain dan perkataan yang mengandung nasihat dan bimbingan kepada apa yang lebih mashlahat.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 5 juz. 22)

Begitu pula dengan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, beliau juga bersabda;

“Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang dibenci oleh Allah yang tidak dia renungi (akibatnya), maka dia terjatuh dalam neraka Jahannam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6092)

Dalam hadits yang lain Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda:

“Sesungguhnya seorang hamba apabila berbicara dengan satu kalimat yang tidak benar, hal itu menggelincirkan dia ke dalam neraka yang lebih jauh antara timur dan barat.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6091 dan Muslim no. 6988 dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu)

Al-Imam An-Nawawi –raheemahullaahu Ta’ala- menjelaskan hadits diatas:

“Hadits ini (yakni hadits Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim) teramat jelas menerangkan bahwa sepantasnya bagi seseorang untuk tidak berbicara kecuali dengan pembicaraaan yang baik, yaitu pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya dan kapan saja dia ragu terhadap maslahatnya, janganlah dia berbicara.” (Al-Adzkar hal. 280, Riyadhus Shalihin no. 1011)

dan mudah-mudahan kita tidak terjatuh pada kesalahan fatal akibat buruk ucapan lisan kita dan tidak terjerumus ke dalam Jahannam (yang merupakan seburuk-buruknya tempat kembali, red) karenanya.. amieen.


Bahwa lisan itu tidak bertulang adalah suatu fakta. Apabila keliru menggerakkannya akan mencampakkan kita dalam murka Allah yang berakhir dengan neraka-Nya. Lisan akan memberikan ta’bir (mengungkapkan) tentang baik-buruk pemiliknya. Inilah ucapan beberapa ulama salaf tentang bahaya lisan:

1). Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu: “Segala sesuatu akan bermanfaat dengan kadar lebihnya, kecuali perkataan. Sesungguhnya berlebihnya perkataan akan membahayakan.”

2). Abu Ad-Darda’ radhiyallaahu ‘anhu: “Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang yaitu orang yang diam namun berpikir atau orang yang berbicara dengan ilmu.”

3). Al-Fudhail bin Iyadh –raheemahullaahu-: “Dua perkara yang akan bisa mengeraskan hati seseorang adalah banyak berbicara dan banyak makan.”

4). Sufyan Ats-Tsauri –raheemahullaahu-: “Awal ibadah adalah diam, kemudian menuntut ilmu, kemudian mengamalkannya, kemudian menghafalnya lantas menyebarkannya.”

5). Al-Ahnaf bin Qais –raheemahullaahu-: “Diam akan menjaga seseorang dari kesalahan lafadz (ucapan), memelihara dari penyelewangan dalam pembicaraan, dan menyelamatkan dari pembicaraan yang tidak berguna, serta memberikan kewibawaan terhadap dirinya.”

6). Abu Hatim: “Lisan orang yang berakal berada di belakang hatinya. Bila dia ingin berbicara, dia mengembalikan ke hatinya terlebih dulu, jika terdapat (maslahat) baginya maka dia akan berbicara. Dan bila tidak ada (maslahat) dia tidak (berbicara). Adapun orang yang jahil (bodoh), hatinya berada di ujung lisannya sehingga apa saja yang menyentuh lisannya dia akan (cepat) berbicara. Seseorang tidak (dianggap) mengetahui agamanya hingga dia mengetahui lisannya.”

7). Yahya bin ‘Uqbah –raheemahullaahu-: “Aku mendengar Ibnu Mas’ud berkata: ‘Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar selain-Nya, tidak ada sesuatu yang lebih pantas untuk lama dipenjarakan dari pada lisan’.”

8). Mu’arrifh Al-‘Ijli –raheemahullaahu-: “Ada satu hal yang aku terus mencarinya semenjak 10 tahun dan aku tidak berhenti untuk mencarinya.” Seseorang bertanya kepadanya: “Apakah itu wahai Abu Al-Mu’tamir?” Mua’arrif menjawab: “Diam dari segala hal yang tidak berfaidah bagiku.”

(Raudhatul ‘Uqala wa Nuzhatul Fudhala karya Abu Hatim Muhamad bin Hibban Al-Busti, hal. 37-42)

Mudah-mudahan kita semua bisa mengambil faidah dari nasihat para pendahulu kita yang shalih diatas dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, amieen. Wallaahu Ta’ala a’lamu.

__________

Referensi:

1). Taiseer al-Kareem ar-Rahman Fii Tafsir Kalam al-Mannan, al-‘Allamah as-Sa’dy –raheemahullaahu-

2). Lidah Tak Bertulang, Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi –hafizhahullaahu-, www.asysyariah.com

[Baca Selengkapnya...]


Don’t Hurt Our Mother



Datang sebuah nasihat yang sangat indah lagi menyentuh jiwa dari seorang ‘alim rabbani, ulama ahlul hadits kenamaan di zamannya, al-Imam al-Hafizh Syamsuddin Muhammad bin ‘Utsman bin Qaimaz at-Turkmaniy al-Fariqiy ad-Dimasyqiy asy-Syafi’iy[1] atau yang terkenal di kalangan thalabul ‘ilmi dengan nama al-Hafizh adz-Dzahabiy –raheemahullaahu- (673–784 H), seorang imam al-jarh wa ta’dil dan ahli tarikh terkemuka dan terpercaya mengenai anjuran berbakti kepada kedua orang tua. Beliau –raheemahullaahu- berkata dalam kitabnya yang masyhur, al-Kabaair (كتاب الكبائر), bab: عقوق الوالدين


“Wahai orang yang menyia-nyiakan hak yang paling besar, yang menjauhkan diri dari berbakti kepada kedua orang tua, yang durhaka, yang melupakan salah satu kewajiban, yang lalai dari sesuatu yang ada di hadapan, sesungguhnya berbakti kepada kedua orang tua itu adalah hutang bagimu. Sayang sekali kamu membayarnya dengan cara yang tidak baik, penuh noda aib. Kamu sendiri sibuk mencari surga, padahal ia ada di bawah telapak kaki ibumu[2]. Ibumu yang telah mengandungmu selama sembilan bulan yang bagaikan sembilan kali berhaji. Ia yang di kala melahirkanmu menderita mempertaruhkan nyawa. Ia yang telah menyusuimu, menahan kantuk untukmu, memandikanmu dengan tangannya yang lembut, dan selalu mendahulukanmu untuk urusan makanan. Ia yang pangkuannya telah menjadi tempat yang nyaman bagimu. Ia yang telah mencurahkan sepenuh kasih sayangnya kepadamu, jika kamu sakit atau tampak menderita niscaya ia berduka, bersedih, menangis tiada batasnya. Ia pasti mengeluarkan semua yang dimilikinya demi mencarikan dokter buatmu. Ia yang seandainya diminta untuk memilih kehidupanmu atau kematiannya, pastilah ia teriakkan kehidupanmu dengan suara yang paling lantang. Betapa sering kamu mempergaulinya dengan akhlak yang tercela, namun ia tetap memohonkan taufik bagimu dalam setiap doanya.


Akan tetapi ketika kerentaan menghampirinya dan ia membutuhkanmu, kamu menganggapnya sebagai sesuatu yang paling tidak berharga. Ketika kamu kenyang oleh makanan dan minuman, ia dalam lapar dan dahaga. Kamu selalu mengedepankan keluarga dan anak-anakmu daripada berbuat baik kepadanya. Kamu telah melupakan semua upayanya. Urusannya kamu anggap sangat berat, padahal sebaliknya ia sangatlah ringan. Umurnya kamu anggap teramat panjang, padahal sebenarnya pendek. Kamu mengisolir dan mengasingkannya, padahal ia tidak mendapatkan penolong selain dirimu. Demikian pula, pun Penolongmu (i.e الله عز وجل) telah melarangmu dari mengucapkan kata yang menyakitkannya dan menegurmu dengan teguran yang halus; di dunia kamu akan mendapati sikap durhaka dari anak-anakmu dan di akhirat akan mendapati keadaan jauh dari Rabb semesta alam. Dia –Subhaanahu wa Ta’ala- menyerumu, mengingatkanmu;

ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ

“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tanganmu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hambaNya.” (QS. Al-Hajj: 10)


Hak Ibunda tak terhitung, andai pun kau tahu itu pun kecil bagi dirinya

Berapa malam dilaluinya dengan segala rintihan dan keluhan dari bibirmu

Melahirkanmu sungguh beratnya hati terbang begitu serasa

Tangan lembutnya menyingirkan segala aral dari dirimu

Pangkuannya menghantarkan semua mimpi-mimpi indahmu

Oleh keluh adumu rela ia gadaikan diri

Pun rela kau hisap seluruh sari

Kadang lapar menerpa tetapi ransumnya untukmu

Demi cinta dan kasih untukmu, si kecil manja

Sungguh celaka si berakal budak nafsunya

Pula si buta hati terjaga matanya

Apapun, berharaplah keluasan doanya

Karena engkau benar-benar membutuhkannya.”


---Selesai kutipan---

Diterjemahkan oleh: Abu Zufar Imtihan asy-Syafi’i, Pustaka Arafah.


________

[1]. Banyak ulama-ulama besar di zamannya yang memuji ketinggian ilmu beliau, diantaranya;

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata tentangya, “Beliau adalah Syaikh al-Hafizh al-kabir, Pakar Tarikh Islam, Syaikhul muhadditsin (gurunya para muhaddits)… beliau adalah penutup syuyukh hadits (guru-guru ahlul hadits) dan huffazhnya.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, XIV:225)

Al-Imam Tajuddin as-Subki berkata, “Beliau adalah syaikh Jarh wa Ta’dil, pakar Rijal, seakan-akan umat ini dikumpulkan di satu tempat kemudian beliau melihat dan mengungkapkan sejarah mereka.” (Thabaqah Syafi’iyyah Kubra, IX/101) dll.........

[2]. “Berbaktilah terus kepadanya (sang ibu) karena surga itu berada di bawah telapak kakinya.” (Diriwayatkan dari Mu’âwiyah bin Jâhimah yang dikeluarkan oleh al-Imam Ahmad vol. III, hal. 429 dan al-Imam an-Nasâ`iy, Sunan Ibn Mâjah, no. 2781 dan al-Mustadrak karya al-Imam al-Hâkim, vol. II, hal. 104)

[Baca Selengkapnya...]


Mengendus Keberadaan Para Pelaku Penipuan Jual Beli Online



Modus penipuan dengan cara menawarkan barang-barang bermerk, yang populer di tengah-tengah masyarakat luas (mulai dari perhiasaan seperti jam tangan, atau barang-barang elektronik seperti laptop, handphone, gadget, Camera SLR, hingga nomor-nomor seluler cantik) dengan bandrol miring (baca: murah) melalui berbagai media seperti SMS, jejaring sosial (seperti Facebook, Twitter), online community forum (seperti Kaskus, Toko Bagus), blog pribadi dll, sudah marak sejak dulu, bahkan semakin menggila akhir-akhir ini. Banyak korban yang mengaku terkecoh dan tertipu setelah membaca iklan-iklan yang “tidak wajar” dari mereka. Saya pernah mencatat beberapa kejanggalan yang terdapat pada pola jual beli yang mereka lakukan (bisa dibaca di sini). Mungkin sebagian dari rekan-rekan blogger sudah mengetahui bahwa pola penipuan para “pengacara” (pengangguran banyak acara) itu cukup terorganisir. Modusnya adalah mereka mengiklankan barang-barang bermerk tersebut ke berbagai media yang traffic kunjungannya tinggi (seperti Faceebok, Kaskus dan Toko Bagus) sebanyak mungkin dengan model iklan yang berbeda-beda kemudian mencantumkan nomor telepon dan alamat yang berbeda-beda pula untuk menghindari kecurigaan calon pembeli (tujuannya agar mereka i.e calon pembeli menyangka bahwa iklan tersebut dibuat oleh orang yang berbeda-beda. Sehingga jika ada calon pembeli yang berhasil tertipu, sang korban hanya akan menghubungi nomor tersebut (tidak ke nomor pelaku yang lainnya, red) dan hanya akan menginfokan dan mengingatkan orang lain dari penipuan nomor tersebut saja).

Beberapa bulan yang lalu saya iseng-iseng menawar sebuah camera Canon EOS 7D + Lensa kit 18-55mm yang diiklankan di Toko Bagus. Untuk ukuran camera SLR semi pro berdigit 1 (meskipun belum full frame), harga yang dibandrol bisa dibilang sangat murah, yakni Rp. 5.150.000. Tujuan saya sejatinya hanya ingin menguji validitas info yang diberikan sang Seller. Oke lah, anggap saja sang Seller memang berniat menjual “rugi” barang dagangannya. Maka besaran harga diatas saya abaikan, meskipun bagi saya sangat tidak reasonable. Kemudian saya lihat alamat dan nomor telepon sang Seller: Jl. Fatmawati No. 22, Jakarta dan 085225554XXX. Itu artinya, yang bersangkutan (secara alamat) berdomisili di Jakarta dan sekitarnya. Test validitas yang saya lakukan pertama kali adalah mengajak sang Seller untuk COD (Cash On Delivery), jika yang bersangkutan bersedia, maka ada kemungkinan bahwa informasi yang disampaikan via iklan tersebut valid. Memang benar ia mengatakan bahwa dirinya tinggal di Jakarta, tapi kemudian ia mengatakan (ketika diajak COD, red) bahwa dirinya sedang berada di luar kota. Seperti biasanya, ia menyarankan saya supaya melakukan transaksi yang menurutnya lebih praktis i.e melalui transfer rekening dan pengiriman paket (modus ini sudah pernah saya tulis di artikel sebelumnya, red). Ketika saya tanya dimana posisi pastinya?, ia mengatakan di Semarang!. Well, anggap saja yang bersangkutan memang ada urusan bisnis di Semarang, tapi benarkah demikian?. Saya coba trace posisi yang bersangkutan melalui GSM Tracker, ternyata posisinya berada di coverage BTS Tellulimpoe, Sulawesi!, nah lo. Di iklan yang lain dengan produk yang berbeda (kali ini Mobil Toyota Alphard), sang Seller menampilkan alamat dan nomor telepon: Jl. Kertajaya No. 202, Surabaya Timur, 60282, hotline: 085336065XXX dan kembali setelah saya trace posisi yang bersangkutan masih tidak jauh dari wilayah Tellulimpoe, tepatnya di coverage BTS Maniangpajo, Sulawesi! (lihat gambar dibawah, red). Apakah itu hanya kebetulan semata?. Saya pernah menelusuri beberapa nomor yang lain (081333888XXX, 085211111XXX dll) dimana secara fisik, cell phone mereka faktanya tercapture di wilayah yang sama. Itu baru nomor-nomor yang tercatat di satu Operator Seluler saja, belum nomor-nomor operator yang lain yang sudah mereka sebar. Apa artinya?, sindikat penipuan kelompok mereka dan yang semodel dengan mereka itu (bisa dibilang) sudah cukup terorganisir dan terrencana meskipun bisa jadi masih amatir. Saran saya, jika ingin bertransaksi dengan seseorang yang belum kita kenal, yang belum terrekam jejaknya, yang belum diketahui reliabilitas dan integritasnya, test saja validitas si Sellernya. Salah satunya adalah dengan melacak keberadaan/ posisi sang Seller tersebut dan mencocokkannya dengan informasi yang disampaikan si Seller ketika bertransaksi.




Di luar negeri, sudah banyak perusahaan perangkat lunak yang menawarkan produk tracking canggih semisal GSM Tracker ini secara bebas seperti; GPS Phone Tracking, NavXS, BuddyWay, SpyVille dll. Menurut referensi yang saya baca, “Cell tower based location tracking, WiFi tracking and GPS tracking constitutes the most popular cell phone tracking techniques nowadays.” (www.cellphonetrackers.org). Berikut penjelasan singkat dari ketiga mode tersebut (berdasarkan referensi diatas. Mohon diluruskan brader jika pemaparan penulis kurang tepat dan harap dimaklumi karena penulis bukan jebolan teknik telekomunikasi :P, red);

a). GPS Tracking

Merupakan pelacakan GPS yang paling akurat dibandingkan dengan dua lainnya (maksudnya; Cell tower based location tracking dan WiFi tracking, red). Ada 24 satelit dan sistem yang dibuat untuk memastikan setiap receiver bisa terhubung ke setidaknya tiga satelit mana saja pada saat yang sama untuk memberikan informasi lokasi yang akurat. Tingkat akurasinya sangat baik, hanya dalam beberapa meter saja (note: barangkali yang dimaksud adalah deviasi antara titik object sesungguhnya dengan latitude dan longitude object yang tercapture di GPS itu sangat kecil, hanya tercatat beberapa meter saja, -CMIIW-). [sumber: GPS tracker]

Namun, untuk menggunakan layanan pelacakan GPS, Anda memerlukan ponsel GPS / A-GPS, yang artinya anda akan mengeluarkan biaya yang lebih tinggi di sisi terminal. Dan sistem ini sangat tergantung pada kondisi cuaca yang bisa mengakibatkan respon lambat. Di gedung-gedung tinggi, terowongan dan garasi, there could be no signals (tidak akan ada sinyal), demikian menurut referensi.

b). WiFi Tracking

Meskipun pelacakan via WiFi kurang akurat dibandingkan GPS tracking, tetapi masih jauh lebih baik dari Cell tower based location tracking, biasanya tingkat akurasinya sekitar 20 sampai 30 meter yang masih bisa diterima untuk penggunaan komersial. Kabar baiknya adalah bahwa WiFi Tracking bisa bekerja di dalam ruangan dan memiliki respon yang cepat karena tidak dapat dipengaruhi oleh cuaca buruk.

Namun, pelacakan via WiFi ini juga memiliki keterbatasan. Ketika perangkat mobile (cell phone) berada diluar jangkauan sinyal WiFi, pelacakan secara keseluruhan akan dihentikan. Keterbatasan lainnya adalah bahwa database hotspot WiFi perlu diperbarui/diupdate dari waktu ke waktu, dan ini adalah pekerjaan yang tidak sederhana. Skyhook Wireless dan Google telah melakukan survei dan mengumpulkan informasi lokasi hotspot WiFi.

c). Cell Tower Based Location Tracking

Menurut Wikipedia, jaringan GSM mencakup 80% pangsa pasar ponsel global dan digunakan oleh lebih dari 1,5 milyar orang di lebih dari 212 negara. Ini artinya bahwa Cell Towers merupakan salah satu titik lokasi terbaik di dunia, ini merupakan fakta mengingat jumlah BTS (saat ini) tersebar luas di seluruh dunia. GSM Tracking dikenal sebagai Triangulasi, tidak membutuhkan apa-apa dari terminal, artinya, setiap ponsel yang terhubung ke Cell Towers (BTS) bisa dilacak, ini pula yang menyebabkan biayanya jauh lebih rendah, disamping mampu memberikan respon yang cepat juga. [sumber: GSM tracker]

Namun demikian, ada juga kelemahannya, tracking model ini memberikan hasil yang paling tidak akurat. Akurasi tergantung pada kepadatan Cell Towers (BTS) [i.e jarak antara BTS yang satu dengan yang lain, red]. Di pusat kota, akurasi bisa mencapai jarak sekitar 50 meter, sedangkan di daerah urban, bisa mencapai beberapa mil karena kepadatan BTS-nya kurang. Kelemahan lainnya adalah bahwa informasi koordinat (Latitude dan Longitude, red) dari BTS hanya diketahui oleh operator seluler pemilik BTS tersebut saja (misal, BTS Telkomsel hanya diketahui oleh Telkomsel saja, BTS Indosat hanya diketahui oleh Indosat saja, red), dan mereka biasanya tidak akan membiarkan pihak lain (i.e competitor) menggunakan database BTS mereka untuk menyediakan layanan berbasis lokasi yang seperti itu. (www.cellphonetrackers.org).

Aplikasi yang terakhir inilah (Cell tower based location tracking) yang saya gunakan untuk melacak keberadaan sang “tersangka” penipuan. Seperti yang dijelaskan oleh GSM Tracker, posisi pasti (i.e tempat berdirinya si pemegang ponsel, red) tidak bisa diketahui secara akurat, namun bisa diestimasi (di kira-kira). CGI (Cell Global Identity, yakni kombinasi kode Mobile Country Code [MCC], Mobile Network Code [MNC], Local Area Code [LAC] dan Cell Identity [CI], red) dari salah satu sektor BTS operator yang mengcover signal cell phone yang bersangkutan akan terdeteksi oleh system dan aplikasi GSM Tracking ini akan memvisualisasikan estimasi posisinya di peta (map). Bagaimana detail perhitungannya?. Silahkan anda baca sendiri di sini :D.

Well, itu saja tulisan iseng lagi tak bermutu dari saya, mudah-mudahan bermanfaat dan sekali lagi berhati-hatilah dari para pelaku penipuan berkedok jual beli barang secara Online, “Say No To Deception” !!,.. Pekerjaan yang halal lagi thayib masih banyak di muka bumi,.. Jadikan harta sebagai sarana, bukan tujuan -demikian kata ulama-, sehingga ketamakan terhadap dunia bisa dikontrol.. wallaahu Ta’ala a’lamu,..

[Baca Selengkapnya...]


Kelak Kenikmatan Itu Akan Ditanya



Bagi sebagian kalangan, bermegah-megahan dalam hidup dianggap sebagai perilaku sosial yang biasa dan wajar. “Asal tidak merugikan orang lain ya gak masalah. Toh kemewahan yang kami dapat berasal dari uang kami sendiri, bukan uang milik orang lain.” begitu kata mereka. Bermacam-macam alasannya, mulai dari reputasi (persepsi mengenai gengsi (prestige) atau pengakuan dari orang lain, red), harga diri (self-esteem), status sosial hingga alasan; “dalam rangka memantaskan diri” di tengah-tengah kaum “sosialita” berdasi. Sepertinya perilaku hedonis seperti ini akan terus berlangsung dari masa ke masa hingga akhir zaman. Hal ini dijelaskan secara langsung oleh Allah Ta’ala di dalam QS. At-Takatsur (التَّكَاثُرُ). Dalam surat tersebut Allah Ta’ala memperingatkan hamba-hambaNya agar tidak terlalaikan oleh dunia dan melarang mereka hidup bermewah-mewah. Mengapa? Karena pada hari penghisaban kelak, Allah Ta’ala akan menanyai setiap hambaNya tentang kenikmatan yang mereka megah-megahkan di dunia sewaktu hidup itu. Tidak tanggung-tanggung, Allah Ta’ala pun mengancam dengan neraka Jahim bagi mereka yang ‘menyalahgunakan’ nikmat-nikmatNya tersebut. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman;

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7) ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu akan melihat Neraka Jahim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia) itu.” (QS. At-Takastur: 1-8)


Tafsir Ayat

يقول تعالى موبخًا عباده عن اشتغالهم عما خلقوا له من عبادته وحده لا شريك له، ومعرفته، والإنابة إليه، وتقديم محبته على كل شيء: ( أَلْهَاكُمُ ) عن ذلك المذكور ( التَّكَاثُرُ ) ولم يذكر المتكاثر به، ليشمل ذلك كل ما يتكاثر به المتكاثرون، ويفتخر به المفتخرون، من التكاثر في الأموال، والأولاد، والأنصار، والجنود، والخدم، والجاه، وغير ذلك مما يقصد منه مكاثرة كل واحد للآخر، وليس المقصود به الإخلاص لله تعالى

{1}. Allah Ta’ala berfirman mencela hamba-hambaNya karena lalai dari tujuan penciptaannya yaitu beribadah hanya kepadaNya yang tidak ada sekutu bagiNya, mengenalNya, kembali kepadaNya dan mengedepankan kecintaan kepadaNya terhadap kecintaan terhadap apapun. ( أَلْهَاكُمُ ) ‘telah melalaikan kamu’ dari semua itu, ( التَّكَاثُرُ ) ‘bermegah-megahan’. Allah Ta’ala tidak menyebutkan apa yang diperbanyak dan dimegah-megahkan, agar hal itu mencakup semua yang diperbanyak dan dipermegah oleh orang-orang yang bermegah-megahan dan dibangga-banggakan oleh mereka yang membangga-banggakannya, berupa bermegah-megah dalam harta, anak, pembela, tentara, pembantu, wibawa, dan lain sebagainya yang ditujukan untuk dijadikan perlombaan satu sama lain, namun tidak dimaksudkan untuk mencari ridha’ Allah Ta’ala.

فاستمرت غفلتكم ولهوتكم [وتشاغلكم] ( حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ) فانكشف لكم حينئذ الغطاء، ولكن بعد ما تعذر عليكم استئنافه ودل قوله: ( حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ) أن البرزخ دار مقصود منها النفوذ إلى الدار الباقية ، أن الله سماهم زائرين، ولم يسمهم مقيمين فدل ذلك على البعث والجزاء بالأعمال في دار باقية غير فانية

{2}. Kelalaian, bermain-main, dan mempersibuk dirimu terus berlangsung, ( حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ) ‘sampai kamu masuk ke dalam kubur’. Pada saat itu terbukalah penutup bagimu, hanya saja setelah kalian tidak bisa memulainya. Firman Allah Ta’ala, ( حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ) ‘sampai kamu masuk ke dalam kubur’ menunjukkan bahwa alam barzakh adalah tempat yang dimaksudkan untuk berpindah ke akhirat, karena Allah Ta’ala menyebut orang-orang yang berada di dalam barzah sebagai para pengunjung, tidak menyebut mereka sebagai para penghuni. Hal ini menunjukkan bahwa kebangkitan dan pembalasan amal perbuatan berada di akhirat yang kekal, bukan di tempat fana.

ولهذا توعدهم بقوله: ( كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ * ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ * كَلا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ ) أي: لو تعلمون ما أمامكم علمًا يصل إلى القلوب، لما ألهاكم التكاثر، ولبادرتم إلى الأعمال الصالحة ولكن عدم العلم الحقيقي، صيركم إلى ما ترون، ( لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ) أي: لتردن القيامة، فلترون الجحيم التي أعدها الله للكافرين

{3-6}. Karena itu Allah Ta’ala mengancam mereka, ( كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ * ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ * كَلا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ ) ‘janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin’ Yakni, andai saja kalian mengetahui apa yang akan terjadi di kemudian hari padamu dengan pengetahuan yang sampai di hati, niscaya bermegah-megahan tidak membuat kalian lalai dan niscaya kalian bersegera menunaikan amal-amal baik. Hanya saja karena kalian tidak mengetahui dengan sebenarnya itulah yang membuat kalian seperti yang kalian lihat. ( لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ) ‘niscaya kamu akan melihat neraka Jahim’ yakni, kalian akan benar-benar mendatangi Hari Kiamat dan akan melihat Neraka Jahim yang disediakan Allah Ta’ala untuk orang-orang kafir.

ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ ) أي: رؤية بصرية، كما قال تعالى )

{7}. ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ ‘Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin’ yakni dengan penglihatan mata seperti yang disebutkan dalan firman Allah Ta’ala;

وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا وَلَمْ يَجِدُوا عَنْهَا مَصْرِفًا

“Dan orang-orang yang berdosa melihat mereka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling dari padanya.” (QS. Al-Kahfi: 53)

( ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ ) الذي تنعمتم به في دار الدنيا، هل قمتم بشكره، وأديتم حق الله فيه، ولم تستعينوا به، على معاصيه، فينعمكم نعيمًا أعلى منه وأفضل أم اغتررتم به، ولم تقوموا بشكره؟ بل ربما استعنتم به على معاصي الله فيعاقبكم على ذلك، قال تعالى:

{8}. ( ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ ) ‘Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan itu’ yakni yang kalian megah-megahkan di dunia, apakah kalian mensyukurinya dan kalian tunaikan hak-hak Allah Ta’ala di dalamnya dan tidak kalian jadikan penopang untuk kemaksiatan sehingga Allah Ta’ala memberi nikmat yang lebih tinggi dan lebih baik darinya? Ataukah kalian terpedaya olehnya, tidak kalian syukuri bahkan bisa jadi kalian jadikan sebagai penopang untuk berbuat kemaksiatan sehingga Allah Ta’ala menyiksa kalian karena hal itu? Allah Ta’ala berfirman;

وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَا فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ

“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka, (kepada mereka dikatakan), ‘Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya, maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan kamu telah fasik.’” (QS. Al-Ahqaf: 20)


_______________

Source: Taiseer al-Kareem ar-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan vol. 7 juz. 30; by al-‘Allamah as-Sa’di


[Baca Selengkapnya...]


Pembelaan Yang Kebablasan Dari Seorang Aktivis Perempuan



Seorang wanita yang didapuk sebagai juru bicara kelompok Forum Keadilan Perempuan berkata dalam demonstrasinya di depan Istana Negara Jakarta, Kamis 08/03/2012, “Bukan salah tubuh perempuan kalau terjadi kasus pelecehan, kami ingin suatu saat nanti perempuan bisa berjalan dengan aman meski memakai rok mini”. Tak lupa pula mereka membawa slogan yang bertuliskan, “Bukan salah rok mini, tapi otakmu yang mini!”. Di sebuah forum berita, pernyataan diatas ramai diperbincangkan oleh para pengunjungnya baik yang Pro maupun yang Kontra seperti salah satu komentar yang datang dari perempuan asal Palmerah, “Bukan disebabkan oleh pakaian atau rok mininya....tapi kalau memang niat dan otaknya sudah bejat and fiktor...orang berjilbab pun masih bisa jadi korban pelecehan seksual..”, ada pula yang berkata, “Siapa suruh mengumbar aurat. Mohon dipikir ulang, manusia itu punya hawa nafsu Jeng. Kalau laki-laki bisa mengontrol hawa nafsunya itu bagus. Nah, sekarang kalau pakaiannya sudah mengumbar begitu siapa yang mau disalahkan...?”.

Demonstrasi serupa juga pernah terjadi di Bundaran Hotel Indonesia (HI) beberapa bulan yang lalu, masih tetap dimotori oleh sekumpulan aktivis wanita (yang konon memperjuangkan hak-hak perempuan tertindas), para “pejuang HAM”, para aktivis JIL beserta kawan-kawannya. Mereka berkata melalui slogan-slogan “liberalnya” pada waktu itu, “My Rok is My Right” (Rok saya adalah hak saya), “Don’t tell me how to dress, (just) tell them not to rape!” (Jangan ajari kami cara berpakaian, ajari saja mereka agar tidak memperkosa!),.. Ketika datang nasihat dari orang-orang yang peduli, “Alangkah mulianya jika kalian mau berpakaian syar’i, itu akan lebih menjaga ‘iffah (kehormatan diri) seorang muslimah (bagi yang muslim, red). Lagipula berpakaian mini juga dilarang oleh syar’i to, plus sangat mungkin akan memicu tindakan kriminalitas (yang dilakukan) oleh sekumpulan orang-orang fasiq dan jahat di kemudian hari. Tidak semua orang di negeri ini ‘alim (berilmu) dan shalih lo.” Mereka akan menimpali, “Jika anda berkata seperti itu sama saja anda membela para pelaku pelecehan seksual itu, tolong jangan ajari kami!.” Ada sebuah komentar yang sangat bagus yang ditulis oleh seorang blogger dalam tulisannya, “Perumpamaan mereka (para aktivis perempuan, red) itu sama dengan orang yang menaruh sepeda motor tanpa dikunci di jalanan lalu motornya diambil pencuri. Kemudian datanglah pejabat (tokoh masyarakat) mengatakan kepada orang tersebut seharusnya motor anda itu dikunci lalu ditaruh di tempat yang aman. Eh, yang motornya dicuri malah protes, ”Jangan ajari kami cara menyimpan motor, ajari (saja) mereka supaya tidak mencuri”. Sama bukan permisalannya? Kalau sama, berarti anda bisa paham dimana letak salahnya. Apakah dengan menyalahkan pemilik motor yang menaruh motornya di sembarang tempat itu berarti kita membenarkan tindakan si pencuri tersebut? Orang yang masih punya otak tahulah jawabannya.”-selesai kutipan-. Atau dengan kata lain, apakah jika kita mengkritik tindakan perempuan yang sengaja mengumbar auratnya di depan khalayak melazimkan pembenaran terhadap tindakan para pelaku pelecehan seksual terhadapnya?… Para aktivis itu mungkin tidak pernah mendengar atau belajar dari pepatah masyhur yang mengatakan;

“Tidak mungkin ada asap jika tidak ada api.” Atau pepatah arab yang mengatakan;

مَنْ حَفَرَ حُفْرَةً وَقَعَ فِيْهَا

“Siapa yang menggali lubang, ia akan terperosok ke dalamnya”

Banyak atau sedikit, besar atau kecil, tetap saja ada korelasinya antara perbuatan menampakan aurat (yang semestinya tidak dipertontonkan) dengan aksi kejahatan orang-orang fasiq itu...

Tetapi apa mau dikata, jika hawa nafsu lebih dikedepankan daripada nash-nash agama, Kebenaran yang datang pun tidak akan dianggap sebagai kebenaran. Ia hanya akan diperlakukan laiknya sebuah makanan, jika dirasa cocok dengan hawa nafsu dan nalar “akalnya yang mini”, maka diterima, jika tidak maka dibuang. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda;

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” [H.R. Muslim, no. 2749, dari ‘Abdullah bin Mas’ûd].

Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al-Haq dan sombong terhadap makhluk. Hal ini diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama pada hadist di atas dalam sabda beliau, “sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain”. Menolak kebenaran adalah dengan menolak dan berpaling darinya serta tidak mau menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia yakni merendahkan dan meremehkan orang lain, memandang orang lain tidak ada apa-apanya dan melihat dirinya lebih dibandingkan orang lain. (Syarh Riyadus Shaalihin, II/301, asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Ketika disampaikan ayat-ayat tentang hijab, mereka hanya bisa berkelit, mencari-cari alasan dan pembenaran bahwa hijab itu tidaklah wajib, hijab itu hanya budaya bawaan Arab yang tidak cocok diterapkan di negeri yang masyarakatnya serba multikultural ini!, hijab itu hanya tampilan fisik semata dan tidak menggambarkan isi hati. Sekalipun seseorang itu berhijab secara syar’i, jika hatinya berpenyakit, tetap saja dia dianggap jelek. Jadi hijab dalam hal ini bukanlah tolok ukur kebaikan!. Demikian syubhat-syubhat yang mereka lontarkan. Mereka membela mati-matian kebiasaan orang-orang Jahiliyah yang justru ditinggalkan oleh Islam dan menolak mati-matian dan meremehkan apa yang sudah diperintahkan oleh dienul Islam. Itulah bentuk kesombongan yang nyata dari mereka. Berikut adalah salah satu contoh ayat yang mereka kritisi dan mereka simpangkan maknanya;

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ (59

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

Orang yang baru belajar ilmu biologi saja tahu kalau (maaf) paha dan betis itu termasuk bagian dari anggota tubuh. Kalau dikatakan “ulurkan jilbabmu ke seluruh tubuh”, itu artinya seluruh bagian tubuh itu ditutupi, termasuk didalamnya (maaf) paha dan betis (karena keduanya termasuk bagian dari tubuh, red)!. Apakah al-Qur’an itu hanya diturunkan untuk orang Arab saja sehingga ayat ini (kalian anggap) hanya dikhususkan untuk orang Arab dan tidak untuk selainnya?. Jika jawabannya, “Iya”, sungguh diragukan keislaman kalian (jika kalian memang mengaku Islam, red), dan jika jawabannya; “Tidak”, lantas mengapa ayat ini tidak kalian imani?

Perhatikan firman Allah Ta’ala diatas, “Hendaklah mereka mengulurkan...”. Kata: “Hendaklah” itu bermakna perintah, atau dengan kata lain “Allah Ta’ala memerintahkan”... Sekarang kita tantang mereka (para aktivis perempuan itu, aktivis JIL dan kawan-kawannya, red), jika kalian memang konsisten dengan slogan kalian, beranikah kalian mengatakan, “Don’t tell me how to dress O my Lord!, (just) tell them not to rape!”... (Jangan ajari kami cara berpakaian ya Rabbana, ajari saja mereka supaya tidak memperkosa!). Semua orang pasti akan berkata, “Sombong sekali anda, siapa anda dan siapa Allah Tabaaraka wa Ta’ala?!”. Padahal orang-orang yang menasihati anda dan para perempuan yang gemar memperlihatkan aurat dan perhiasannya itu (yang kalian katakan: ‘Jangan ajari kami!’) hanya sekedar menyampaikan Kalamullah (firman Allah Ta’ala) diatas dan perkataan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama!. Kemudian perhatikan ucapan salah seorang dari mereka, “Bukan salah tubuh perempuan kalau terjadi kasus pelecehan, kami ingin suatu saat nanti perempuan bisa berjalan dengan aman meski memakai rok mini”. Apakah kalian sedang bermimpi?, “Bak pungguk merindukan bulan” begitu kata pepatah, satu sisi kalian menolak kebenaran firman Allah Ta’ala dan RasulNya (diakui maupun tidak, red), menafikan disyariatkannya hijab dan manfaatnya bagi wanita muslimah, tapi disisi lain (tanpa malu) kalian berandai-andai mendambakan keamanan bagi orang-orang fasiq yang meremehkan perintah hijab Rabbnya ‘Azza wa Jall (dengan nekat berpakaian mini, red). Bagaimana Allah Ta’ala akan menolong dan melindungi hamba-hambaNya jika mereka tidak menolong agamaNya dan meremehkan syariatNya?. Padahal jika kita perhatikan, ayat diatas justru menyebutkan sebaliknya (tentang manfaat dari berhijab, red);

ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ (59

“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

Al-‘Allamah Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy –raheemahullaahu- menjelaskan;

دل على وجود أذية، إن لم يحتجبن، وذلك، لأنهن إذا لم يحتجبن، ربما ظن أنهن غير عفيفات، فيتعرض لهن من في قلبه مرض، فيؤذيهن، وربما استهين بهن، وظن أنهن إماء، فتهاون بهن من يريد الشر. فالاحتجاب حاسم لمطامع الطامعين فيهن

“Ini menunjukkan gangguan apabila mereka (kaum wanita beriman) tidak mengenakan jilbab. Hal ini karena apabila mereka tidak mengenakan jilbab, maka mereka akan mudah diduga bukan wanita-wanita suci (terhormat), sehingga mudah didatangi oleh orang yang hatinya sakit lalu mengganggu mereka, dan bisa saja mereka dilecehkan, dan mereka diduga sebagai perempuan-perempuan budak sahaya. Dan akibatnya orang-orang yang menginginkan keburukan meremehkan mereka. Jadi, hijab itu memutuskan hasrat busuk orang-orang yang berhasrat buruk terhadap mereka.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman Fii Tafsir Kalam al-Mannan vol. 5 juz. 22)


Sederhana saja, jika seseorang (entah itu yang berwatak baik atau berwatak jahat sekalipun) dihadapkan pada dua sosok, yang pertama; adalah orang yang kerap berpakaian mini dan ketat, suka memperlihatkan sebagian besar auratnya, suka bersolek (tabaruj), suka kluyuran tanpa mengenal waktu dan yang kedua; adalah orang yang berhijab syar’i, tidak suka bersolek dan berdandan berlebihan, menjaga pergaulan dan ucapan, kemudian ditanyakan kepadanya mana diantara keduanya wanita yang baik dan terjaga?, fitrah dasar orang tersebut akan mengatakan bahwa wanita kedualah yang baik dan terjaga.

Adapun pernyataan, “...orang berjilbab pun masih bisa jadi korban pelecehan seksual..” tidaklah bisa dijadikan dasar pembenaran perbuatan mereka (i.e mengenakan rok mini, red). Mengapa?, karena kasus bukanlah hujjah, dan kasus tidak akan (mungkin) bisa mengguggurkan perintah Allah Ta’ala dan RasulNya. Allah Ta’ala berfirman;

وَمَاكَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا {36}

“Dan tidaklah patut bagi mukmin laki-laki dan mukmin perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab: 36)

Al-‘Allamah as-Sa’dy –raheemahullaahu menjelaskan:

أي: الخيار، هل يفعلونه أم لا؟ بل يعلم المؤمن والمؤمنة، أن الرسول أولى به من نفسه، فلا يجعل بعض أهواء نفسه حجابًا بينه وبين أمر اللّه ورسوله

“Maksudnya; memilih pilihan (sendiri), apakah mereka mau mengerjakannya ataupun tidak? Bahkan seorang laki-laki dan perempuan yang beriman mengetahui bahwa Rasul itu harus diutamakan daripada dirinya sendiri. Maka dari itu, jangan menjadikan sebagian hawa nafsu sebagai penghalang yang membatasi antara dia dengan Allah dan RasulNya.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman Fii Tafsir Kalam al-Mannan vol. 5 juz. 22)

Kalau mau kita telusuri lebih jauh, bisa saja kita tanyakan kepada mereka; wanita berjilbab seperti apakah yang menjadi korban itu, berhijab syar’ikah ia? (tolong datangkan bukti) Atau hanya sekedar hijab-hijaban (menutup kepala namun masih memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya, red)?. Wallaahu subhaanahu wa Ta’ala a’lamu....



[Baca Selengkapnya...]


Narsis Biar Eksis?



Kecenderungan sebagian orang yang merasa dirinya lebih unggul dari yang lain (entah itu kepandaian, jabatan, kekayaan, status sosial, pendidikan, nasab dll) adalah ingin terlihat (paling) menonjol di komunitasnya dan diakui eksistensinya. Tidak masalah sekiranya harus berlomba-lomba (dengan yang lain) asalkan ambisinya (menjadi individu yang terdepan) bisa tercapai, kira-kira begitu. “Pengakuan” (terhadap hal-hal yang tersebut diatas) baik secara formal maupun non-formal dari lingkungan sekitar bisa dibilang cukup krusial demi menjaga kelangsungan eksistensi mereka di masa depan. Adakah sesuatu yang aneh dengan kompetisi?, Tidak, namun bagaimana kiranya jika ia melakukan semua itu demi sebuah pujian dan pengakuan?. Selanjutnya, pernahkah anda mendengar seseorang yang berkata; “Saya berhasil karena kepandaian dan kerja keras saya (selama ini)!.” Ya, bisajadi anda memang pandai dan seorang pekerja keras, namun apakah kesuksesan yang anda dapatkan murni dari hasil usaha anda sendiri atau datang dari anda?, atau dari Rabb anda Tabaaraka wa Ta’ala?. Mau sejenius, setinggi, semulia dan sekeras apapun manusia berusaha, jika Allah Ta’ala tidak berkehendak, semua (yang diusahakan) tidak akan terwujud. Memang benar ia melakukan usaha (secara lahir), namun (tetap) bukan dia yang menentukan hasilnya. Coba kita renungkan firman Allah Ta’ala berikut;

أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ (63) أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ (64

“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam! Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya?.” (QS. Al-Waqi’ah: 63-64). Apa maknanya?

أي: أأنتم أخرجتموه نباتا من الأرض؟ أم أنتم الذين نميتموه؟ أم أنتم الذين أخرجتم سنبله وثمره حتى صار حبا حصيدا وثمرا نضيجا؟ أم الله الذي انفرد بذلك وحده، وأنعم به عليكم؟ وأنتم غاية ما تفعلون أن تحرثوا الأرض وتشقوها وتلقوا فيها البذر، ثم بعد ذلك لا علم عندكم بما يكون بعد ذلك، ولا قدرة لكم على أكثر من ذلك

“Maksudnya; apakah kalian yang mengeluarkannya dari bumi dalam bentuk tanaman, atau apakah kalian yang menumbuhkannya? Atau apakah kalian yang mengeluarkan bulir dan buahnya sehingga menjadi tanaman yang siap dipanen dan buah yang sudah matang? Atau hanya Allah lah semata yang melakukan itu semua dan menganugerahkannya kepada kalian? Usaha maksimal yang bisa kalian lakukan hanyalah mengolah dan membajak tanah kemudian menabur benih padanya, setelah itu kalian sama sekali tidak tahu apa yang akan terjadi setelah itu dan tidak ada kekuasaan bagi kalian yang lebih dari hal tersebut.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 7 juz. 27)


Ya,.. usaha maksimal yang bisa dilakukan manusia hanyalah menjalankan ikhtiar sekuat dan semampu mereka, berdoa dan berharap agar Allah Ta’ala menurunkan karuniaNya. Selebihnya tidak ada satu pun manusia yang mengetahui apa yang bakal terjadi kemudian (apakah berhasil atau gagal), dan tidak ada satu pun makhluk yang mampu menentukan hasil akhirnya kecuali hanya Allah Subhaanahu wa Ta’ala semata. Jika demikian, apa yang perlu kita sombongkan? Kepandaian, kekayaan, jabatan, pendidikan, nasab?, darimana semua itu datangnya? Atas kehendak siapa?... al-‘Allamah as-Sa’di –raheemahullaahu- mengatakan dalam tafsirnya;

فاحمدوا الله تعالى حيث زرعه الله لكم، ثم أبقاه وكمله لكم، ولم يرسل عليه من الآفات ما به تحرمون نفعه وخيره

“Oleh karena itu, panjatkanlah pujian ke hadirat Allah –Subhaanahu wa Ta’ala- yang telah menanamnya untuk kalian, kemudian memelihara dan menyempurnakannya (hingga waktu panen) dan tidak mengirim perusak-perusak yang membuat kalian tidak dapat memperoleh manfaat dan kebaikannya.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 7 juz. 27)


Jika demikian, yang harus kita lakukan -tatkala keberhasilan itu datang, atau ketika kepandaian/ ilmu kita peroleh, atau ketika kekayaan kita dapatkan- adalah memanjatkan pujian kepada Allah Tabaaraka wa Ta’ala atas nikmat yang diberikanNya tersebut, bukan justru memuji diri sendiri. Beliau –raheemahullaahu- juga mengatakan;

فلما بين من نعمه ما يوجب الثناء عليه من عباده وشكره وعبادته، أمر بتسبيحه وتحميده فقال: ( فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ ) أي: نزه ربك العظيم، كامل الأسماء والصفات، كثير الإحسان والخيرات، واحمده بقلبك ولسانك، وجوارحك، لأنه أهل لذلك، وهو المستحق لأن يشكر فلا يكفر، ويذكر فلا ينسى، ويطاع فلا يعصى

“Ketika Allah menjelaskan sebagian dari nikmat-nikmatNya yang mengharuskan timbulnya pujian kepadaNya dari hamba-hambaNya, berikut syukur kepadaNya dan beribadah kepadaNya, Allah memerintahkan untuk mentasbihkan dan mengagungkanNya, dimana Dia berfirman, ( فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ ) ‘Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Mahaagung.’ Maksudnya, sucikanlah Rabbmu Yang Agung Yang sempurna nama-nama dan sifat-sifatNya, banyak memberikan kebaikan dan balasan kebaikan dan pujilah Dia dengan hati, lisan, dan anggota tubuhmu, karena Dia memang layak untuk itu semua, Dia lah yang berhak disyukuri, maka jangan sampai Dia diingkari, (hendaknya) diingat dan disebut dalam dzikir dan tidak dilupakan, serta ditaati dan tidak dimaksiati.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 7 juz. 27)


Ternyata tidak hanya narsis, sebagian manusia juga sering memanfaatkan kelebihan yang ada pada mereka itu untuk “bermegah-megahan diantara mereka” sebagaimana firman Allah Ta’ala (ketika menjelaskan mengenai hakikat dunia, red);

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الأَمْوَالِ وَالأَوْلادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur.” (QS. Al-Hadid: 20)

( وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ ) أي: كل واحد من أهلها يريد مفاخرة الآخر، وأن يكون هو الغالب في أمورها، والذي له الشهرة في أحوالها، ( وَتَكَاثُرٌ فِي الأمْوَالِ وَالأوْلادِ ) أي: كل يريد أن يكون هو الكاثر لغيره في المال والولد، وهذا مصداقه، وقوعه من محبي الدنيا والمطمئنين إليها


“( وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ ) ‘Bermegah-megah antara kamu’ maksudnya, masing-masing orang yang memiliki tiap-tiap perhiasan dunia saling membangga-banggakan diri terhadap yang lain dan selalu berusaha untuk menjadi yang terdepan di bidangnya dan yang kondisinya ternama, ( وَتَكَاثُرٌ فِي الأمْوَالِ وَالأوْلادِ ) ‘serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak’ maksudnya, masing-masing ingin menjadi yang terbanyak dari segi harta dan anak dari yang lain. Ini terjadi pada mereka yang gila dunia dan merasa tenang terhadap dunia.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 7 juz. 27)


Akhirnya penyakit hati (i.e ‘ujub, sombong) mendominasi jiwa dan rasa tawadhu’ (rendah hati) pun menjadi sesuatu yang langka. Padahal Allah Ta’ala berfirman;

وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23

“Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al-Hadid: 23). Siapakah mereka?

أي: متكبر فظ غليظ، معجب بنفسه، فخور بنعم الله، ينسبها إلى نفسه، وتطغيه وتلهيه

“Yakni; orang (yang) angkuh, berhati keras, kasar, merasa kagum terhadap diri sendiri, membanggakan diri dengan berbagai nikmat Allah –Subhaanahu wa Ta’ala- yang dinyatakan sebagai hasil usahanya sendiri, hingga ia pun melampaui batas dan melalaikan kenikmatan-kenikmatan itu.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 7 juz. 27)


Bukankah sikap ini yang musti kita jauhi?. Perlu kiranya kita memahami dan merenungkan –wallaahu Ta’ala a’lamu- bahwa;

a). Hidup di dunia hanyalah sementara dan segala sesuatu yang kita miliki/ banggakan saat ini pasti akan lenyap tak berbekas di kemudian hari. Dengan demikian, apa yang layak dibanggakan dari sesuatu yang sifatnya sementara dan fana (tidak abadi)?. Sungguh bagus penjelasan al-‘Allamah as-Sa’di –raheemahullaahu- mengenai orang-orang yang mengetahui dunia dan hakikatnya;

فجعلها معبرا ولم يجعلها مستقرا، فنافس فيما يقربه إلى الله، واتخذ الوسائل التي توصله إلى الله وإذا رأى من يكاثره وينافسه بالأموال والأولاد، نافسه بالأعمال الصالحة

“Mereka menjadikan dunia sebagai tempat berlalu, bukan dijadikan sebagai tempat tinggal. Mereka selalu berlomba-lomba dan menyaingi segala hal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan menggunakan berbagai media yang bisa mengantarkan menuju surga, tempat kemuliaan Allah Ta’ala, ketika melihat orang yang menyainginya dengan memperbanyak harta dan anak, dihadapinya dengan memperbanyak amalan-amalan shalih.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 7 juz. 27)

b). Semua yang terjadi di muka bumi merupakan kehendak, qadha’ dan qadharNya. Allah Ta’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22

“Tiada sesuatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauh al-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid: 22)

وأخبر الله عباده بذلك لأجل أن تتقرر هذه القاعدة عندهم، ويبنوا عليها ما أصابهم من الخير والشر، فلا يأسوا ويحزنوا على ما فاتهم، مما طمحت له أنفسهم وتشوفوا إليه، لعلمهم أن ذلك مكتوب في اللوح المحفوظ، لا بد من نفوذه ووقوعه، فلا سبيل إلى دفعه، ولا يفرحوا بما آتاهم الله فرح بطر وأشر، لعلمهم أنهم ما أدركوه بحولهم وقوتهم، وإنما أدركوه بفضل الله ومنه، فيشتغلوا بشكر من أولى النعم ودفع النقم

“Allah Ta’ala mengabarkan hal itu kepada para hambaNya agar kaidah ini lekat di hati mereka. Agar mereka menunjukkan semua kebaikan dan keburukan berdasarkan kaidah tersebut supaya mereka tidak putus asa dan bersedih atas sesuatu yang luput dari mereka, disamping agar hati mereka tidak tamak dan memburu apa yang tidak didapatkan, karena mereka mengetahui bahwa hal itu telah tertulis di Lauhul Mahfuzh yang pasti berlaku dan terjadi, tidak ada cara untuk menolaknya. Tujuan lain adalah agar manusia tidak terlalu bergembira dengan bersikap sombong terhadap pemberian Allah Ta’ala, karena mereka mengetahui bahwa semua yang di dapat bukan karena usaha dan daya mereka, namun didapat karena karunia Allah Ta’ala yang memberi berbagai kenikmatan dan mencegah azab.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 7 juz. 27)

Wallaahu Subhaanahu wa Ta’ala a’lamu,......

[Baca Selengkapnya...]


 

Entri Populer

Recent Comments

Blog Statistic

Return to top of page Copyright © 2007 | Old Nakula