Menjaga Lisan Dari Mengolok-olok Sunnah Rasul



Minggu lalu, tepatnya tanggal 4-5 April 2012, rombongan karyawan dari Jabotabek-Jabar (Area II) melakukan kunjungan ke Area I Sumatera dalam rangka “Benchmarking” ke salah satu Regional yang (konon) dianggap berhasil mengimplementasikan konsep CDMP (i.e Coverage, Distribution, Merchandising and Promotion) dengan baik. Jika ditilik dari rundown acaranya, kunjungan tersebut memang murni berkaitan dengan benchmarking CDMP dan sharing ilmu mengenai tools yang diklaim mampu mempermudah decision maker melakukan controlling dan optimalisasi konsep CDMP di Regional tersebut, tidak ada kaitannya dengan performansi Regional kami maupun Regional yang bersangkutan (karena semuanya bertumbuh, red). Hari pertama para leader di Regional tersebut (selevel Spv dan Mgr) menyampaikan highlight CDMP dan implementasi tools GIS berbasis web yang digunakan untuk memonitor performansi sales dan network secara real time dan membantu user melakukan pengambilan keputusan secara akurat (dengan mempertimbangkan faktor spasial, red) dan tepat sasaran. Seluruh rangkaian acara berjalan lancar. Tidak ada leader tertinggi (selevel GM, kecuali dari Regional kami) yang berada di ruangan itu. Pun demikian, tidak ada sesuatu yang membuat suasana “kebatinan” di hari itu terasa aneh.


Baru di hari kedua, ketika leader Regional yang bersangkutan melakukan presentasi, ada sesuatu yang mengusik hati saya, dan mungkin pula (suasana hati) sebagian peserta yang berada di ruangan itu. Keprihatinan saya diawali ketika ia mengatakan (di awal presentasinya) bahwa keberhasilannya mempimpin salah satu Regional SCS di Sumatera tersebut disebabkan karena dirinya mampu mereformasi paradigma atau pola pikir “jumud” yang masih dipegang sebagian besar karyawan-karyawannya. Kemudian ia bercerita panjang lebar mengenai kondisi psikologis beberapa leadernya (sebelum ia datang) yang stress karena memikirkan target-target perusahaan, masalah tidak kondusifnya lingkungan pekerjaan hingga tidak harmonisnya hubungan personal antar karyawan yang berdampak pada penurunan performansi dirinya, sampai urusan rumah tangganya dll. Oke lah, untuk yang satu ini, no problemo. Namun ternyata tidak cukup sampai di situ saja, ia kemudian menceritakan sesuatu yang (sebenarnya) tidak ada urgensinya dan kaitannya langsung dengan pekerjaan, yakni bahwasanya kejumudan itu disebabkan oleh kedangkalan pola pikir orang-orang yang berjenggot di Regional tersebut, atau orang-orang bercelana ngatung (tidak isbal, red) yang mengatakan ini dan itu, seolah-olah hanya mereka saja yang berhak masuk Surga dll. “Jika demikian, enak banget yah Fidel Castro, ia kan berjenggot lebat, berarti bisa masuk Surga dong!”, katanya. Sungguh analogi yang bathil. Herannya, pernyataannya itu justru membuat dirinya dan sebagian orang-orang yang berada di ruangan itu tertawa terbahak-bahak. Sepertinya puas sekali bisa mentertawakan orang-orang yang berjenggot dan bercelana ngatung di Regional tersebut. Is it a joke?. Apa kaitannya jenggot dengan performansi perusahaan kita ya Pak?. Pola pikir mana (dari orang-orang yang berjenggot itu) yang menghambat kemajuan perusahaan kita ya Pak?. Masalah baik tidaknya performansi perusahaan koq anda kaitkan dengan urusan Surga dan Neraka ya Pak?. Apakah anda memiliki permasalahan pribadi dengan mereka?. Tidak puas hanya sekali, pernyataan itu pun ia ulang berkali-kali pada kesempatan yang berbeda. Saya pribadi merasa tidak punya urusan atau kepentingan dengan mereka. Biarlah masalah itu menjadi urusan dapur mereka sendiri. Yang sangat saya sayangkan adalah bahwasanya ucapan tersebut keluar dari lisan seorang leader yang seharusnya bertutur kata bijak, yang sepantasnya mengayomi para bawahannya, yang seharusnya paling mampu menuntut dirinya untuk berpikir terlebih dahulu sebelum berucap. Jika ia tidak suka dengan sebagian bawahannya, ya tinggal kritik saja perilakunya, bukan malah melecehkan jenggotnya atau celana ngatungnya, atau membuat-buat guyonan dengannya. Selama dua hari saya perhatikan, setiap kali shalat berjamaah di waktu dhuhur dan ‘Ashr didirikan, orang tersebut tidak pernah muncul batang hidungnya. Justru orang-orang yang ia lecehkan penampilan fisiknya itulah yang selalu ada di shaf terdepan. Sungguh ironis,.. Wallaahu Ta’ala a’lamu.


Bagi sebagian orang, pernyataan seperti itu barangkali dianggap sepele. “Gak usah diambil hati lah, namanya juga guyonan”. Namun adakah sesuatu yang “sepele” jika berkaitan dengan syariat?. Apakah diperkenankan syariat ini dijadikan bahan lelucon?. Ini bukan masalah diambil hati atau tidak, tapi masalahnya jauh lebih besar dari itu mas bro. Allah Ta’ala berfirman;

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah: 65-66)


Azbabun nuzul (sebab diturunkannya) ayat diatas adalah: Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Ka’ab, Zaid bin Aslam dan Qotadah, hadits dengan rangkuman sebagai berikut. Disebutkan bahwa pada suatu perjalanan perang (yaitu perang Tabuk), ada orang di dalam rombongan tersebut yang berkata, “Kami tidak pernah melihat seperti para ahli baca Al-Qur’an ini (yang dimaksudkan adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama dan para sahabatnya), kecuali sebagai orang yang paling buncit perutnya, yang paling dusta ucapannya dan yang paling pengecut tatkala bertemu dengan musuh.”

(Mendengar hal ini), ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata kepada orang tersebut, “Engkau dusta, kamu ini munafik. Aku akan melaporkan ucapanmu ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama.”

Maka ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu pun pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama. Namun sebelum ‘Auf sampai, wahyu telah turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallama (tentang peristiwa itu). Kemudian orang yang bersenda gurau dengan menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama sebagai bahan candaan itu mendatangi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallama yang saat itu sudah berada di atas untanya. Orang tadi berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama, kami tadi hanyalah bersenda gurau, kami lakukan itu hanyalah untuk menghilangkan kepenatan dalam perjalanan sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam perjalanan!”

Ibnu Umar (salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama yang berada di dalam rombongan) bercerita, “Sepertinya aku melihat ia berpegangan pada tali pelana unta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama sedangkan kakinya tersandung-sandung batu sembari mengatakan, “Kami tadi hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya (dengan membacakan firman Allah Ta’ala):

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah: 65-66).

Beliau mengucapkan itu tanpa menoleh orang tersebut dan beliau juga tidak bersabda lebih dari itu.” (HR. Ibnu Jarir Ath Thobariy dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Umar dan asy-Syaikh Muqbil bin Hadi dalam Ash-Shohihul Musnad min Asbabin Nuzul mengatakan bahwa sanad Ibnu Abi Hatim hasan)


Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama masih hidup saja masih ada orang-orang munafik yang berani mengolok-olok beliau dan para shahabatnya, apatah lagi di zaman ini dimana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallama dan para shahabatnya sudah wafat dan hanya tersisa di hadapan kita sunnah-sunnahnya saja, tentu orang-orang bodoh dan berpenyakit hatinya lebih berani lagi!. Kalau dahulu orang-orang munafik mengolok-olok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama di belakang beliau, di zaman ini orang-orang yang berpenyakit hatinya itu mengolok-olok dan bersenda gurau dengan sunnah-sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallama, dan itu tidak ada bedanya! (i.e antara mengolok-olok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama dan mengolok-olok sunnahnya, karena mengolok-olok sunnah beliau sama saja dengan mengolok-olok beliau shallallahu ‘alaihi wa sallama, red).


Berkata al-‘Allamah as-Sa’dy –raheemahullaahu- ketika menjelaskan QS. At-Taubah: 65-66 diatas;

وفي هذه الآيات دليل على أن من أسر سريرة خصوصا السريرة التي يمكر فيها بدينه ويستهزئ به وبآياته ورسوله فإن اللّه تعالى يظهرها ويفضح صاحبها ويعاقبه أشد العقوبة وأن من استهزأ بشيء من كتاب اللّه أو سنة رسوله الثابتة عنه أو سخر بذلك أو تنقصه أو استهزأ بالرسول أو تنقصه فإنه كافر باللّه العظيم وأن التوبة مقبولة من كل ذنب وإن كان عظيما

“Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa barangsiapa menyimpan rahasia buruk, khususnya rahasia makar terhadap agamaNya, mengolok-olokNya, ayat-ayatNya, serta RasulNya, maka Allah Ta’ala akan menampakannya, membeberkannya, dan menghukum pelakunya dengan keras. Dan barangsiapa yang menghina sesuatu dari Kitabullah (Al-Qur’an) atau sunnah Rasul yang shahih darinya atau mencelanya atau merendahkannya atau memperolok-olok Rasul atau merendahkannya, maka ia adalah kafir kepada Allah Yang Mahaagung dan bahwa taubat akan diterima dari segala dosa, meskipun dosa itu besar.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 3, juz. 10)


Ketahuilah, memelihara jenggot adalah sunnah beliau, meninggikan kain diatas mata kaki juga bagian dari sunnah beliau sebagaimana hadits;

“Cukurlah kumis dan peliharalah jenggot.” (HR. Muslim)

“Jauhilah olehmu Isbal (menurunkan kain dibawah mata kaki, red), karena ia termasuk perbuatan yang sombong.” (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi dengan sanad yang shahih)


Apakah anda wahai bapak, tidak menyukai sunnah beliau ini sekalipun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama mengerjakannya dan menjadikannya sebagai bagian dari syariat?. Mbok ya kalau sedang “galau” jangan meremehkan sunnah Nabi to Pak Pak, berat hukumannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda;

(( فَمَنْ رَغِمَ عَنْ سُنَّتِىْ فَلَيْسَ مِنِّيْ ))

“Barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku maka dia bukan golonganku.” (HR. al-Bukhari)

Ini baru sekedar “tidak menyukai” atau membenci saja, bagaimanakah dengan mereka yang mengolok-olok sunnah beliau namun mengaku mengikuti beliau shallallahu ‘alaihi wa sallama?. al-Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalaniy –raheemahullaahu- berkata;

“Yang dimaksud sunnah adalah jalan (metode) dan bukan berarti kalau dilaksanakan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa dan ‘tidak menyukai sesuatu” artinya berpaling darinya kepada yang lain. Maksudnya, siapa yang tidak menyukai jalan (metode) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama dan mengambil jalan (metode) selainnya maka dia bukan golongan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama.” (Fathul Bari Bi Syarh Shahih al-Bukhari, IX/105)

al-Imam an-Nawawiy –raheemahullaahu- berkata: “Maksud “لَيْسَ مِنِّي” (bukan golonganku) artinya dia termasuk orang kafir jika ia berpaling dari Sunnah Nabi, tidak meyakini Sunnah itu sesuai dengan nyatanya. Tapi jika ia meninggalkannya karena menggampangkannya maka ia tidak di atas tuntunan Nabi.” (Syarh Shahih Muslim, 9/179)


Ada dua kemungkinan yang terdapat pada sang Leader atau yang semisal dengannya;

Pertama; ia adalah orang awam yang jahil (bodoh) terhadap syariat sekalipun background pendidikannya setinggi langit atau jabatannya sedalam bumi.

Kedua; ia adalah orang yang berilmu terhadap syariat namun mengedepankan hawa nafsunya dan mengedepankan akal yang lemah sebagai tolok ukur kebenaran yang utama sekalipun tidak sejalan dengan syariat.

Jika ia masuk kategori yang pertama, ini adalah musibah (karena perkara seperti ini ternyata tidak tahu hukumnya, red), mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan dirinya dan saya dan semua orang-orang jahil (bodoh) huda (petunjuk) ke jalan yang lurus, bashirah dan ilmu dan menjaga lisan ini dari ucapan kotor dan buruk terhadap syariat yang bisa menyeret manusia ke dalam Jahannam. Jika ia masuk kategori yang kedua, mudah-mudahan Allah Ta’ala mengampuninya dan mudah-mudahan ia segera bertaubat kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala atas ucapan dan perbuatannya itu sebab Allah Ta’ala berfirman;

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ

“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun?.” (QS. Al-Qashash: 50)


Dan mudah-mudahan, kita termasuk orang-orang yang bisa mengambil pelajaran dari kesalahan orang lain dan terhindar dari fitnah sebagaimana firman-Nya;

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah berhati-hati orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya untuk tertimpa fitnah atau tertimpa adzab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63)

al-Hafizh Ibnu Katsir –raheemahullaahu- menafsirkan ayat diatas dengan berkata: “Hendaklah takut siapa saja yang menyelisihi syariat Rasul secara lahir maupun batin untuk tertimpa fitnah dalam hatinya baik berupa kekafiran, kemunafikan atau bid’ah atau tertimpa adzab yang pedih di dunia dengan dihukum mati atau dihukum had atau dipenjara atau sejenisnya.” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/319)

Wallaahu subhaanahu wa Ta’ala a’lamu...

_____________

Rujukan:

1). Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 3

2). Ilmu Ushul al-Fiqh al-Bida’

3). www.muslim.or.id

4). www.asysyariah.com

5). www.abuzuhriy.com

[Baca Selengkapnya...]


 

Entri Populer

Recent Comments

Blog Statistic

Return to top of page Copyright © 2007 | Old Nakula