Dalam statusnya
(di salah satu situs jejaring sosial), seorang teman cyber (sebut saja Mr. A) menyatakan keheranannya terhadap sebagian
orang (di zaman ini) yang masih menganggap bahwa bekerja, belajar, berinteraksi
sosial itu merupakan urusan duniawi. Kemudian ia mengatakan “Kalau begitu logikanya
maka korupsi bisa dibersihkan dengan sholat, haji, shodaqah dst dong”. Dilihat
dari ekspresinya, sepertinya Mr. A ingin mengatakan bahwa; sungguh aneh rasanya jika
hanya dengan melakukan amalan-amalan shalih seperti itu dosa seseorang bisa terhapus
(kemudian ia memberikan contoh kejahatan tindak pidana korupsi dalam case ini,
ed). Padahal sudah mafhum bahwa dosa-dosa itu (memang) bisa terhapus dengan
taubatan nasuuha dan amalan-amalan shalih lainnya –wallaahu a’lam-, karenanya kami menuliskan komentar di wall-nya –dengan beberapa tambahan redaksi- (tanpa
sedikit pun mengurangi rasa hormat kami kepadanya, red) sebagai berikut;
“Mungkin
yang dimaksud oleh pengucap adalah –wallaahu a’lam- perkara mubah dari urusan duniawi
seperti bekerja, atau belajar (yang tidak terkait dengan ilmu nafi’/ ilmu
ad-dien) namun tidak diniatkan untuk mengharapkan Wajah Allah Ta’ala, atau untuk
mendekatkan diri kepadaNya, atau untuk mengharapkan keridhaanNya atau untuk ketaatan
kepadaNya Pak (seperti bekerja dengan niat untuk menafkahi keluarga, menjaga diri (‘iffah) dari
perbuatan meminta-minta, berbagi rezeki dengan saudara-saudaranya yang
membutuhkan, atau berinteraksi sosial dalam rangka silaturahmi, menjaga hak-hak
tetangga dan lain-lain, red). Jika kondisinya demikian maka perkara-perkara
tersebut (barangkali) hanya akan menjadi urusan duniawi semata tanpa ada nilai ibadahnya.
Mereka hanya akan mendapatkan hasil jerih payah mereka tanpa adanya pahala yang menyertainya, seperti orang-orang yang bekerja dengan niat
mengejar atau menumpuk kekayaan, meningkatkan status sosial, atau mencari
kesenangan saja misalnya (tidak untuk tujuan ketaatan atau untuk beramal shalih).
Kekayaan atau status sosial atau kenikmatan-kenikmatan itu memang bisa ia dapatkan,
tapi tidak dengan pahalanya. Dalilnya adalah sebagai berikut;
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ
قَالَ سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ سَعِيدٍ يَقُولُ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ
مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى
اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ
يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami
Abdul Wahhab menuturkan; aku mendengar Yahya bin Sa’id mengatakan; telah
mengabarkan kepadaku Muhammad bin Ibrahim bahwasanya ia mendengar ‘Alqomah bin
Waqqash al-Laitsi menuturkan; aku mendengar Umar bin khaththab radhiyallaahu
‘anhu menuturkan; aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda,
“Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan niat dan untuk setiap orang
tergantung kepada apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah
dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa
hijrahnya karena dunia yang didapatkannya atau wanita yang dinikahinya, maka
hijrahnya kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.” (HR. al-Bukhari No. 2529,
3898 dan Muslim No. 1907)
Dan memang
benar (sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an wa Sunnah, red) bahwa dosa-dosa
itu bisa terhapus dengan taubat, ketaatan atau amal shalih seperti shalat,
haji, shadaqoh dan lain-lain, dan dalilnya sangat banyak, salah satunya adalah firman
Allah Ta’ala berikut;
إِنْ
تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا
الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (271
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir,
maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan
dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al-Baqarah:
271)
Mari
kita tanyakan makna ayat diatas kepada ahli tafsir (bukan kepada ahlul kalam
atau ashabul ra’yi lo ya). Berkata al-‘Allamah as-Sa’dy –raheemahullahu-
tatkala menjelaskan firman Allah Ta’ala وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ
مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ, “Dan
Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu.”
“Dalam
ayat ini terdapat indikasi bahwa dalam sedekah terkumpul dua hal; Pertama,
memperoleh kebaikan, yaitu banyaknya balasan baik dan pahala serta ganjarannya,
dan Kedua, menolak kejahatan dan musibah dunia dan akhirat dengan
penghapusan dosa-dosa.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 1, juz. 3,
tahqiq: Sa’ad bin Fawwaz ash-Shumail)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah –raheemahullaahu- menyatakan, “Jika seorang mukmin melakukan
kemaksiatan maka hukuman akibat maksiat tersebut bisa tercegah dengan sepuluh
sebab. (Diantaranya).. mukmin tersebut bertaubat sehingga Allah menerima taubatnya
karena sesungguhnya orang yang bertaubat dari suatu dosa itu bagaikan orang
yang tidak pernah melakukannya…. Atau dia melakukan amal kebajikan yang bisa menghapus
kemaksiatannya karena sesungguhnya amal kebajikan itu menghapus dosa amal keburukan…
dst.” (Majmu’ Fatawa, 10/45-46). Wallaahu ‘alam,..”
Selanjutnya
Mr. A mengatakan dalam komentarnya (note: karena status yang ia unggah sudah ia
hapus dari wall-nya, maka teks ucapannya berikut adalah kutipan secara makna, red),
“Jadi benar ya bahwa korupsi itu bisa dihapus dengan amal shalih. Kalau dana (tabungan
sang koruptor) sudah habis, ya sudah korupsi lagi kemudian beramal shalih, kan katanya
dosanya bisa terhapus.. :D”. Ia mencoba bermain-main dengan logikanya dalam memahami
dalil atau argumen yang menurutnya tidak masuk akal itu, namun sayangnya ia tidak
benar-benar memahami. Kemudian kami meresepon ucapannya –dengan beberapa
tambahan redaksi- sebagai berikut;
“Allah
Ta’ala dan Rasul-Nya Pak yang mengabarkan demikian (kepada kita).
Dia berfirman;
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ (114
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang
baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Hud: 114 )
Begitu
pula dengan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama yang bersabda mengenai
terhapusnya dosa dengan shalat lima waktu, haji atau umrah dan lain-lain (yang
merupakan bagian dari amalan shaliha, red).
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ
ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ
يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى
مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَكَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو
اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا
Telah
mengabarkan kepada kami Qutaibah dia berkata; Telah menceritakan kepada kami al-Laits
dari Ibnu Al Haad dari Muhammad bin Ibrahim dari Abu Salamah dari Abu Hurairah –radhiyallaahu
‘anhu- bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda: “Bagaimana
pendapatmu jika di depan pintu -rumah- salah seorang dari kalian ada sungai,
dia mandi di sungai itu setiap hari lima kali, apakah ada sisa kotoran
padanya?”, Mereka menjawab, “Tidak ada kotoran yang tersisa sedikitpun.”,
Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda: “Begitulah perumpamaan shalat
lima waktu. Allah menghapus dosa-dosa dengannya.” (HR. an-Nasa’i No.
458, ad-Darimi No. 1160)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ وَأَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ قَالَا
حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ
شَقِيقٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا
يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلَّا
الْجَنَّةُ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ عُمَرَ وَعَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ وَأَبِي
هُرَيْرَةَ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُبْشِيٍّ وَأُمِّ سَلَمَةَ وَجَابِرٍ قَالَ
أَبُو عِيسَى حَدِيثُ ابْنِ مَسْعُودٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ
مَسْعُودٍ
Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah dan Abu Sa’id al-Asyajj berkata; telah menceritakan
kepada kami Abu Khalid al-Ahmar dari Amru bin Qais dari ‘Ashim dari Syaqiq dari
Abdullah bin Mas’ud –radhiyallaahu ‘anhu- berkata; Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa sallama bersabda: “Lakukanlah haji dan umrah dalam waktu yang
berdekatan, karena keduanya dapat menghilangkan kemiskinan dan menghapus
dosa sebagaimana al-kir menghilangkan karat besi, emas dan perak. Tidak ada
balasan haji mabrur kecuali syurga.” Hadits semakna diriwayatkan dari Umar,
Amir bin Rabi’ah, Abu Hurairah, Abdullah bin Hubsyi, Umu Salamah dan Jabir. Abu
‘Isa berkata; “Hadits Ibnu Mas’ud merupakan hadits hasan gharib dari hadits
Ibnu Mas’ud.” (Diriwayatkan oleh al-Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya No. 738)
0 Respones to "Wahyu Vs Logika: Catatan Kecil Untuk Mr. A (Bag. 1)"
Posting Komentar