Jumlah orang pinter di
negeri ini sebenarnya melimpah ruah, tapi yang benar-benar istiqamah (baca:
tidak keblinger, red) di atas jalan yang lurus itu tidaklah banyak –wallaahu a’lam-.
Ada yang sedari awal memposisikan dirinya sebagai tokoh “antagonis” melalui berbagai
pernyataan dan sikap kontroversialnya terhadap syariat, melontarkan stigma
buruk terhadap mutaqaddimin dan mutaakhirin yang konsisten menyerukan al-Haq,
wala’ dan gandrung terhadap ideologi sekuler dan liberal, dan intim dengan para
pengusungnya. Ada pula yang sedari awal bersikap “protagonis” terhadap syariat,
vokal dalam menyuarakan kebenaran, namun belakangan menjadi lemah, bersikap
moderat (yang) tidak pada tempatnya dan kerap mengaburkan esensi kebenaran itu
sendiri. Bisajadi karena jabatan, harta, popularitas, atau kepentingan politis
lain –wallaahu a’lam-. Sosok yang terkenal idealis dan berilmu pun nyatanya
bisa berubah menjadi pragmatis (sedemikian rupa), lantas bagaimana dengan orang-orang awamnya
ya? (just a rhetorical question). Barangkali mereka khawatir, jika mereka
berbicara blak-blakan (apa adanya), popularitasnya menjadi menurun, penilaian
masyarakat menjadi berubah dan konstituennya menjadi berkurang karenanya. Atau karena
alasan klasik lainnya; i.e bisa memecah belah persatuan!. Ini adalah dampak
dari berbagai macam penyakit kronis (yang menimpa ummat), mulai dari fitnah infiltrasi
ideologi, politik praktis produk demokrasi yang ternyata tidak syar’i itu dan
fitnah dunia. Contoh “cerdik pandai” yang terjebak dalam pusaran ideologi seperti itu
adalah Kyai MFM, seorang pengurus inti organisasi keagaamaan terbesar di
Indonesia, sekaligus tokoh liberalis masa kini. Ia berkata dalam wawancaranya
dengan Majalah Detik Edisi 27 Agustus – 2 September 2012)[1];
Memang betul Pak Yai bahwa urusan surga dan neraka itu bukan urusan makhluq, melainkan urusan Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Hanya Dia semata yang berhaq menentukan seseorang itu berada di surgaNya atau di nerakaNya. Namun tidak berarti pula bahwa manusia itu tidak diberikan pilihan sama sekali untuk menentukan masa depannya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala sudah memberikan petunjuk jalan yang terang kepada manusia agar bisa merasakan kenikmatan abadi di surgaNya yang luas dan (sebaliknya) Dia juga sudah memberikan peringatan (warning) kepada hamba-hambaNya (melalui lisan para RasulNya, red) agar tidak melalui jalan-jalan kesesatan yang (hanya) akan membawa mereka masuk ke dalam nerakaNya yang panas. Itulah mengapa Allah Ta’ala menganugerahkan kehendak kepada makhluq. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman;
مِنكُم
مَّن يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ الآخِرَةَ
“Di antara kamu ada orang
yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat.”
(QS. Ali Imran: 152)
فَمَن
شَاء فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاء فَلْيَكْفُرْ
“Maka barang siapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir)
biarlah ia kafir.” (QS. Al-Kahfi: 29)
Bukankah itu merupakan sebuah
pilihan dari Allah Ta’ala kepada hambaNya?. Hanya saja (sebagaimana yang
diterangkan dalam ayat di atas) ada di antara manusia yang lebih menghendaki kehidupan
dunia yang fana daripada kehidupan akhirat yang kekal, dan ada pula manusia yang
lebih memilih jalan kekafiran daripada jalan keimanan kendati hujjah yang
terang sudah ditegakkan kepada mereka. Dan ini adalah fakta yang terjadi dari
zaman ke zaman. Perlu kiranya ditegaskan (disini) bahwasannya Allah Ta’ala
bukanlah Dzat yang zhalim yang memasukkan manusia ke dalam api neraka dan
mengazabnya tanpa (adanya) sebab. Dia adalah Dzat Yang Mahaadil. Jika pada
akhirnya manusia mendapatkan azab, itu karena ulah mereka sendiri.
Yang lebih aneh lagi adalah
pernyataan Pak Yai berikut, “Jangan dikira kalau kita beramal saleh lalu
beriman menurut keyakinan kita masuk surga, sementara yang tidak seiman dengan
kita masuk neraka”. Benarkah demikian?. Kami yakin Pak Yai sebenarnya
sudah tahu (kebenaran yang sesungguhnya), hanya saja ia berpura-pura tidak tahu
atau hanya ingin membiaskan sesuatu yang sudah jelas hukumnya demi tujuan
tertentu –wallaahu a’lam-. Allah Subhaanahu wa Ta’ala mengabarkan (melalui lisan NabiNya
Shalallaahu ‘alaihi wa sallama) mengenai balasan orang-orang mukmin yang
mengerjakan amal shalih. Allah Ta’ala berfirman;
وَبَشِّرِ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الأَنْهَارُ
“Dan sampaikanlah berita
gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka
disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.” (QS.
al-Baqarah: 25)
وَقُلِ
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ
إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ
يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ
الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا (29) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ إِنَّا لا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلا (30) أُولَئِكَ
لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا
مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِنْ سُنْدُسٍ
وَإِسْتَبْرَقٍ مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الأَرَائِكِ نِعْمَ الثَّوَابُ
وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا (31
“Dan katakanlah: ‘Kebenaran
itu datangnya dari Rabbmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia
beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir’. Sesungguhnya
Kami telah sediakan bagi orang orang zhalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi
minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah
minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. Sesungguhnya
mereka yang beriman dan beramal shalih, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan
pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. Mereka itulah
(orang-orang yang) bagi mereka surga ‘Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya;
dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian
hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar
di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat
istirahat yang indah.” (QS. Al-Kahfi: 29-31)
Berkata al-‘Allamah Abdurrahman
bin Nashir as-Sa’dy –raheemahullaahu Ta’ala- (w. 1376 H) tatkala menjelaskan
ayat diatas;
أي:
قل للناس يا محمد: هو الحق من ربكم أي: قد تبين الهدى من الضلال، والرشد من الغي،
وصفات أهل السعادة، وصفات أهل الشقاوة، وذلك بما بينه الله على لسان رسوله، فإذا
بان واتضح، ولم يبق فيه شبهة
( فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ
فَلْيَكْفُرْ ) أي: لم يبق إلا سلوك
أحد الطريقين، بحسب توفيق العبد، وعدم توفيقه، وقد أعطاه الله مشيئة بها يقدر على
الإيمان والكفر، والخير والشر، فمن آمن فقد وفق للصواب، ومن كفر فقد قامت عليه
الحجة، وليس بمكره على الإيمان، كما قال تعالى
لا
إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
وليس
في قوله: ( فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر ) الإذن
في كلا الأمرين، وإنما ذلك تهديد ووعيد لمن اختار الكفر بعد البيان التام، كما ليس
فيها ترك قتال الكافرين.
ثم
ذكر تعالى مآل الفريقين فقال: ( إِنَّا أَعْتَدْنَا
لِلظَّالِمِينَ ) بالكفر والفسوق والعصيان (
نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ) أي: سورها المحيط بها، فليس لهم منفذ
ولا طريق ولا مخلص منها، تصلاهم النار الحامية
( وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا ) أي: يطلبوا
الشراب، ليطفئ ما نزل بهم من العطش الشديد
( يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ ) أي:
كالرصاص المذاب، أو كعكر الزيت، من شدة حرارته ( يَشْوِي الْوُجُوهَ ) أي: فكيف
بالأمعاء والبطون، كما قال تعالى
يُصْهَرُ
بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ * وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ
(بِئْسَ
الشَّرَابُ ) الذي يراد ليطفئ
العطش، ويدفع بعض العذاب، فيكون زيادة في عذابهم، وشدة عقابهم ( وَسَاءَتْ ) النار ( مُرْتَفَقًا
) وهذا ذم لحالة النار، أنها ساءت المحل، الذي يرتفق به، فإنها ليست فيها
ارتفاق، وإنما فيها العذاب العظيم الشاق، الذي لا يفتر عنهم ساعة، وهم فيه مبلسون
قد أيسوا من كل خير، ونسيهم الرحيم في العذاب، كما نسوه
ثم
ذكر الفريق الثاني فقال: ( إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ) أي: جمعوا بين الإيمان بالله وملائكته وكتبه
ورسله واليوم الآخر والقدر خيره وشره، وعمل الصالحات من الواجبات والمستحبات ( إِنَّا لا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلا )
وإحسان العمل: أن يريد العبد العمل لوجه الله، متبعا في ذلك شرع الله. فهذا العمل
لا يضيعه الله، ولا شيئا منه، بل يحفظه للعاملين، ويوفيهم من الأجر، بحسب عملهم
وفضله وإحسانه، وذكر أجرهم بقوله: ( أُولَئِكَ لَهُمْ
جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ
أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِنْ سُنْدُسٍ
وَإِسْتَبْرَقٍ مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الأرَائِكِ )
“Maksudnya ‘Katakanlah’ wahai Muhammad kepada umat manusia
bahwa, ‘Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu,’
maksudnya, sungguh telah menjadi jelas antara petunjuk dan kebatilan, kebenaran
dan kesesatan, sifat-sifat orang-orang yang berbahagia dan sifat-sifat
orang-orang yang sengsara. Demikian itu berdasarkan hasil penjelasan Allah
melalui lisan RasulNya. Apabila telah jelas, nampak, dan tidak ada kesamaran
padanya, ‘maka barangsiapa yang ingin (beriman)
hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir,’
maksudnya tidak ada pilihan kecuali dengan menempuh salah satu dari dua jalan
sesuai dengan adanya taufik bagi seorang hamba atau tidaknya. Allah telah
memberinya kehendak untuk memilih antara keimanan dan kekufuran, kebaikan dan
keburukan. Barangsiapa beriman, maka sungguh dia telah diberi taufik menuju
kebenaran, dan barangsiapa yang kafir, maka sungguh hujjah telah tegak atasnya,
tidak ada yang memaksanya untuk beriman. Sebagaimana firman Allah Ta’ala;
لا
إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama Islam; sesungguhnya
sudah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat.” (QS. al-Baqarah: 256)
Bukan berarti dalam firman
Allah, ‘maka barangsiapa yang ingin (beriman)
hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir’
mengandung pengertian dibolehkannya dua perbuatan tersebut. Akan tetapi, hal itu
merupakan peringatan dan ancaman bagi orang yang memilih kekafiran setelah
adanya penjelasan yang sempurna. Sebagaimana ayat itu memuat pengertian
untuk membiarkan orang-orang yang kafir tanpa diperangi.
Kemudian Allah Ta’ala
menyebutkan tempat kembali dua golongan itu. Allah Ta’ala berfirman, ‘Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zhalim
itu,’ karena kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan mereka, ‘neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.’
Maksudnya pagar-pagarnya mengepung mengelilingi mereka, maka tidak ada celah
keluar dan jalan untuk melarikan diri meninggalkannya. Api neraka membakar
mereka. ‘Dan jika mereka meminta minum, niscaya
mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih,’
maksudnya seperti timah yang mencair atau seperti kerak minyak karena panas, ‘yang menghanguskan muka.’ Maka bagaimana
(jadinya) dengan usus-usus dan perut-perut mereka. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala;
يُصْهَرُ
بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ * وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ
“Dengan air itu
dihancurluluhkan segala yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka).
Dan untuk mereka, cambuk-cambuk dari besi.” (QS. al-Hajj: 20-21)
‘Itulah minuman
yang paling buruk,’ yang ditujukan untuk meghilangkan rasa
dahaga dan menolak sebagian azab, namun malah menjadi penambah siksa mereka dan
kedahsyatan hukuman mereka. dan ‘yang paling jelek,’
maksudnya, neraka itu (adalah tempat yang paling jelek sebagai) ‘tempat istirahat.’ Ini merupakan celaan tentang
keadaan neraka, bahwasannya neraka merupakan seburuk-buruk tempat yang
digunakan sebagai tempat beristirahat, karena tidak ada tempat yang nyaman di
dalamnya. Akan tetapi, di dalamnya adalah siksa yang besar dan berat, yang tidak
berhenti barang sesaat pun dari mereka. Mereka berduka cita di dalamnya,
berputus asa dari segala kebaikan. Allah Yang Mahapengasih telah melupakan
(tidak mempedulikan) mereka dalam siksa sebagaimana mereka telah melupakanNya
(di dunia).
0 Respones to "Pemikiran GanJIL Sang Tokoh JIL (Bag. 1)"
Posting Komentar