Agama Islam yang haq ini
memerintahkan kita, kaum muslimin (tulen) untuk senantiasa mencintai
orang-orang terdahulu yang beriman, memintakan ampunan bagi mereka, dan mendoakan
kebaikan untuk mereka. Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman;
وَالَّذِينَ
جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا
لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang
sesudah mereka (i.e sesudah Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb
kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih
dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami
terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun
lagi Maha Penyanyang.” (QS. al-Hasyr: 10)
Adalah para shahabat Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, umat terbaik yang pernah ada dalam sejarah agama
ini yang terdepan lagi terdahulu dalam keimanan, ketakwaan dan kebaikan. Oleh
karenanya, al-Imam asy-Syaukani –raheemahullaahu- (w. 1250 H) berkata tatkala
menjelaskan ayat ini;
“Barang siapa yang tidak
memohonkan ampun kepada Allah untuk para shahabat secara keseluruhan, serta
tidak memohonkan ridha Allah untuk mereka, berarti ia telah menyalahi perintah
Allah dalam ayat ini. Jika seseorang mendapati suatu kebencian dalam hatinya
terhadap sahabat, berarti ia telah tertimpa godaan syaithan dan telah dikuasai
kemaksiatan yang besar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena ia telah
melakukan permusuhan kepada wali-wali Allah, generasi terbaik umat Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallama. Dan telah terbuka baginya pintu kehinaan yang
akan mengantarkannya masuk ke dalam neraka Jahanam, jika ia tidak segera
memperbaiki dirinya dengan berlindung dan meminta pertolongan kepada Allah,
supaya Allah mencabut kedengkian yang mewarnai hatinya kepada generasi terbaik
dan paling utama itu. Jika kemudian, kedengkian yang ada dalam hatinya itu
meluap hingga melahirkan cacian pada mulut terhadap salah seorang di antara
mereka, berarti ia telah takluk pada kendali syaithan dan telah terjerumus ke
dalam kemurkaan Allah. Penyakit akut ini hanya menimpa orang-orang yang
termakan oleh ajaran Râfidhah (Syi’ah) atau terperangkap menjadi kawan bagi
musuh-musuh shahabat. Dia dipermainkan dan ditipu oleh syaithan dengan
kedustaan-kedustaan, cerita-cerita bohong, serta kisah-kisah khurafat (tentang
Shahabat). Syaithan telah memalingkan mereka dari Kitab Allah, kitab yang tidak
bisa disentuh oleh kebatilan, baik dari arah depan maupun dari arah belakang.” (Tafsir
Fathu al-Qadîr, 5/202)
Berkata al-‘Allamah
Abdurrahman as-Sa’dy -raheemahullaahu- (w. 1376 H) ketika menjelaskan ayat diatas;
فهذان الصنفان، الفاضلان الزكيان هم الصحابة الكرام
والأئمة الأعلام، الذين حازوا من السوابق والفضائل والمناقب ما سبقوا به من بعدهم،
وأدركوا به من قبلهم، فصاروا أعيان المؤمنين، وسادات المسلمين، وقادات المتقين وحسب
من بعدهم من الفضل أن يسير خلفهم، ويأتم بهداهم، ولهذا ذكر الله من اللاحقين، من
هو مؤتم بهم وسائر خلفهم فقال: وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ أي: من بعد المهاجرين والأنصار
يَقُولُونَ على وجه النصح لأنفسهم
ولسائر المؤمنين: رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا
بِالإِيمَانِ وهذا دعاء شامل لجميع المؤمنين، السابقين من الصحابة، ومن قبلهم ومن
بعدهم
“Kedua golongan mulia dan
suci di atas (i.e Muhajirin wal Anshar) adalah para shahabat yang mulia dan
para imam bagi orang-orang utama. Mereka adalah sosok yang telah meraih
predikat sebagai yang terdepan, nilai-nilai keutamaan dan sifat baik yang tidak
bisa disaingi oleh orang-orang setelah mereka dan belum pernah diperoleh oleh
orang-orang sebelum mereka. Mereka pun menjadi para pemimpin kaum Mukminin,
Muslimin dan orang-orang bertakwa. Cukuplah bagi generasi setelah mereka
mendapatkan kebaikan dengan berjalan di belakang mereka dan menjadikan petunjuk
mereka sebagai pemimpin. Oleh karena itulah Allah Ta’ala menyebut
generasi-generasi setelah mereka, yaitu orang-orang yang mengikuti mereka dan
seluruh orang yang ada setelah mereka seraya berfirman, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka,” Yakni setelah kaum
Muhajirin dan Anshar, “mereka berdoa,” memberi
nasihat untuk diri mereka sendiri dan kaum Muslimin, “Ya
Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih
dahulu dari kami.” Doa ini mencakup seluruh kaum Mukminin dari kalangan
shahabat pendahulu dan orang-orang sebelum dan sesudah mereka.” (Taiseer
al-Kareem ar-Rahman vol. 7, juz. 28)
Ucapan para Imam ahlus
sunnah wal Jama’ah diatas senada dengan nasihat dari salah seorang shahabat yang mulia,
Abdullah bin Mas’ud -radhiyallaahu ‘anhu-, beliau berkata, “Barang siapa di
antara kamu ingin mengambil keteladanan, maka hendaklah ia mengambil
keteladanan dari para shahabat Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, sebab
mereka adalah orang-orang yang hatinya baik, ilmunya mendalam, sedikit takalluf
(memaksakan diri melebihi batas kemampuannya), memiliki petunjuk yang lurus,
baik keadaannya. Mereka adalah suatu kaum yang Allah Ta’ala pilih untuk
dijadikan sebagai sahabat Nabi-Nya. Maka dari itu, ketahuilah keutamaan mereka
dan ikutilah jejak-jejak mereka, sebab mereka berada di atas petunjuk yang
lurus.” (Atsar dikeluarkan oleh al-Imam Ibnu Abdil Barr dalam Jaami’
Bayaanil ‘Ilmi, 1810)
Namun anehnya, masih saja ada
satu kelompok yang mengaku-ngaku sebagai bagian dari kaum muslimin namun begitu
dengki terhadap mereka, membenci mereka, mengolok-olok mereka, mencaci maki
mereka, bahkan mengkafirkan mereka. Siapakah kelompok yang dimaksud itu?. Siapa
lagi kalau bukan Syiah Rafidhah (sebagaimana yang disebutkan oleh al-Imam
asy-Syaukani –raheemahullaahu- dalam tafsirnya di atas, red) yang hari ini
menjelma dalam sekte; Syiah Imamiah Itsna Asyariyah, yang merupakan madzhab
resmi negara ex. Majusi Iran yang ajarannya mulai menyebar ke seluruh pelosok
Indonesia itu. Perhatikan ucapan ahli hadits besar mereka, al-Kulaini. Ia membawakan
riwayat dari Ja’far ash-Shadiq ‘alaihis salam (secara dusta);
“Manusia (para sahabat)
telah murtad setelah wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallama kecuali tiga
orang.” Aku berkata, “Siapa saja tiga orang tersebut?”, Disebutkan, “al-Miqdad
bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi.” (Furu’ Al Kaafi,
al-Kulaini, hal. 115)
Sungguh kotor dan keji
lisan-lisan mereka (i.e Syiah Rafidhah)!.
Orang-orang shalih yang telah Allah Ta’ala pilih sebagai sahabat terbaik bagi
Rasul-Nya Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, yang Allah Ta’ala puji dalam
Kitab-Nya, mereka cela dan kafirkan sedemikian rupa. Padahal Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallama pernah bersabda;
لَا
تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ
أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
“Janganlah kalian mencaci
maki para sahabatku! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya
seseorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka dia
tidak akan dapat menandingi sedekah satu mud mereka, bahkan tidak (pula) setengahnya.”
(HR. al-Bukhari no. 3673 dan Muslim no. 2540)
Sedekah emas sebesar gunung
Uhud saja tidak mampu menandingi setengah mudnya (sedekah) para shahabat (1 mud
itu setara dengan 0.75 Kg, red), apalagi keimanannya, ketakwaannya, jihadnya,
hijrahnya, ibadahnya, dan amalan shalih lainnya. Ga pernah ada ceritanya tuh orang
Syiah Rafidhah memiliki emas sebesar gunung Uhud atau menginfakkan seluruh hartanya
yang sepadan dengan gunung Uhud di jalan kebaikan. Kalau pun ada dan mereka
infakkan seluruhnya, tetap saja tidak akan pernah bisa mendandingi (secuil) keutamaan
para shahabat radhiyallaahu ‘anhum ajma’in yang mereka caci, fasikkan dan
kafirkan itu!. Atas kezindiqannya itulah, para imam ahlus sunnah wal jama’ah mengeluarkan
mereka dari Islam (kecuali Syi’ah Zaidiyah yang hanya mengutamakan shahabat Ali
bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu di atas Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar Ibnul
Khaththab dan Utsman bin ‘Affan radhiyallaahu ‘anhum namun tidak mengkafirkan mereka atau para shahabat lainnya, red) dan menganggap mereka bukan
bagian dari Islam yang suci.
al-Imam Malik bin Anas
–raheemahullaahu- (w. 179 H) mengatakan;
روى
الخلال عن ابى بكر المروزى قال : سمعت أبا عبد الله يقول قال مالك : الذى يشتم
اصحاب النبى صلى الله عليه وسلم ليس لهم اسم او قال نصيب فى الاسلام
Al-Khalal meriwayatkan dari
Abu Bakar al-Marwazi, katanya : “Saya mendengar Abu Abdillah berkata, bahwa
Imam Malik berkata: ‘Orang yang mencela sahabat-sahabat Nabi, maka ia tidak
termasuk dalam golongan Islam’.” (as-Sunnah, 2/557)
Begitu pula al-Imam Ahmad
bin Hambal –raheemahullaahu- (w. 241 H) sebagaimana yang diriwayatkan oleh
al-Khalal;
أخبرنا
عبد الله بن احمد بن حمبل قال : سألت أبى عن رجل شتم رجلا من اصحاب النبى صلى الله
عليه وسلم فقال : ما أراه على الاسلام
“Abdullah bin Ahmad bin
Hambal bercerita pada kami, katanya : “Saya bertanya kepada ayahku perihal
seorang yang mencela salah seorang dari sahabat Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
sallama. Maka beliau menjawab : “Saya berpendapat ia bukan orang Islam.” (as-Sunnah,
2/558)
0 Respones to "Membela Shahabat Nabi Dari Celaan Syiah Rafidhah (Bag. 1)"
Posting Komentar