Di dalam Al-Qur’an yang
mulia, Allah Subhaanahu wa Ta’ala banyak membuat permisalan/ perumpamaan-perumpamaan
untuk hamba-hamba-Nya agar mereka mau merenungkan dan memikirkannya. Allah Ta’ala
berfirman;
وَتِلْكَ
الأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (21
“Dan
perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir.”
(Al-Hasyr: 21)
Al-‘Allamah as-Sa’dy –raheemahullaahu- menjelaskan ayat diatas di dalam tafsirnya;
ثم
أخبر تعالى أنه يضرب للناس الأمثال، ويوضح لعباده في كتابه الحلال والحرام، لأجل أن
يتفكروا في آياته ويتدبروها، فإن التفكر فيها يفتح للعبد خزائن العلم، ويبين له طرق
الخير والشر، ويحثه على مكارم الأخلاق، ومحاسن الشيم، ويزجره عن مساوئ الأخلاق، فلا
أنفع للعبد من التفكر في القرآن والتدبر لمعانيه
“Kemudian Allah Ta’ala
memberitahukan bahwa Dia membuat perumpamaan untuk manusia dan menjelaskan
halal dan haram dalam kitabNya, agar mereka mau memikirkan tanda-tanda
kebesaran Allah Ta’ala. Karena dengan memikirkan tanda-tanda tersebut, seorang
hamba akan mampu membuka berbagai perbendaharaan ilmu. Allah Ta’ala juga
menjelaskan jalan kebaikan dan keburukan bagi para hambaNya, mendorong untuk
berakhlak dan bersifat yang baik, dan melarang manusia dari berbagai akhlak
buruk. Maka tidak ada yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba daripada
memikirkan dan merenungkan al-Qur’an serta makna-maknanya.” (Taiseer
al-Kareem ar-Rahman vol. 7, juz. 28, tahqiq: asy-Syaikh Sa’ad bin Fawwaz
ash-Shumail).
Salah satu perumpamaan yang
Allah Ta’ala buat di dalam kitabNya untuk dijadikan bahan perenungan dan
pelajaran bagi manusia adalah seperti yang tertulis dalam surat al-Kahfi: 32-44
berikut;
وَاضْرِبْ
لَهُمْ مَثَلا رَجُلَيْنِ جَعَلْنَا لأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا
بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا (32) كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا
وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئًا وَفَجَّرْنَا خِلالَهُمَا نَهَرًا (33) وَكَانَ لَهُ
ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالا وَأَعَزُّ
نَفَرًا (34) وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ
تَبِيدَ هَذِهِ أَبَدًا (35) وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ
إِلَى رَبِّي لأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا (36) قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ
يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ
سَوَّاكَ رَجُلا (37) لَكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا
(38) وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ
إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالا وَوَلَدًا (39) فَعَسَى رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ
خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ
صَعِيدًا زَلَقًا (40) أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا
(41) وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَى مَا أَنْفَقَ فِيهَا
وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي
أَحَدًا (42) وَلَمْ تَكُنْ لَهُ فِئَةٌ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ
مُنْتَصِرًا (43) هُنَالِكَ الْوَلايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ
عُقْبًا (44)
“Dan berikanlah kepada
mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di
antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua
kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan
ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang
buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, dan
dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mu’min)
ketika bercakap-cakap dengan dia: ‘Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan
pengikut-pengikutku lebih kuat’. Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zhalim
terhadap dirinya sendiri; ia berkata: ‘Aku kira kebun ini tidak akan binasa
selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika
sekiranya aku kembalikan kepada Rabbku, pasti aku akan mendapat tempat kembali
yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu’. Kawannya (yang mu’min) berkata
kepadanya sedang dia bercakap-cakap dengannya: ‘Apakah kamu kafir kepada (Rabb)
yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia
menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?’. Tetapi aku (percaya bahwa):
Dialah Allah, Rabbku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Rabbku’.
Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu, ‘Sungguh atas
kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan
Allah’. Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan,
maka mudah-mudahan Rabbku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari
pada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari
langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin; atau airnya
menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya
lagi’. Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membolak-balikkan kedua
tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu,
sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: ‘Aduhai
kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Rabbku’. Dan tidak
ada bagi dia segolongan pun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali
ia tidak dapat membela dirinya. Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Haq.
Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan.”
(Al-Kahfi: 32-44)
Ayat diatas menceritakan tentang
kondisi dua orang laki-laki dari kalangan bani Israil, satu diantaranya adalah
orang yang mensyukuri nikmat Allah Ta’ala. al-‘Allamah as-Sa’dy –raheemahullaahu
menjelaskan;
يقول
تعالى لنبيه صلى الله عليه وسلم: اضرب للناس مثل هذين الرجلين، الشاكر لنعمة الله،
والكافر لها، وما صدر من كل منهما، من الأقوال والأفعال، وما حصل بسبب ذلك من العقاب
العاجل والآجل، والثواب، ليعتبروا بحالهما، ويتعظوا بما حصل عليهما
“Allah Ta’ala berfirman
kepada NabiNya Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, ‘Berikanlah perumpamaan dua
orang laki-laki ini kepada umat manusia. Yaitu, orang yang mensyukuri nikmat
Allah dan yang mengkufurinya serta segala sesuatu yang mereka perbuat dan
katakan, peristiwa-peristiwa yang terjadi karenanya, berupa hukuman langsung
dan tunda (hukuman dunia dan akhirat) serta pahala, supaya mereka dapat
mengambil pelajaran tentang kondisi keduanya dan mengambil hikmah dengan apa
yang terjadi pada mereka.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 4, juz. 15, tahqiq:
asy-Syaikh Sa’ad bin Fawwaz ash-Shumail)
Orang yang kufur terhadap
nikmat Allah Ta’ala itu begitu berbangga hati dengan banyaknya harta yang ia miliki.
Mata hatinya benar-benar terbutakan oleh kenikmatan duniawi yang berada di hadapannya
hingga ia meremehkan dan mengolok-olok temannya yang mu’min (yang memiliki
harta lebih sedikit) dan terlalaikan dari kewajiban bersyukur kepada Rabbnya. Lihatlah
apa yang ia katakan, ‘Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan
pengikut-pengikutku lebih kuat’. Temannya yang mu’min berkata untuk menasihati
dan memperingatkannya, “Apakah kamu kafir kepada (Rabb) yang menciptakan kamu
dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang
laki-laki yang sempurna?”. Al-‘Allamah as-Sa’dy –raheemahullahu Ta’ala-
menjelaskan;
فهو
الذي أنعم عليك بنعمة الإيجاد والإمداد، وواصل عليك النعم، ونقلك من طور إلى طور، حتى
سواك رجلا كامل الأعضاء والجوارح المحسوسة، والمعقولة، وبذلك يسر لك الأسباب، وهيأ
لك ما هيأ من نعم الدنيا، فلم تحصل لك الدنيا بحولك وقوتك، بل بفضل الله تعالى عليك،
فكيف يليق بك أن تكفر بالله الذي خلقك من تراب، ثم من نطفة ثم سواك رجلا وتجحد نعمته، وتزعم أنه لا يبعثك، وإن بعثك أنه يعطيك
خيرا من جنتك؟! هذا مما لا ينبغي ولا يليق
“Dialah Allah yang
mengaruniakan kepadamu nikmat penciptaan dan bantuan, dan senantiasa
mencurahkan kenikmatan kepadamu secara silih berganti serta mengalihkanmu dari
satu fase ke fase berikutnya sampai Allah menjadikanmu sebagai seorang
laki-laki dengan anggota fisik yang sempurna, anggota tubuh yang teraba maupun
yang abstrak. Dengan itu Allah memudahkan bagimu segala sebab-sebab kemudahan,
menyiapkan untukmu kenikmatan-kenikmatan dunia. Engkau tidak mendapatkan dunia
dengan upaya dan kekuatanmu sendiri. Tetapi karena karunia Allah terhadapmu.
Maka, apakah patut engkau mengingkari Allah yang telah menciptakanmu dari tanah
kemudian dari setetes air mani, lalu menjadikanmu seorang laki-laki yang
sempurna, sementara engkau tidak peduli dengan nikmatNya dan menyangka bahwa
Dia tidak akan mampu membangkitkanmu, (dan menyangka) kalau Dia
membangkitkanmu, niscaya Dia akan memberikan karunia yang lebih baik dari
kebunmu?!, Ini merupakan hal yang tidak pantas dan tidak layak.”
Di tempat yang lain beliau juga
menjelaskan;
فأي:
تلازم بين عطاء الدنيا وعطاء الآخرة، حتى يظن بجهله أن من أعطي في الدنيا أعطي في الآخرة،
بل الغالب، أن الله تعالى يزوي الدنيا عن أوليائه وأصفيائه، ويوسعها على أعدائه الذين
ليس لهم في الآخرة نصيب
“Apakah terdapat korelasi
antara kenikmatan dunia dan kenikmatan akhirat hingga ia (orang kafir itu, red)
menyangka dengan kebodohannya, barangsiapa diberi kenikmatan di dunia, pasti
akan diberi pula kenimatan di akhirat?!, bahkan pada umumnya, Allah Ta’ala
menjauhkan dunia dari wali-wali dan orang-orang pilihanNya lalu memudahkannya
bagi musuh-musuhNya yang tidak memiliki apa-apa di akhirat.” (Taiseer
al-Kareem ar-Rahman vol. 4, juz. 15, tahqiq: asy-Syaikh Sa’ad bin Fawwaz
ash-Shumail)
Apa pelajaran yang bisa
diambil dari perumpamaan Allah Subhaanahu wa Ta’ala pada ayat diatas?. Al-‘Allamah
as-Sa’dy –raheemahullahu- mengatakan;
ففي
هذه القصة العظيمة، اعتبار بحال الذي أنعم الله عليه نعما دنيوية، فألهته عن آخرته
وأطغته، وعصى الله فيها، أن مآلها الانقطاع والاضمحلال، وأنه وإن تمتع بها قليلا فإنه
يحرمها طويلا وأن العبد ينبغي له -إذا أعجبه شيء من ماله أو ولده- أن يضيف النعمة إلى
موليها ومسديها، وأن يقول: مَا شَاءَ اللَّهُ
لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ ليكون شاكرا لله
متسببا لبقاء نعمته عليه، لقوله: وَلَوْلا
إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ
وفيها:
الإرشاد إلى التسلي عن لذات الدنيا وشهواتها، بما عند الله من الخير لقوله: ( إِنْ
تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالا وَوَلَدًا * فَعَسَى رَبِّي أَنْ
يُؤْتِيَنِ خَيْرًا
مِنْ جَنَّتِكَ )
وفيها
أن المال والولد لا ينفعان، إن لم يعينا على طاعة الله كما قال تعالى: وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ بِالَّتِي
تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
وفيه
الدعاء بتلف مال ما كان ماله سبب طغيانه وكفره وخسرانه، خصوصا إن فضل نفسه بسببه على
المؤمنين، وفخر عليهم، وفيها أن ولاية الله وعدمها إنما تتضح نتيجتها إذا انجلى الغبار
وحق الجزاء، ووجد العاملون أجرهم فـ ( هُنَالِكَ الْوَلايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ هُوَ
خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ عُقْبًا ) أي: عاقبة ومآل
“Dari kisah ini termuat
(petikan) pelajaran dari kondisi orang-orang yang telah Allah beri kenikmatan
duniawi yang berlimpah hingga membuatnya melalaikan kehidupan akhiratnya dan
berbuat melampaui batas (ghuluw), melakukan maksiat kepada Allah dengannya, bahwasannya kesudahan nikmat-nikmat itu adalah putus dan pudar,
dan bahwa meskipun ia dapat menikmatinya sejenak, namun sikapnya itu akan
menghalangi (datangnya) kenikmatan-kenikmatan dalam kurun waktu panjang (di
akhirat), dan bahwa seorang hamba sepatutnya bila terkagum-kagum dengan sesuatu
(yang dimiliki) dari harta dan anaknya, maka hendaknya ia menisbatkannya kepada
Dzat yang memberikan dan mencurahkan kenikmatan sembari mengatakan, ‘Sungguh
atas kehendak Allah. Tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah’,
supaya ia menjadi hamba yang bersyukur [kepada Allah] dan menempuh cara agar
kenikmatannya lestari pada dirinya, berdasarkan firman Allah;
وَلَوْلا
إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ
“Dan mengapa kamu tidak
mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu, ‘Sungguh atas kehendak Allah ini
terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah’.” (al-Kahfi: 39)
Dalam kisah ini pula
terdapat petunjuk untuk menghibur diri dari (hilangnya) kenikmatan-kenikmatan
dunia dan kesenangan-kesenangannya dengan (mengingat-ingat) kebaikan-kebaikan
yang berada di sisi Allah, berdasarkan firman Allah;
إِنْ
تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالا وَوَلَدًا * فَعَسَى رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا
مِنْ جَنَّتِكَ
“Sekiranya kamu anggap aku
lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, maka mudah-mudahan Rabbku,
akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu.” (al-Kahfi:
39-40)
Bahwasannya harta dan anak
tidak bermanfaat bila tidak membantu dalam ketaatan kepada Allah. Sebagaimana
firmanNya;
وَمَا
أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلا مَنْ
آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Dan sekali-kali bukanlah
harta dan bukan (pula) anak-anakmu yang mendekatkanmu kepada Kami sedikit pun,
tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih.” (Saba’: 37)
Kisah ini juga mengandung
doa kehancuran harta orang-orang yang kekayaannya menjadi sebab sifat melampaui
batas, kekufuran, dan kerugiannya. Apalagi jika ia mengunggulkan dirinya di
atas kaum muslimin dan berbangga hati di hadapan mereka.
Di dalamnya mengandung
(faidah) bahwa wujud wilayah perlindungan Allah (pada seseorang) atau
ketiadaannya menjadi jelas dampaknya (itu) ketika debu-debu (tabir penutup)
sudah tersisihkan dan pembalasan sudah pasti datang, dan ketika para pelaku
perbuatan sudah mendapatkan balasannya, maka ( هُنَالِكَ الْوَلايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ
عُقْبًا ) ‘Disana
pertolongan itu hanya milik Allah Yang Haq. Dia adalah sebaik-baik Pemberi
pahala dan sebaik-baik Pemberi pembasalan’, i.e paling baik akibat
dan kesudahannya.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 4, juz. 15, tahqiq:
asy-Syaikh Sa’ad bin Fawwaz ash-Shumail)
May it’s beneficial
for us. Jazzakallaahu khairan katsira.
________
_____________
Rujukan: Taiseer al-Kareem
ar-Rahman fii Tafsir Kalam al-Mannan vol. 4, juz. 15, tahqiq: asy-Syaikh Sa’ad
bin Fawwaz ash-Shumail, tafsir QS. Al-Kahfi: 32-44Labels: Ad-Dien
0 Respones to "Orang Yang Bersyukur Dan Orang Yang Kufur Dalam QS. Al-Kahfi: 32-44"
Posting Komentar