Nasihat Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Kepada Para Dokter (vol. 2)




[Lanjutan dari Volume 1]
Allah ‘Azza wa Jall juga berfirman;

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ {16

(Artinya): “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. at-Taghaabun: 16)[4]

Anda tenangkan hatinya, dan katakan padanya, “Apabila kebiasaanmu adalah shalat menghadap kiblat –dan ini adalah kenyataannya- maka telah dituliskan bagimu pahala (menghadap kiblat) secara sempurna.” Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, “Apabila seorang hamba sakit atau melakukan safar, (maka) dituliskan baginya pahala amalan-amalan yang dia kerjakan tatkala dia sehat dan mukim.”[5]

Dan juga wasiat (pesan) untuk saudara-saudara (sekalian); untuk berpesan kepada para pasien apabila mereka (disatukan satu sama lain) dalam satu kamar. Saudara pesankan agar mereka tidak saling mengganggu satu sama lain, karena terkadang sebagian pasien mengganggu pasien yang lainnya. Terkadang dengan cara mendengarkan tape recorder ataupun radio, apabila perkara ini memang dilarang maka barangkali saja dia mengganggu dengan bacaan al-Qur’an, membaca al-Qur’an dengan mengeraskan suaranya. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda kepada shahabat-shahabatnya yang sebagian mengeraskan bacaannya. Apa yang beliau ucapkan?, Beliau bersabda, “Janganlah kalian saling mengganggu satu sama lain dalam membaca al-Qur’an”.

Dan saya juga berpesan kepada saudara-saudara sekalian untuk tidak memperbanyak obrolan dengan para perawat wanita, kecuali sesuai dengan tingkat kedaruratan (kebutuhan) dengan berusaha menjaga pandangan. Karena masalah ini sangat berbahaya. Terkadang obrolan-obrolan itu mendorong kepada hal-hal yang lebih buruk lagi. Tapi apabila hal itu dibutuhkan (darurat), maka boleh dilakukan, hanya saja harus menjaga pandangan semampu mungkin.

Dan saya berpesan kepada saudara-saudara sekalian untuk beriman (kepada Allah) dan yakin bahwa usaha saudara-saudara ini (i.e dalam membantu menyembuhkan penyakit pasien, red) hanyalah sekedar (menunaikan) sebab, sedangkan keputusan (akhir) berada di tangan Allah ‘Azza wa Jall. Terkadang seseorang telah melakukan sebab secara sempurna, namun tidak ada hasilnya, karena keputusan (akhir) ada di tangan Allah ‘Azza wa Jall. Oleh karena itu ketika seseorang mengutip hadits (dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha); “Sesungguhnya habbatussauda’ ini adalah obat dari segala macam penyakit kecuali saam.” Aku bertanya; “Apakah saam itu?”, beliau menjawab: “Kematian.” (HR. al-Bukhari No. 5255), Maka seakan-akan konsekuensinya (adalah) tidak ada seorang pun (yang) akan sakit. Tapi (ketahuilah) bukan seperti itu keadaannya (kenyataannya). Habbatussauda adalah suatu sebab (kesembuhan), dan hal itu tidak diragukan lagi. Tapi sebab (sarana) ini terkadang tidak mendapatkan hasil karena adanya penghalang. Maka meskipun anda adalah orang yang sangat teliti (pandai) dan ikhlas, terkadang usaha anda tidak mendatangkan hasil sesuai dengan keinginan anda. Ketahuilah bahwa keputusan (akhir) ada di tangan Allah ‘Azza wa Jall.

Dan saya berpesan kepada saudara-saudara sekalian untuk mengucapkan basmalah ketika memulai proses pengobatan dan operasi.  Karena setiap perkara penting apabila tidak dimulai dengan basmalah, maka perkara tersebut akan terputus berkahnya. Inilah yang ingin saya sampaikan, mudah-mudahan Allah ‘Azza wa Jall menjadikan pesan-pesan ini bermanfaat bagi saudara-saudara dan menjadikan amal-amal saudara sekalian ikhlas kepada Allah dan bermanfaat untuk para hamba Allah ‘Azza wa Jall.”

-selesai kutipan-

Referensi:
a). Video recording Dialog asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –raheemahullahu- dengan para Dokter, translated by: al-Ustadz Abu Usamah Zaid Susanto, Lc.
b). Taiseer al-Kareem ar-Rahman Fii Tafsir Kalam al-Mannan vol. 7, juz. 28


_____
Footnote:

[1]. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua buah kalimat yang ringan di lisan namun berat di dalam timbangan, dan keduanya dicintai oleh ar-Rahman, yaitu ‘Subhanallahi wabihamdihi, subhanallahil ‘azhim’.” (HR. Bukhari No. 7573 dan Muslim No. 2694)

asy-Syaikh al-‘Utsaimin –rahimahullaahu- menerangkan, “Kedua kalimat ini merupakan penyebab kecintaan Allah kepada seorang hamba.” Beliau juga berpesan, “Wahai hamba Allah, sering-seringlah mengucapkan dua kalimat ini. Ucapkanlah keduanya secara kontinyu, karena kedua kalimat ini berat di dalam timbangan (amal) dan dicintai oleh ar-Rahman, sedangkan keduanya sama sekali tidak merugikanmu sedikitpun sementara keduanya sangat ringan diucapkan oleh lisan, ‘Subhanallahi wabihamdih, subhanallahil ‘azhim’. Maka sudah semestinya setiap insan mengucapkan dzikir itu dan memperbanyaknya.” (Syarh Riyadh as-Shalihin li Ibni ‘Utsaimin, 3/446)


[2]. Hadist tersebut diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dalam Musnadnya sebagai berikut;

حَدَّثَنَا يُونُسُ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ ثَابِتٍ قَالَ وَلَا أَعْلَمُهُ إِلَّا عَنْ أَنَسٍ أَنَّ غُلَامًا مِنْ الْيَهُودِ كَانَ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرِضَ فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ وَهُوَ بِالْمَوْتِ فَدَعَاهُ إِلَى الْإِسْلَامِ فَنَظَرَ الْغُلَامُ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ أَبُوهُ أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ فَأَسْلَمَ ثُمَّ مَاتَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ عِنْدِهِ وَهُوَ يَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ بِي مِنْ النَّارِ

Telah menceritakan kepada kami Yunus telah menceritakan kepada kami Hammad dari Tsabit berkata, dan saya tidak mengetahuinya kecuali dari Anas, ada seorang pemuda Yahudi yang pernah melayani Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama. Suatu saat ia sakit hingga Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama menjenguknya dalam sekaratnya. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama mengajaknya masuk Islam. Pemuda itu menatap bapaknya yang berada di sampingnya, kemudian bapaknya berujar, “Taatilah Abu Qasim”. Beberapa saat kemudian dia meninggal. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama pulang dan bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka”. (HR. Ahmad No. 12896)

[3]. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda:

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ

“Sesungguhnya setan berjalan dalam tubuh manusia di tempat peredaran darah.” (HR. Al Bukhari (6219) dan Muslim (2175) dari hadits Shafiyyah Radhiyallahu ‘anha)

[4]. Dalam Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 7, juz. 28, al-‘Allamah ‘Abdurrahman as-Sa’dy –raheemahullaahu- menjelaskan maksud ayat;
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ {16

يأمر تعالى بتقواه، التي هي امتثال أوامره واجتناب نواهيه، ويقيد  ذلك بالاستطاعة والقدرة فهذه الآية، تدل على أن كل واجب عجز عنه العبد، أنه يسقط عنه، وأنه إذا قدر على بعض المأمور، وعجز عن بعضه، فإنه يأتي بما يقدر عليه، ويسقط عنه ما يعجز عنه، كما قال النبي صلى الله عليه وسلم: إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم


“Allah Ta’ala memerintahkan hambaNya agar bertakwa kepadaNya, yaitu dengan menunaikan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Allah Ta’ala membatasi hal itu dengan kadar kemampuan dan kesanggupan. Ayat ini menunjukkan bahwa kewajiban yang tidak mampu dilakukan oleh seorang hamba menjadi gugur. Jika seorang hamba mampu menunaikan sebagian kewajiban dan tidak mampu menunaikan kewajiban lainnya, maka ia cukup menunaikan kewajiban yang mampu dia lakukan, sedangkan kewajiban lainnya yang tidak mampu dilakukan menjadi gugur. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم;

“Jika aku memerintahkan kalian dengan suatu perintah, maka tunaikanlah ia semampu kalian.” (HR. al-Bukhari No. 2728 dan Muslim No. 1337, dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu).

[5]. Hadist tersebut diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dalam Musnadnya sebagai berikut;

حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ أَنْبَأَنَا الْعَوَّامُ بْنُ حَوْشَبٍ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ السَّكْسَكِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا بُرْدَةَ بْنَ أَبِي مُوسَى وَاصْطَحَبَ هُوَ وَيَزِيدُ بْنُ أَبِي كَبْشَةَ فِي سَفَرٍ وَكَانَ يَزِيدُ يَصُومُ فَقَالَ لَهُ أَبُو بُرْدَةَ سَمِعْتُ أَبَا مُوسَى مِرَارًا يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

Telah menceritakan kepada kami Yazid ia berkata, telah memberitakan kepada kami Al ‘Awwam bin Hausyab, Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Isma’il As Saksaki bahwa ia mendengar Abu Burdah bin Abu Musa bahwa ia menemani Yazid bin Abu Kasyabah dalam suatu perjalanan, dan pada waktu itu Yazid sedang berpuasa. Abu Burdah berkata kepadanya; ‘Saya berkali-kali mendengar Abu Musa berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Apabila seorang hamba sakit atau dalam menempuh perjalanan, maka dicatat baginya pahala kebaikan sebagaimana ketika ia bermukim dan dalam keadaan sehat”.’ (HR. Ahmad No. 18848)


0 Respones to "Nasihat Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Kepada Para Dokter (vol. 2)"

Posting Komentar

 

Entri Populer

Recent Comments

Blog Statistic

Return to top of page Copyright © 2007 | Old Nakula