فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ {16
(Artinya): “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. at-Taghaabun: 16)[4]
Anda
tenangkan hatinya, dan katakan padanya, “Apabila kebiasaanmu adalah shalat
menghadap kiblat –dan ini adalah kenyataannya- maka telah dituliskan bagimu
pahala (menghadap kiblat) secara sempurna.” Hal ini sesuai dengan sabda Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, “Apabila seorang hamba sakit atau melakukan
safar, (maka) dituliskan baginya pahala amalan-amalan yang dia kerjakan tatkala
dia sehat dan mukim.”[5]
Dan
juga wasiat (pesan) untuk saudara-saudara (sekalian); untuk berpesan kepada
para pasien apabila mereka (disatukan satu sama lain) dalam satu kamar. Saudara
pesankan agar mereka tidak saling mengganggu satu sama lain, karena terkadang
sebagian pasien mengganggu pasien yang lainnya. Terkadang dengan cara
mendengarkan tape recorder ataupun radio, apabila perkara ini memang dilarang
maka barangkali saja dia mengganggu dengan bacaan al-Qur’an, membaca al-Qur’an
dengan mengeraskan suaranya. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda
kepada shahabat-shahabatnya yang sebagian mengeraskan bacaannya. Apa yang
beliau ucapkan?, Beliau bersabda, “Janganlah kalian saling mengganggu satu sama
lain dalam membaca al-Qur’an”.
Dan
saya juga berpesan kepada saudara-saudara sekalian untuk tidak memperbanyak
obrolan dengan para perawat wanita, kecuali sesuai dengan tingkat kedaruratan
(kebutuhan) dengan berusaha menjaga pandangan. Karena masalah ini sangat
berbahaya. Terkadang obrolan-obrolan itu mendorong kepada hal-hal yang lebih
buruk lagi. Tapi apabila hal itu dibutuhkan (darurat), maka boleh dilakukan,
hanya saja harus menjaga pandangan semampu mungkin.
Dan
saya berpesan kepada saudara-saudara sekalian untuk beriman (kepada Allah) dan yakin
bahwa usaha saudara-saudara ini (i.e dalam membantu menyembuhkan penyakit pasien,
red) hanyalah sekedar (menunaikan) sebab, sedangkan keputusan (akhir) berada di
tangan Allah ‘Azza wa Jall. Terkadang seseorang telah melakukan sebab secara sempurna,
namun tidak ada hasilnya, karena keputusan (akhir) ada di tangan Allah ‘Azza wa
Jall. Oleh karena itu ketika seseorang mengutip hadits (dari
‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha); “Sesungguhnya habbatussauda’ ini adalah obat dari segala
macam penyakit kecuali saam.” Aku bertanya; “Apakah saam itu?”, beliau menjawab:
“Kematian.” (HR. al-Bukhari No. 5255), Maka seakan-akan konsekuensinya
(adalah) tidak ada seorang pun (yang) akan sakit. Tapi (ketahuilah) bukan seperti
itu keadaannya (kenyataannya). Habbatussauda adalah suatu sebab (kesembuhan),
dan hal itu tidak diragukan lagi. Tapi sebab (sarana) ini terkadang tidak mendapatkan
hasil karena adanya penghalang. Maka meskipun anda adalah orang yang sangat teliti
(pandai) dan ikhlas, terkadang usaha anda tidak mendatangkan hasil sesuai dengan
keinginan anda. Ketahuilah bahwa keputusan (akhir) ada di tangan Allah ‘Azza wa
Jall.
Dan
saya berpesan kepada saudara-saudara sekalian untuk mengucapkan basmalah ketika
memulai proses pengobatan dan operasi. Karena
setiap perkara penting apabila tidak dimulai dengan basmalah, maka perkara
tersebut akan terputus berkahnya. Inilah yang ingin saya sampaikan,
mudah-mudahan Allah ‘Azza wa Jall menjadikan pesan-pesan ini bermanfaat bagi
saudara-saudara dan menjadikan amal-amal saudara sekalian ikhlas kepada Allah
dan bermanfaat untuk para hamba Allah ‘Azza wa Jall.”
-selesai
kutipan-
Referensi:
a). Video
recording Dialog asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –raheemahullahu- dengan para Dokter,
translated by: al-Ustadz Abu Usamah Zaid Susanto, Lc.
b). Taiseer
al-Kareem ar-Rahman Fii Tafsir Kalam al-Mannan vol. 7, juz. 28
_____
“Allah Ta’ala memerintahkan hambaNya agar bertakwa kepadaNya, yaitu dengan menunaikan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Allah Ta’ala membatasi hal itu dengan kadar kemampuan dan kesanggupan. Ayat ini menunjukkan bahwa kewajiban yang tidak mampu dilakukan oleh seorang hamba menjadi gugur. Jika seorang hamba mampu menunaikan sebagian kewajiban dan tidak mampu menunaikan kewajiban lainnya, maka ia cukup menunaikan kewajiban yang mampu dia lakukan, sedangkan kewajiban lainnya yang tidak mampu dilakukan menjadi gugur. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم;
Labels:
Ad-Dien
_____
Footnote:
[1].
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Ada dua buah kalimat yang ringan di lisan namun berat di dalam
timbangan, dan keduanya dicintai oleh ar-Rahman, yaitu ‘Subhanallahi
wabihamdihi, subhanallahil ‘azhim’.” (HR. Bukhari No. 7573 dan Muslim No. 2694)
asy-Syaikh
al-‘Utsaimin –rahimahullaahu- menerangkan, “Kedua kalimat ini merupakan
penyebab kecintaan Allah kepada seorang hamba.” Beliau juga berpesan, “Wahai hamba
Allah, sering-seringlah mengucapkan dua kalimat ini. Ucapkanlah keduanya secara
kontinyu, karena kedua kalimat ini berat di dalam timbangan (amal) dan dicintai
oleh ar-Rahman, sedangkan keduanya sama sekali tidak merugikanmu sedikitpun
sementara keduanya sangat ringan diucapkan oleh lisan, ‘Subhanallahi
wabihamdih, subhanallahil ‘azhim’. Maka sudah semestinya setiap insan
mengucapkan dzikir itu dan memperbanyaknya.” (Syarh Riyadh as-Shalihin li Ibni
‘Utsaimin, 3/446)
[2].
Hadist tersebut diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dalam Musnadnya sebagai berikut;
حَدَّثَنَا يُونُسُ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ ثَابِتٍ قَالَ وَلَا أَعْلَمُهُ إِلَّا عَنْ أَنَسٍ أَنَّ غُلَامًا مِنْ الْيَهُودِ كَانَ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرِضَ فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ وَهُوَ بِالْمَوْتِ فَدَعَاهُ إِلَى الْإِسْلَامِ فَنَظَرَ الْغُلَامُ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ أَبُوهُ أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ فَأَسْلَمَ ثُمَّ مَاتَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ عِنْدِهِ وَهُوَ يَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ بِي مِنْ النَّارِ
Telah
menceritakan kepada kami Yunus telah menceritakan kepada kami Hammad dari
Tsabit berkata, dan saya tidak mengetahuinya kecuali dari Anas, ada seorang
pemuda Yahudi yang pernah melayani Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama. Suatu
saat ia sakit hingga Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama menjenguknya dalam
sekaratnya. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama mengajaknya masuk Islam.
Pemuda itu menatap bapaknya yang berada di sampingnya, kemudian bapaknya
berujar, “Taatilah Abu Qasim”. Beberapa saat kemudian dia meninggal. Lalu
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama pulang dan bersabda, “Segala puji
bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka”. (HR. Ahmad No. 12896)
[3]. Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ
“Sesungguhnya
setan berjalan dalam tubuh manusia di tempat peredaran darah.” (HR. Al Bukhari
(6219) dan Muslim (2175) dari hadits Shafiyyah Radhiyallahu ‘anha)
[4]. Dalam
Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 7, juz. 28, al-‘Allamah ‘Abdurrahman as-Sa’dy –raheemahullaahu-
menjelaskan maksud ayat;
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ {16
يأمر تعالى بتقواه، التي هي امتثال أوامره واجتناب نواهيه، ويقيد ذلك بالاستطاعة والقدرة فهذه الآية، تدل على أن كل واجب عجز عنه العبد، أنه يسقط عنه، وأنه إذا قدر على بعض المأمور، وعجز عن بعضه، فإنه يأتي بما يقدر عليه، ويسقط عنه ما يعجز عنه، كما قال النبي صلى الله عليه وسلم: إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم
“Allah Ta’ala memerintahkan hambaNya agar bertakwa kepadaNya, yaitu dengan menunaikan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Allah Ta’ala membatasi hal itu dengan kadar kemampuan dan kesanggupan. Ayat ini menunjukkan bahwa kewajiban yang tidak mampu dilakukan oleh seorang hamba menjadi gugur. Jika seorang hamba mampu menunaikan sebagian kewajiban dan tidak mampu menunaikan kewajiban lainnya, maka ia cukup menunaikan kewajiban yang mampu dia lakukan, sedangkan kewajiban lainnya yang tidak mampu dilakukan menjadi gugur. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم;
“Jika
aku memerintahkan kalian dengan suatu perintah, maka tunaikanlah ia semampu
kalian.” (HR. al-Bukhari No. 2728 dan Muslim No. 1337, dari Abu Hurairah
radhiyallaahu ‘anhu).
[5]. Hadist
tersebut diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dalam Musnadnya sebagai berikut;
حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ أَنْبَأَنَا الْعَوَّامُ بْنُ حَوْشَبٍ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ السَّكْسَكِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا بُرْدَةَ بْنَ أَبِي مُوسَى وَاصْطَحَبَ هُوَ وَيَزِيدُ بْنُ أَبِي كَبْشَةَ فِي سَفَرٍ وَكَانَ يَزِيدُ يَصُومُ فَقَالَ لَهُ أَبُو بُرْدَةَ سَمِعْتُ أَبَا مُوسَى مِرَارًا يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
Telah
menceritakan kepada kami Yazid ia berkata, telah memberitakan kepada kami Al ‘Awwam
bin Hausyab, Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Isma’il As Saksaki
bahwa ia mendengar Abu Burdah bin Abu Musa bahwa ia menemani Yazid bin Abu
Kasyabah dalam suatu perjalanan, dan pada waktu itu Yazid sedang berpuasa. Abu
Burdah berkata kepadanya; ‘Saya berkali-kali mendengar Abu Musa berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Apabila seorang hamba sakit
atau dalam menempuh perjalanan, maka dicatat baginya pahala kebaikan
sebagaimana ketika ia bermukim dan dalam keadaan sehat”.’ (HR. Ahmad No. 18848)
0 Respones to "Nasihat Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Kepada Para Dokter (vol. 2)"
Posting Komentar