Mengapa Harus Mencintai Para Shahabat Nabi?



“Mencintai para shahabat radhiyallaahu ‘anhum ajma’in merupakan sunnah”, demikianlah kesimpulan yang bisa kami ambil dari penjelasan al-Imam Muwaffaquddin Ibnu Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali –raheemahullaahu Ta’ala- (w. 620 H) dalam kitab aqidah beliau, Lum’atul I’tiqad. Hal senada juga dijelaskan oleh pendahulu beliau yang shalih, salah satu imam dari empat imam mahzab terkemuka yang beliau ikuti, al-Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal –raheemahullaahu Ta’ala- (w. 241 H) pada awal kitab aqidah beliau Ushool as-Sunnah;

قال الإمام أحمد - رضي الله عنه -: أصول السنة عندنا: التمسك بما كان عليه أصحاب الرسول - صلى الله عليه وسلم -

Berkata al-Imam Ahmad –semoga Allah meridhainya-; “Pondasi ahlus sunnah menurut kami adalah: berpegang teguh pada jalan shahabat ar-Rasul Shallallaahu ‘alaihi wa sallama.” (Ushool as-Sunnah, al-Imam Ahmad bin Hanbal, hal. 2)

Beliau –raheemahullaahu Ta’ala- juga mengatakan;

ومن انتقص أحدا من أصحاب رسول الله - صلى الله عليه وسلم - أو أبغضه بحدث كان منه أو ذكر مساوئه كان مبتدعا حتى يترحم عليهم جميعا، ويكون قلبه لهم سليما

“Barangsiapa yang mencela salah seorang shahabat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama atau membencinya karena suatu kesalahan darinya, atau menyebutkan kejelekan-kejelekannya, maka dia adalah seorang ahli bid’ah, hingga dia menyayangi mereka semua dan hatinya bersih dari (sikap membenci, mencela atau mengkafirkan, red) mereka.” (Ushool as-Sunnah, al-Imam Ahmad bin Hanbal, hal. 6)

Lantas mengapa kita harus mencintai mereka?. Jika pertanyaan ini kita ajukan kepada kaum zindiq Syiah Rafidhah al-Majusi, maka jangan pernah berharap kita akan mendapatkan jawaban yang memuaskan. Mengapa?. Perhatikan riwayat Syiah berikut;

عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ ( عليه السلام ) قَالَ كَانَ النَّاسُ أَهْلَ رِدَّةٍ بَعْدَ النَّبِيِّ ( صلى الله عليه وآله ) إِلَّا ثَلَاثَةً فَقُلْتُ وَ مَنِ الثَّلَاثَةُ فَقَالَ الْمِقْدَادُ بْنُ الْأَسْوَدِ وَ أَبُو ذَرٍّ الْغِفَارِيُّ وَ سَلْمَانُ الْفَارِسِيُّ رَحْمَةُ اللَّهِ وَ بَرَكَاتُهُ عَلَيْهِمْ

Dari Abu Ja’far ‘alaihis-salaam, ia berkata: “Orang-orang (yaitu para shahabat) menjadi murtad sepeninggal Nabi (shallallaahu ‘alaihi wa aalihi) kecuali tiga orang”. Aku (perawi) berkata: “Siapakah tiga orang tersebut ?”. Abu Ja’far menjawab: “al-Miqdaad Ibnu al-Aswad, Abu Dzarr al-Ghiffaariy, dan Salmaan al-Faarisiy rahimahullaahi wa barakaatuhu ‘alaihim…” (al-Kaafiy, 8/245; al-Majlisiy berkata: “Hasan atau muwatstsaq”)

Kalau mayoritas para shahabat radhiyallaahu ‘anhum saja sudah dianggap murtad (kafir) oleh kaum zindiq sedemikian rupa, lantas bagaimana mungkin kita mengharapkan jawaban yang objektif dari mereka. Sama halnya dengan kita bertanya apa itu Islam kepada Yahudi!. Berangkat dari penjelasan al-Imam Ahmad bin Hanbal –raheemahullaahu Ta’ala- di atas (mengenai status yang disandang oleh pencela para shahabat), maka pertanyaan tersebut hanya layak diajukan kepada para ulama rabbani kaum muslimin yang benar-benar takut kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala.

Salah seorang ulama genius dari negeri Pakistan, pemilik 7 gelar master akademik yang sangat fasih berbicara dalam 4 bahasa (Arab, Urdu, Persia dan Inggris) semasa hidupnya, salah satu lulusan terbaik dari Jami’ah Islamiyyah Madinah (i.e Universitas Islam Madinah) di masanya (tahun 1967) dengan predikat Summa Cumlaude, al-‘Allamah asy-Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhaheer –raheemahullaahu Ta’ala- (w. 1407 H) menjelaskan pribadi para shahabat radhiyallaahu ‘anhum dalam kitabnya;

ثم ربّى أصحابه وتلامذته في ظلهما وضوئهما تربية نموذجية لكي يكونوا قدوة لمن يأتي بعدهم إلى يوم القيامة , ومثلا عليا لمن أراد أن يهتدي بهدي الله جل وعلا وهدى رسوله صلى الله عليه وسلم . فكانوا صورة حية لتعاليم الرب تبارك وتعالى وإرشادات رسوله صلى الله عليه وسلم متبعين مقتدين , غير مبتدعين محدثين , متقدمين بين يدي الله ورسوله , مبتغين مرضات الله , ومقتفين آثار رسول الله صلى الله عليه وسلم مهتدين بهديه , سالكين بمسلكه , منتهجين منهجه , غير باغين ولا عادين , ولا مفرطين ولا مفرّطين في أمور دينهم ودنياهم :

“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama mentarbiyah (membina) para shahabat di bawah naungan al-Qur’an dan as-Sunnah serta keduanya dengan tarbiyah yang ideal, agar mereka menjadi panutan bagi orang-orang sepeninggal mereka hingga hari Kiamat dan menjadi contoh tertinggi bagi orang yang ingin berpetunjuk dengan petunjuk Allah dan RasulNya. Mereka benar-benar menjadi gambar hidup ajaran-ajaran Allah Ta’ala dan petunjuk-petunjuk Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, diikuti, diteladani, tidak membuat bid’ah, mendahulukan Allah dan RasulNya, mencari keridhaan Allah Ta’ala, menelusuri jejak-jekak Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, berpetunjuk dengan petunjuk beliau, menempuh jalan beliau, bermanhaj dengan manhaj beliau, tidak berlebih-lebihan (ghuluw), dan tidak lalai dalam urusan agama dan dunia mereka. Allah Ta’ala berfirman;

{ أولئك الذين هدى الله فبهداهم اقتده }

“Merekalah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (al-An’am: 90)

وكان خيار هؤلاء كلهم - وكلهم خيار الخلق أجمعين – أصحاب بيعة الرضوان الذين بايعوا رسول الله صلى الله عليه وسلم  على الموت وهم في الحديبية , فأنزل الله لهم البشرى برضوانه وجعل يده فوق أيديهم :

Orang-orang terbaik dari mereka –semua manusia terbaik- adalah para shahabat pelaku Baiat ar-Ridhwan yang berbaiat kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama untuk mati ketika mereka berada di al-Hudaibiyah kemudian Allah menurunkan kabar gembira untuk mereka bahwa Dia meridhai mereka dan meletakkan tanganNya di atas mereka. Allah Ta’ala berfirman;

{ لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشجرة }

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (al-Fath: 18)

Allah Ta’ala berfirman;

و { إن الذين يبايعونك إنما يبايعون الله يد الله فوق أيديهم }

“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka.” (al-Fath: 10)

وفاقهم في المنزلة والشأن أهل بدر , الذين اطلع الله عليهم فقال : ( اعملوا ما شئتم فقد وجبت لكم الجنة )

Para shahabat yang lebih tinggi kedudukannya dari pelaku Baiat ar-Ridhwan ialah para shahabat peserta Perang Badar, yang dilihat Allah kemudian berfirman, “Kerjakan apa saja yang kalian inginkan, karena Aku telah mewajibkan surga bagi kalian.” (متفق عليه)

وزاد على هؤلاء فضلا ومنقبة ومكانة من رفعهم الله بتبشيره إياهم بالجنة واحدا واحدا بالاسم والمسمى على لسان نبيهم الناطق بالوحي , الذي لا ينطق عن الهوى إن هو ألا وحي يوحى , الصادق المصدوق صلوات الله وسلامه عليه , العشرة المبشرة

Para shahabat yang lebih tinggi kedudukannya dari shahabat peserta Perang Badar ialah para shahabat yang diberi kabar gembira oleh Allah akan masuk surga yang nama mereka satu demi satu disebutkan Nabi -Shallallaahu ‘alaihi wa sallama- yang berbicara dengan wahyu dan tidak berbicara dengan hawa nafsu karena apa yang beliau bicarakan adalah wahyu yang diwahyukan, beliau adalah orang yang benar lagi dipercaya, semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada beliau. Mereka adalah sepuluh shahabat. Allah Ta’ala berfirman;

{ لهم البشرى في الحياة الدنيا وفي الآخرة لا تبديل لكلمات الله , وذلك هو الفوز العظيم }

“Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (Yunus: 64)

ولو أنه زادهم رفعة وعظمة من قال في حقهما سيدنا علي بن أبي طالب رضي الله عنه : ( خير الخلائق بعد نبي الله أبو بكر ثم عمر )

Shahabat yang lebih tinggi lagi kedudukannya ialah shahabat yang di katakan Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu, “Manusia terbaik  sesudah Nabi Allah adalah Abu Bakar –as-Shiddiq- dan Umar -bin Khaththab-.” (رواه البخاري)

فمن أراد أن يرى الإسلام المتجسد في شخصهم , وذواتهم , وخلقهم , وعاداتهم , وأقوالهم , وأفعالهم , فلينظر إلى هؤلاء , فإنهم كانوا ممثلي الإسلام الصحيح , الكامل , غير المشوب بشوائب البدع والمحدثات , والخرافات والضلالاات  التي لحقت الإسلام بعد أدوار وأطوار , فإنهم كانوا تلامذة المدرسة الإسلامية الأولى التي كان أستاذها والمعلم فيها سيد ولد آدم , المحفوظ بحفظ الله , والمعصوم بعصمة الله , والمؤيد بوحي الله , والهادي إلى الصراط المستقيم صلى الله عليه وسلم   .
ولأجل ذلك حصر الله رضاه والدخول في الجنة لمتبعيهم بإحسان لكل من يأتي بعدهم

Jadi barangsiapa ingin melihat Islam menjelma ke dalam kepribadian, jati diri, akhlak, kebiasaan, perkataan dan perbuatan mereka, hendaklah ia melihat para shahabat tersebut, karena merekalah penjelmaan Islam yang benar, sempurna, tidak tercampur bid’ah, bersih dari khurafat dan kesesatan-kesesatan yang terjadi pada Islam setelah beberapa periode. Juga karena mereka adalah murid-murid sekolah Islam pertama yang guru dan pengajarnya adalah manusia terbaik, yang dijaga Allah dengan penjagaanNya, maksum dengan perlindunganNya, didukung wahyu Allah, dan penunjuk ke jalan yang lurus, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala membatasi keridhaanNya dan masuk surga kepada orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sesudah mereka. Allah Ta’ala berfirman;

{ والذين اتبعوهم بإحسان رضي الله عنهم ورضوا عنه }

“Dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah.” (at-Taubah: 100)

فهم أولياء الله الذين لا خوف عليهم ولا هم يحزنون لأنهم هم الذين حبب إليهم الإيمان وكرَه إليهم الكفر والفسوق والعصيان وأولئك هم الراشدون وهم القدوة الحسنة والمحك والمعيار لمعرفة الحق من الباطل , والهدى من الزيغ والضلال فكل عمل يخالف عملهم وكل قول يعارض قولهم , وكل طريق في الحياة يناهض طريقهم مردود مرفوض مطرود , لأنهم شاهدوا من رسول الله ما لم يشاهده غيرهم , وسمعوا من نبي الله ما لم يسمعه الآخرون , ورباهم من لم يرب هؤلاء , وتتلمذوا على من لم يتتلمذ عليه أولئك , فهم أشبه الناس في أقوالهم وأفعالهم , وأخلاقهم وعاداتهم , وعباداتهم ومعاملاتهم , ومعاشرتهم ومعاشهم برسول الله صلوات الله وسلامه عليه من غيرهم , فلذلك أُمر المؤمنون باتباعهم , وإلى ذلك أشار نبي الرحمة  صلى الله عليه وسلم في قوله

Para shahabat adalah wali-wali Allah Ta’ala yang tidak takut dan sedih, karena mereka dibuat cinta kepada keimanan dan benci kepada kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan. Mereka orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Mereka panutan yang baik, standar untuk membedakan antara kebenaran dengan kebatilan, petunjuk dari penyimpangan dan kesesatan. Jadi, seluruh perbuatan dan perkataan yang bertentangan dengan perbuatan dan perkataan para shahabat, serta jalan hidup yang berseberangan dengan jalan hidup mereka adalah tertolak, karena mereka melihat dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama apa yang tidak dilihat oleh selain mereka, mendengar dari beliau apa yang tidak didengar oleh selain mereka, ditarbiyah oleh orang yang tidak mentarbiyah selain mereka, dan belajar kepada guru yang orang-orang selain mereka tidak belajar kepadanya. Para shahabat adalah orang-orang yang seluruh perkataan, perbuatan, akhlak, kebiasaan, ibadah, muamalah, dan hidup mereka, paling mirip dengan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama daripada selain mereka. Oleh karena itu, kaum mukminin diperintahkan mengikuti mereka dan itulah yang diisyaratkan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama di sabda beliau;

( ما أنا عليه وأصحابي )

“Yang aku dan shahabat-shahabatku berada di atasnya.”

حيث جعلهم معه على طريقة واحدة ومنهج واحد , ولم يُدخل في هذا الاختصاص أحد غيرهم ولم يخصهم بهذه المزية والفضيلة إلا بأمر من الله وإيعازه حيث أنزل عليه في محكم كتابه أن يقول :

Di hadits tersebut Rasulullah -Shallallaahu ‘alaihi wa sallama- menempatkan para shahabat bersama beliau di jalan yang sama, tidak memasukkan sorang pun selain mereka ke dalam kekhususan ini, dan tidak mengkhususkan mereka dengan keistimewaan tersebut, kecuali dengan perintah Allah, karena Allah menurunkan firman-Nya di kitabNya, agar beliau bersabda;

{ قل هذه سبيلي أدعو إلى الله على بصيرة أنا ومن اتبعني }

“Katakanlah, ‘Inilah jalanku yang lurus, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (Yusuf: 108)

ولم يرد من قوله ( ومن اتبعني ) آنذاك إلا صحابه ورفاقه , تلامذته الراشدين و أوفيائه  الصادقين , الهادين المهديين رضي الله عنهم أجمعين

Yang dimaksud dengan perkataan, “orang-orang yang mengikutiku.” Pada ayat di atas ketika itu adalah para shahabat, murid-murid beliau yang mendapatkan petunjuk, orang-orang pilihan beliau yang jujur, orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan memberi petunjuk, semoga Allah meridhai mereka semua.” (at-Tashawuf al-Mansya wal Mashadir, hal. 8-10)

Mereka adalah manusia-manusia terbaik, murid-murid Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallama yang mendapatkan petunjuk, orang-orang pilihan beliau yang jujur, orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan memberi petunjuk, panutan yang baik yang menjadi standar dalam membedakan antara kebenaran dengan kebatilan, petunjuk dari penyimpangan dan kesesatan. Mereka adalah penjelmaan Islam yang benar, sempurna, tidak tercampur bid’ah, bersih dari khurafat dan kesesatan-kesesatan yang terjadi pada Islam setelah beberapa periode. Mereka adalah orang-orang yang seluruh perkataan, perbuatan, akhlak, kebiasaan, ibadah, muamalah, dan hidup mereka, paling mirip dengan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama daripada selain mereka dan beliau pun mencintai mereka. That’s why we have to love them all –radhiyallaahu ‘anhum ajma’een- as well.


Wallaahu Ta’ala a’lamu.


0 Respones to "Mengapa Harus Mencintai Para Shahabat Nabi?"

Posting Komentar

 

Entri Populer

Recent Comments

Blog Statistic

Return to top of page Copyright © 2007 | Old Nakula