Musibah Dan Takdir, What Should We Do?



Rabu malam yang lalu sekitar pukul 21.30 WIB, setelah hampir seharian berkutat dengan data dan angka, kami diajak makan malam oleh atasan kami yang baik ke sebuah warung yang terletak tidak jauh dari kantor kami. Iktikad baik itu tidak kuasa kami tolak dan pilihan yang paling masuk akal adalah menerima dengan lapang dada.. :D. Seperti biasanya, ada saja topik pembicaraan menarik yang kami diskusikan. Nah, kalau sudah berada dalam suasana seperti ini, posisi struktural (di kantor) selalu kami abaikan, yang ada hanya partner diskusi regardless what he is at the office yesterday, today or tommorow. Jika beberapa minggu lalu ia bercerita mengenai hidayah, kali ini ia berbicara mengenai ujian, musibah dan takdir (yang masih ada kaitannya dengan artikel sebelumnya, red). Obrolan berlangsung cukup lama hingga akhirnya benar-benar terhenti setelah sang pemilik warung mengajukan interupsi... “Punten pisan Pak, warungnya mau kami tutup”.. :D. Wah ngusir secara halus iki, yo wes lah ga popo,...

Berbicara mengenai ujian, musibah dan takdir, ada sebuah hadits yang datang dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama yang bisa kita ambil pelajarannya sebagai berikut;

وعن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إذا أراد الله بعبده الخير عجل له العقوبة في الدنيا ، وإذا أراد بعبده الشر أمسك عنه بذنبه حتى يوافى به يوم القيامة

Dari Anas radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hambaNya, maka Ia akan menyegerakan hukuman di dunia. Jika Allah menghendaki keburukan bagi hambaNya, maka Dia menahan darinya karena dosanya sehingga Dia membalasnya dengan sempurna pada Hari Kiamat.”[1]

Al-‘Allamah ‘Abd ar-Rahman bin Hasan alu asy-Syaikh –raheemahullaahu Ta’ala- (w. 1285 H) mengatakan dalam syarhnya terkait hadits diatas;

هذا الحديث رواه الترمذي والحاكم وحسنه الترمذي . وأخرجه الطبراني والحاكم عن عبد الله بن مغفل ابن عدي عن أبي هريرة ، والطبراني عن عمار بن ياسر

“Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim. At-Tirmidzi menyatakannya hasan. Hadits ini juga diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan al-Hakim dari ‘Abdullah bin Mughaffal –radhiyallaahu ‘anhu-. Diriwayatkan pula oleh Ibnu ‘Adi dari Abu Hurairah –radhiyallaahu ‘anhu-. Serta diriwayatkan oleh at-Thabrani dari Ammar bin Yasir –radhiyallaahu ‘anhu.”

إذا أراد الله بعبده الخير عجل له العقوبة في الدنيا ‹Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hambaNya, maka Ia akan menyegerakan hukuman di dunia.›
­

Beliau –raheemahullaahu Ta’ala- menjelaskan;

أي يصب عليه البلاء والمصائب لما فرط من الذنوب منه ، فيخرج منها وليس عليه ذنب يوافى به يوم القيامة .
قال شيخ الإسلام رحمه الله تعالى : المصائب نعمة ، لأنها مكفرات للذنوب ، وتدعو إلى الصبر فيثاب عليها . وتقتضي الإنابة إلى الله والذل له ، والإعراض عن الخلق ، إلى غير ذلك من المصالح العظيمة . فنفس البلاء يكفر الله به الذنوب والخطايا . وهذا من أعظم النعم . فالمصائب رحمة ونعمة في حق عموم الخلق إلا أن يدخل صاحبها بسببها في معاصي أعظم مما كان قبل ذلك فيكون شراً عليه من جهة ما أصابه في دينه ، فإن من الناس من إذا ابتلى بفقر أو مرض أو وجع حصل له من النفاق والجزع ومرض القلب والكفر الظاهر وترك بعض الواجبات وفعل بعض المحرمات ما يوجب له الضرر في دينه ، فهذا كانت العافية خيراً له من جهة ما أورثته المصيبة لا من جهة نفس المصيبة ، كما أن من أوجبت له المصيبة صبراً وطاعة ، كانت في حقه نعمة دينية ، فهي بعينها فعل الرب عز وجل ورحمة للخلق والله تعالى محمود عليها ، فمن ابتلى فرزق الصبر كان الصبر عليه نعمة في دينه ، وحصل له بعد ما كفر من خطاياه رحمة ، وحصل له بثنائه على ربه صلاة ربه عليه ، قال تعالى : " أولئك عليهم صلوات من ربهم ورحمة " وحصل له غفران السيئات ورفع الدرجات . فمن قام بالصبر الواجب حصل له ذلك انتهى ملخصاً

“Yakni, dengan menimpakan bala dan musibah kepadanya karena dosa-dosa yang telah ia lakukan, sehingga dia meninggalkan dunia tanpa harus mempertanggungjawabkan pada Hari Kiamat.

Syaikhul Islam –raheemahullaahu Ta’ala- berkata, “Musibah adalah kenikmatan sebab ia meleburkan dosa-dosa, mengajak kepada kesabaran yang berbuah pahala, mengajak kepada seseorang untuk kembali dan tunduk kepada Allah serta berpaling dari makhluk, dan maslahat-maslahat agung lainnya. Dengan musibah itu sendiri Allah akan menghapus dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan. Ini merupakan nikmat yang paling agung. Musibah adalah rahmat dan nikmat pada seluruh makhluk. Kecuali jika karenanya orang yang ditimpa musibah akan masuk ke dalam dosa yang lebih besar dari sebelumnya sehingga ia menjadi keburukan baginya dari sisi apa yang menimpanya dalam agamanya. Karena di antara manusia ada yang jika dia diuji dengan kemiskinan atau penyakit atau rasa sakit, maka dia menjadi munafik, berkeluh kesah, hatinya sakit, terjerumus kepada kekufuran yang nyata, meninggalkan sebagian kewajiban dan menjalankan sebagian larangan, dimana hal itu mengakibatkan kerusakan di dalam agamanya. Keselamatan dan musibah bagi orang seperti ini adalah lebih baik dari sisi akibat yang ditimbulkan oleh musibah bukan dari sisi musibah itu sendiri.  Sebagaimana orang yang jika ditimpa musibah, dia akan bersandar dan malah semakin taat, maka musibah ini merupakan nikmat agama baginya. Musibah itu sendiri merupakan perbuatan Rabb ‘Azza wa Jall, sekaligus rahmat bagi makhluk, dan dalam perkara ini Allah Ta’ala tetap terpuji karenanya. Barangsiapa diuji dengan musibah lalu dia dikaruniai kesabaran, maka kesabaran ini merupakan nikmat dalam agamanya, dia akan mendapat rahmat Allah, selain dosa-dosanya juga dihapus, dan dia juga meraih shalawat (keberkahan) dari Rabbnya karena pujiannya kepadaNya. Allah Ta’ala berfirman;

أولئك عليهم صلوات من ربهم ورحمة

“Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka.” (QS. al-Baqarah: 157)

Dosa-dosa diampuni dan diangkat derajatnya. Barangsiapa yang mampu bersabar, maka ia akan mendapatkan itu semua.” Selesai dengan diringkas.”

وإذا أراد بعبده الشر أمسك عنه › ‹ Jika Allah menghendaki keburukan bagi hambaNya, maka Dia menahan darinya ›

Beliau –raheemahullaahu Ta’ala- melanjutkan penjelasannya;

 أي أخر عنه العقوبة بذنبه حتى يوافى به يوم القيامة
قال العزيزي : أي لا يخازيه بذنبه في الدنيا حتى يجيء في الآخرة مستوفر الذنوب وافيها ، فيستوفى ما يستحقه من العقاب
وفيه التنبيه على حسن الرجاء وحسن الظن بالله فيما يقضيه لك ، كما قال تعالى : " وعسى أن تكرهوا شيئاً وهو خير لكم وعسى أن تحبوا شيئاً وهو شر لكم والله يعلم وأنتم لا تعلمون "

“Yakni, Allah menunda hukuman dosanya. ‘sehingga Dia membalasnya dengan sempurna pada Hari Kiamat.’

Al-‘Azizi berkata, “Yakni, Allah tidak membalasnya di dunia sehingga dia datang di akhirat dengan membawa dosa-dosanya yang berjumlah banyak, lalu Allah membalasnya dengan hukuman sesuai dengan haknya.”

Di dalam hadits ini terkandung anjuran berharap baik dan menduga baik kepada Allah dalam apa yang Dia tetapkan untukmu, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman;

وعسى أن تكرهوا شيئاً وهو خير لكم وعسى أن تحبوا شيئاً وهو شر لكم والله يعلم وأنتم لا تعلمون

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 216).”[2] [Fathul Majeed Syarh Kitabut Tauheed hal. 523-524, Bab: Termasuk iman kepada Allah Bersabar atas takdir Allah ‹ باب من الإيمان بالله الصبر على أقدار الله › secara ringkas]

Subhaanallah, memang ucapan para ulama rabbani itu selalu mencerahkan, Wallaahu Subhaanahu wa Ta’ala a’lamu.


_________
[1]. HR. at-Tirmidzi No. 2396 dan al-Hakim 1/344, 4/276, 377
[2]. Al-‘Allamah ‘Abd ar-Rahman bin Nasheer as-Sa’dee –raheemahullaahu Ta’ala- (w. 1376 H) menjelaskan ayat diatas dalam tafsirnya;

وهذه الآيات عامة مطردة, في أن أفعال الخير التي تكرهها النفوس لما فيها من المشقة أنها خير بلا شك، وأن أفعال الشر التي تحب النفوس لما تتوهمه فيها من الراحة واللذة فهي شر بلا شك
وأما أحوال الدنيا, فليس الأمر مطردا, ولكن الغالب على العبد المؤمن, أنه إذا أحب أمرا من الأمور, فقيض الله [له] من الأسباب ما يصرفه عنه أنه خير له, فالأوفق له في ذلك, أن يشكر الله, ويجعل الخير في الواقع, لأنه يعلم أن الله تعالى أرحم بالعبد من نفسه, وأقدر على مصلحة عبده منه, وأعلم بمصلحته منه كما قال [تعالى:] ( وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ ) فاللائق بكم أن تتمشوا مع أقداره, سواء سرتكم أو ساءتكم

“Ayat ini adalah umum lagi luas, bahwa perbuatan-perbuatan baik yang dibenci oleh jiwa manusia karena ada kesulitan padanya itu adalah baik tanpa diragukan lagi, dan bahwa perbuatan-perbuatan buruk yang disenangi oleh jiwa manusia karena apa yang diperkirakan olehnya bahwa padanya ada keenakan dan kenikmatan ternyata buruk tanpa diragukan lagi. Perkara dunia tidaklah bersifat umum, akan tetapi kebanyakan orang bahwa apabila ia senang terhadap suatu perkara, lalu Allah memberikan baginya sebab-sebab yang membuatnya berpaling darinya bahwa hal itu adalah suatu yang baik baginya, maka yang paling tepat baginya dalam hal itu adalah ia bersyukur kepada Allah, dan meyakini kebaikan itu ada pada apa yang terjadi, karena ia mengetahui bahwa Allah Ta’ala lebih sayang kepada hambaNya daripada dirinya sendiri, lebih kuasa memberikan kemaslahatan buat hambaNya daripada dirinya sendiri, dan lebih mengetahui kemaslahatannya daripada dirinya sendiri, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman;

وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

“Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.”

Maka yang pantas bagi kalian adalah kalian sejalan dengan segala takdir-takdirNya, baik yang menyenangkan ataupun yang menyusahkan.” [Taiseer al-Kareem ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan vol. 1, juz. 2]


0 Respones to "Musibah Dan Takdir, What Should We Do?"

Posting Komentar

 

Entri Populer

Recent Comments

Blog Statistic

Return to top of page Copyright © 2007 | Old Nakula