Perumpamaan Dunia Dalam QS. Al-Kahfi: 45-46
Allah Jadikan Apa Yang Ada Di Bumi Sebagai Ujian
Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman;
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلا (7) وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا (8
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang ada di atasnya menjadi tanah yang rata lagi tandus.” (QS. Al-kahfi: 7-8)
Tafsir Ayat
يخبر تعالى: أنه جعل جميع ما على وجه الأرض، من مآكل لذيذة، ومشارب، ومساكن طيبة، وأشجار، وأنهار، وزروع، وثمار، ومناظر بهيجة، ورياض أنيقة، وأصوات شجية، وصور مليحة، وذهب وفضة، وخيل وإبل ونحوها، الجميع جعله الله زينة لهذه الدار، فتنة واختبارا. ( لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلا ) أي: أخلصه وأصوبه،.
“Allah mengabarkan bahwa Dia telah menjadikan semua yang ada di muka bumi, baik berupa makanan-makanan yang lezat, aneka minuman, pakaian-pakaian yang bagus, pepohonan, sungai-sungai, sawah-sawah, buah-buahan, panorama yang mengagumkan, kebun-kebun yang mengikat, suara-suara yang membangkitkan semangat, rupa-rupa yang manis, emas, perak, kuda, unta dan lain sebagainya, semuanya Allah ciptakan sebagai perhiasan untuk perkampungan ini (kehidupan dunia) dan sebagai cobaan dan ujian. ( لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلا ) ‘Agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya’, maksudnya yang paling ikhlas (semata-mata karena Allah Ta’ala, red) dan paling benar (amalannya sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, red).
ومع ذلك سيجعل الله جميع هذه المذكورات، فانية مضمحلة، وزائلة منقضية وستعود الأرض ( صَعِيدًا جُرُزًا ) قد ذهبت لذاتها، وانقطعت أنهارها، واندرست أثارها، وزال نعيمها،
“Meskipun demikian, Allah akan menjadikan semua yang telah disebutkan (diatas) sebagai obyek-obyek yang fana (sirna) lagi musnah, lenyap dan berakhir. Bumi akan kembali, ( صَعِيدًا جُرُزًا ) ‘menjadi tanah yang rata lagi tandus’, telah pergi kenikmatan-kenikmatannya, sungai-sungainya berhenti (mengalir) dan bekas-bekasnya hilang serta kenikmatannya sirna.
هذه حقيقة الدنيا، قد جلاها الله لنا كأنها رأي عين، وحذرنا من الاغترار بها، ورغبنا في دار يدوم نعيمها، ويسعد مقيمها، كل ذلك رحمة بنا، فاغتر بزخرف الدنيا وزينتها، من نظر إلى ظاهر الدنيا، دون باطنها، فصحبوا الدنيا صحبة البهائم، وتمتعوا بها تمتع السوائم، لا ينظرون في حق ربهم، ولا يهتمون لمعرفته، بل همهم تناول الشهوات، من أي وجه حصلت، وعلى أي حالة اتفقت، فهؤلاء إذا حضر أحدهم الموت، قلق لخراب ذاته، وفوات لذاته، لا لما قدمت يداه من التفريط والسيئات وأما من نظر إلى باطن الدنيا، وعلم المقصود منها ومنه، فإنه يتناول منها، ما يستعين به على ما خلق له، وانتهز الفرصة في عمره الشريف، فجعل الدنيا منزل عبور، لا محل حبور، وشقة سفر، لا منزل إقامة، فبذل جهده في معرفة ربه، وتنفيذ أوامره، وإحسان العمل، فهذا بأحسن المنازل عند الله، وهو حقيق منه بكل كرامة ونعيم، وسرور وتكريم، فنظر إلى باطن الدنيا، حين نظر المغتر إلى ظاهرها، وعمل لآخرته، حين عمل البطال لدنياه، فشتان ما بين الفريقين، وما أبعد الفرق بين الطائفتين
Inilah hakikat dunia. Allah telah mempertontonkannya dengan jelas kepada kita, seolah-olah dunia itu seperti melihat dengan dua mata kita, memperingatkan kita agar tidak terpedaya olehnya. Dan (juga) menstimulus kita untuk lebih menyukai suatu tempat, yang kenikmatannya abadi dan penghuninya berbahagia. Semua itu merupakan rahmat Allah kepada kita. Orang yang melihat penampilan (pesona) fisik dunia semata tanpa (memperhatikan) hakikatnya, niscaya akan tertipu dengan keindahan dan perhiasannya, lalu mereka bersahabat dengannya layaknya binatang-binatang ternak (bersahabat) dan bersenang-senang dengan dunia seperti binatang-binatang yang digembalakan. Mereka tidak menoleh kepada hak Rabb mereka, dan tidak berkepentingan untuk mengenalnya. Bahkan obsesi mereka hanyalah ingin menikmati syahwat dunia denga cara apapun yang dihasilkan dan pada kesempatan kapan pun yang muncul. Mereka ini apabila ajal mendatangi mereka, pasti merasa gundah lantaran dirinya hancur dan kenikmatannya lenyap. Bukan (merasa) gelisah disebabkan perbuatan yang telah dilakukannya berupa penyepelean aturan (Allah) dan dosa-dosa.
Adapun orang yang memperhatikan hakikat dunia, memahami maksud penciptaan dunia dan dirinya, maka dia akan mengambil (bagian) dari dunia tersebut sekedar untuk dipakai merealisasikan tujuan penciptaan dirinya (i.e beribadah kepada Allah Ta’ala, red). Dia memanfaatkan kesempatan dalam umurnya yang berharga, lalu menjadikan dunia sebagai jembatan penyeberangan, bukan tempat bersenang-senang, tempat singgah dalam perjalanan, bukan tempat menetap. Dia mengorbankan segala kemampuannya untuk mengenal Rabbnya, melaksanakan perintah-perintahNya dan memperbagus amalannya.
Orang ini akan berada di tempat sebaik-baiknya di sisi Allah, dan dia layak untuk menerima segala kemuliaan, kenikmatan, dan kebahagiaan, serta penghormatan di sisi Allah. Dia melihat hakikat dunia tatkala orang yang tertipu melongok pesona fisiknya, beramal untuk kehidupan akhiratnya tatkala pemburu dunia beramal untuk dunia. Alangkah jauh perbedaan antara kedua golongan itu!.” (Taisir al-Kareem ar-Rahman Fii Tafsir Kalam al-Mannan, vol. 4, juz. 15)
Lupa Di Saat Senang, Putus Asa Di Saat Susah
Kerap “amnesia” ketika mendapat nikmat/ kesenangan, dan putus asa ketika ditimpa musibah/ kesulitan, that’s we are all about!. You may disagree, but Allah سبحانه و تعالى Himself who declared it directly through His commandment as follows;
وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ كَانَ يَئُوسًا (83
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia, niscaya berpalinglah dia, dan membelakangi dengan sikap yang sombong, dan apabila ditimpa kesusahan, niscaya dia berputus asa.” (QS. Al-Isra’: 83)
هذه طبيعة الإنسان من حيث هو، إلا من هداه الله، فإن الإنسان- عند إنعام الله عليه - يفرح بالنعم ويبطر بها، ويعرض وينأى بجانبه عن ربه، فلا يشكره ولا يذكره ( وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ ) كالمرض ونحوه ( كَانَ يَئُوسًا ) من الخير قد قطع ربه رجاءه، وظن أن ما هو فيه دائم أبدًا وأما من هداه الله فإنه- عند النعم -يخضع لربه، ويشكر نعمته، وعند الضراء يتضرع، ويرجو من الله عافيته، وإزالة ما يقع فيه، وبذلك يخف عليه البلاء.
“Begitulah tabiat manusia dari sudut pandang dzatnya, kecuali orang-orang yang mendapat hidayah dari Allah. Manusia itu saat meraih kenikmatan dari Allah, maka dia bersuka cita dengannya, menyombongkan diri dengannya, berpaling dan menjauhi Rabbnya, tidak bersyukur kepadaNya dan tidak mau mengingatNya. وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ ) ) “dan apabila dia ditimpa kesusahan” seperti sakit atau selainnya, ( كَانَ يَئُوسًا ) “niscaya dia berputus asa” dari kebaikan. Dia berputus asa dari harapan (mendapatkan rahmat) Rabbnya dan menyangka bahwasanya keadaan yang menimpanya itu akan terjadi selamanya. Adapun orang yang mendapatkan hidayah Allah, maka dia merendahkan diri dan bersyukur kepada Rabbnya tatkala mendapatkan kenikmatan. Apabila ditimpa musibah, maka dia memohon dengan merendahkan diri kepada Rabbnya dan mengharap kekuatan kepada Allah supaya segera dihilangkan musibah yang telah menimpanya. Dengan itu, akan lebih meringankan beban cobaannya.” [Taisir al-Kareem ar-Rahman vol. 4, juz. 15]
Ya,.. tidak sedikit manusia yang takabur atas kesukesan dan kesenangan yang sudah ia dapat dan nikmati seolah-olah semuanya itu datang dari sisinya, bukan dari sisiNya. Padahal Allah سبحانه و تعالى memperingatkan;
وَلا تَمْشِ فِي الأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولا (37
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Isra’: 37)
يقول تعالى: ( وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا ) أي: كبرا وتيها وبطرا متكبرا على الحق ومتعاظما على الخلق ( إِنَّكَ ) في فعلك ذلك ( لَنْ تَخْرِقَ الأرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولا ) في تكبرك بل تكون حقيرا عند الله ومحتقرا عند الخلق مبغوضا ممقوتا قد اكتسبت أشر الأخلاق واكتسيت أرذلها من غير إدراك لبعض ما تروم
“Allah Ta’ala berfirman, ( وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا ) ‘Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong’ yaitu congkak, pamer, sombong terhadap kebenaran dan merasa lebih besar di hadapan makhluk. ( إِنَّكَ ) ‘Sesungguhnya kamu’, dengan perbuatanmu itu ‘sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung’ (yakni) dengan perbuatanmu. Bahkan kamu menjadi hina di sisi Allah, nista pada pandangan makhluk, dalam keadaan dimurkai dan dibenci. Engkau telah meraup perilaku-perilaku yang seburuk-buruknya, dan engkau telah menyandangi diri dengan moral yang paling rendah tanpa mendapatkan sebagian yang kamu inginkan.” [Taisir al-Kareem ar-Rahman vol. 4, juz. 15]
Lawan dari sombong adalah tawadhu’ (rendah hati), dan Allah سبحانه و تعالى memerintahkan kita untuk melakukan hal itu. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda;
إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوْا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ , وَ لاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan hati sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berlaku zhalim atas yang lain.” (HR. Muslim No. 2588)
Orang yang berilmu dan tidak berilmu memang berbeda. Yang dimaksud dengan berilmu disini bukanlah mereka yang hanya sekedar memiliki gelar pendidikan yang tinggi atau kedudukan/ jabatan yang tinggi (tapi jauh dari agamanya), namun yang dimaksud disini adalah mereka yang Allah Ta’ala berikan bashirah untuk memahami dan mengamalkan ilmu dien ini dengan baik sebagaimana mereka, para ulama rabbani. Jadi kalau ada pepatah yang mengatakan, “Bagai ilmu padi, semakin tua semakin merunduk” itu adalah tepat adanya. Semakin seseorang mengetahui dan memahami suatu masalah dalam ad-dien ini, semakin seseorang itu merasa bodoh (karena ternyata banyak hal yang belum dan tidak diketahuinya, red) sehingga celah untuk ‘ujub/ sombong/ takabur semakin sempit.
Adapun lawan dari putus asa adalah optimis. Allah سبحانه و تعالى berfirman;
وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ...
“.. Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.” (QS. Yusuf: 87)
Mengapa demikian?....
فإن الرجاء يوجب للعبد السعي والاجتهاد فيما رجاه، والإياس: يوجب له التثاقل والتباطؤ، وأولى ما رجا العباد، فضل الله وإحسانه ورحمته وروحه،
“Karena optimisme akan mendorong seorang hamba kepada usaha dan ketekunan serius untuk mencapai apa yang diharapkannya. Sedangkan putus asa, hanya akan mengakibatkan perasaan berat dan bermalas-malasan baginya. Pengharapan yang paling utama diinginkan oleh seorang hamba ialah kemurahan dan curahan kebaikan Allah, rahmat dan kasihNya.” [Taisir al-Kareem ar-Rahman vol. 3, juz. 13]
Akhirnya penulis yang dhaif lagi jahil ini berdoa;
رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ
“Ya Rabbku, masukanlah aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku ke tempat keluar yang benar”, (أي) maksudnya:
اجعل مداخلي ومخارجي كلها في طاعتك وعلى مرضاتك، وذلك لتضمنها الإخلاص وموافقتها الأمر
“Jadikanlah tempat masuk dan tempat keluarku semuanya dalam keta’atan dan keridhaanMu. Karena hal ini memuat sifat keikhlasan dan keselarasan dengan perintah.”
وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
“Dan berikanlah kepadaku dari sisiMu kekuasaan yang menolong”, (أي) maksudnya:
حجة ظاهرة، وبرهانًا قاطعًا على جميع ما آتيه وما أذره وهذا أعلى حالة ينزلها الله العبد، أن تكون أحواله كلها خيرًا ومقربة له إلى ربه، وأن يكون له -على كل حالة من أحواله- دليلا ظاهرًا، وذلك متضمن للعلم النافع، والعمل الصالح، للعلم بالمسائل والدلائل وقوله
“Hujjah yang nyata dan petunjuk yang pasti pada seluruh (amalan) yang aku kerjakan dan aku tinggalkan. Ini adalah keadaan yang paling mulia yang mana Allah menempatkan hambaNya disana. Yakni, supaya seluruh keadaanNya baik dan mengarahkan kepada kedekatan terhadap Rabbnya. Dan supaya dia memiliki dasar petunjuk yang jelas dalam setiap keadaannya. Hal ini mencakup ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, yaitu ilmu tentang berbagai problematika dan dalil-dalil petunjuk.” [Taisir al-Kareem ar-Rahman vol. 4, juz. 15]
والله سبحانه و تعالى أعلم
Pelajaran Berharga Dari Sebuah Kunjungan
Kemarin siang (Senin, 23/01/12) saya mendapatkan SMS dari kawan saya. Dia bekerja di Semarang, Jawa Tengah. Dahulu kami pernah bekerja di perusahaan yang sama di Jakarta i.e vendor telekomunikasi asing, kami masuk di waktu yang sama dan resign pada waktu yang hampir bersamaan pula. Ketika masih menjadi “fellow workers”, kami sering berdiskusi dan berbicara banyak hal, baik yang terkait dengan pekerjaan ataupun hal-hal lainnya. Walhamdulilah, tali silaturahmi tersebut masih tetap terjalin hingga hari ini.
Kebetulan cuaca siang itu agak cerah sehingga saya bisa menyempatkan diri berkunjung ke rumahnya di daerah Jatihandap, Cicaheum, Bandung. Setiap kali bertemu, tema obrolan kami tidak pernah jauh dari masalah pekerjaan karena kebetulan bidangnya sama i.e telekomunikasi. Diskusi kami sempat terhenti sebentar ketika kawan saya harus menerima telepon dari seseorang. Setelah hajatnya selesai, ia pun bercerita bahwa ia baru saja mendapatkan telepon dari sahabatnya (tepatnya, dari adik sahabatnya, red). Diceritakan bahwa semenjak lulus kuliah dari jurusan Teknik Mesin tiga tahun yang lalu, ia belum pernah mendapatkan pekerjaan. Dua tahun sebelumnya, ia pernah mengalami musibah (i.e kecelakaan hebat) yang membuat lengan kirinya cacat seumur hidup. Kejadian tersebut katanya sempat membuatnya frustasi, namun pada akhirnya ia mampu bangkit kembali. Mungkin karena kondisi fisiknya yang tidak lagi sempurna, ia memutuskan untuk berbisnis (i.e jualan baju batik) di kampung halamannya di Pekalongan, Jawa Tengah sana. Namun ujian dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala ternyata belum usai, usahanya tidak berjalan sesuai harapan hingga hari ini.
Kemudian saya bilang kepada kawan saya, “Ternyata ujian yang saya hadapi selama ini jauh lebih ringan dibandingkan dengan apa yang menimpa dirinya (i.e terkait urusan dunia). Saya diberikan badan yang sehat alhamdulillah, sedangkan Allah mengujinya dengan badan yang cacat. Allah memang pernah menguji saya dengan ketidakjelasan pekerjaan (baca: menganggur) namun tidak pernah lama, adapun dia, harus menunggu lebih dari tiga tahun untuk bangkit dari keterpurukan, kemudian harus berjuang mempertahankan eksistensinya.”
Kemudian kawan saya berujar (secara maknawi bahwa), “Roda memang selalu berputar. Adakalanya diatas, adakalanya dibawah. Jatuh itu memang rasanya menyakitkan, tidak ada bedanya antara orang yang jatuh sekali dengan orang yang jatuh berkali-kali dalam hal ini (i.e mereka tetap sama-sama merasakan sakit, red). Namun secara psikologis (biasanya) orang yang jatuh berkali-kali itu lebih tahan banting dibandingkan orang yang jatuh hanya sesekali karena mereka sudah terbiasa dengan kondisi tersebut. (Di dunia) orang mendapatkan kesulitan/ ujian itu pasti, namun merasakan kebahagiaan dan ketenangan hidup itu belum tentu.”
Kalau disuruh memilih antara mendengarkan kisah orang-orang bawah atau cerita sukses orang-orang atas, saya (penulis) lebih memilih mendengarkan kisah perjuangan saudara-saudara kita yang serba susah dan kekurangan yang hidupnya hanya berputar-putar pada pilihan hidup sederhana dan apa adanya (terpaksa maupun tidak terpaksa, red) daripada mendengarkan cerita sukses nan heroic dari kawan-kawan sejawat mengenai karir professionalnya maupun kerajaan businessnya. Bukan karena sok sederhana, atau sok-sokan gak mau sukses, tapi saya merasa lebih tenang, lebih adem dan lebih bisa merasakan nikmatnya hidup (yang Allah Subhaanahu wa Ta’ala berikan sampai hari ini) dengan berkaca melalui mereka. Ucapan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama memang tidak pernah salah, beliau bersabda:
انظروا إلى من هو أسفل منكم. ولا تنظروا إلى من هو فوقكم؛ فهو أجدر أن لا تَزْدروا نعمة الله عليكم
“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian dan jangan melihat orang yang lebih di atas kalian. Yang demikian ini (melihat ke bawah) akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kalian.” (HR. Muslim)
Dan itu pasti terbukti!. Sebenarnya pilihan kita hanya berkisar di dua hal (dalam hidup), i.e mensyukuri nikmat dan bersabar. Jika kita memilih sebaliknya i.e kufur dan putus asa/ mengeluh, sudah pasti tidak akan membuat kita lebih baik. Jadi suka atau tidak suka, dua pilihan diatas lah yang paling menguntungkan bagi seorang hamba. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ (5
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang penyabar lagi banyak bersyukur.” (QS. Ibrahim: 5)
Berkata asy-Syaikh as-Sa’dy –raheemahullaahu- ketika menjelaskan makna ayat: لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
أي: صبار في الضراء والعسر والضيق، شكور على السراء والنعمة فإنه يستدل بأيامه على كمال قدرته وعميم إحسانه، وتمام عدله وحكمته،.
“Yaitu orang yang sangat sabar terhadap kesengsaraan, kesulitan, dan himpitan hidup, bersyukur atas kesenangan dan kenikmatanNya. Sesungguhnya kejadian-kejadian (yang telah Allah tentukan) bisa dijadikan bukti kesempurnaan kekuasaanNya dan luasnya kebaikanNya serta paripurnanya sifat keadilan dan kebijaksanaanNya.” (Taisir al-Kareem ar-Rahman vol. 4, juz. 13)
Allah Ta’ala juga berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (7
“Dan (ingatlah juga) tatkala Rabbmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azabKu sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Asy-Syaikh as-Sa’dy –raheemahullaahu- menjelaskan dalam tafsirnya;
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ) أي: أعلم ووعد، ( لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ) من نعمي ( وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ) ومن ذلك أن يزيل عنهم النعمة التي أنعم بها عليهم والشكر: هو اعتراف القلب بنعم الله والثناء على الله بها وصرفها في مرضاة الله تعالى. وكفر النعمة ضد ذلك.
“) وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ ) ‘Dan (ingatlah juga) tatkala Rabbmu memaklumkan’, maksudnya memberitahukan dan menjanjikan. ( لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ) ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu’ dari nikmat-nikmatKu, ( وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ) ‘dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azabKu sangat pedih’, dan diantara bentuk siksaNya adalah Allah akan melenyapkan nikmat yang telah Allah curahkan dari mereka. Bersyukur hakikatnya pengakuan hati terhadap nikmat-nikmat Allah dan menyanjung Allah karenanya, serta mempergunakanNya dalam keridhaan Allah Ta’ala. Sementara pengingkaran terhadap nikmat Allah mempunyai pengertian yang berlawanan dengannya.” (Taisir al-Kareem ar-Rahman vol. 4, juz. 13)
Dijelaskan diatas bahwa konsekuensi dari sikap tidak bersyukurnya seorang hamba kepada Allah adalah dilenyapkannya nikmat-nikmat tersebut dari mereka. Belum lagi ancaman berupa adzab yang pedih dari Allah Ta’ala. Bukankah ini pilihan yang pahit?. Bagaimana jika ujian hidup tersebut tidak kita hadapi dengan kesabaran?. Kembali asy-Syaikh as-Sa’dy –raheemahullaahu- menjelaskan:
فالجازع, حصلت له المصيبتان, فوات المحبوب, وهو وجود هذه المصيبة، وفوات ما هو أعظم منها, وهو الأجر بامتثال أمر الله بالصبر، ففاز بالخسارة والحرمان, ونقص ما معه من الإيمان، وفاته الصبر والرضا والشكران, وحصل [له] السخط الدال على شدة النقصان.
“Orang yang tidak sabar mendapatkan dua musibah, hilangnya sesuatu yang dikasihi yaitu adanya musibah tersebut, dan hilangnya sesuatu yang lebih besar dari sesuatu yang pertama, yaitu pahala dengan menunaikan perintah Allah yaitu bersabar, akhirnya dia memperoleh kerugian dan kehampaan serta kekurangan iman yang ada padanya, juga kehilangan kesabaran, ridha dan rasa syukur, namun yang ia dapatkan hanyalah kebencian yang menunjukkan banyaknya kekurangan.” (Taisir al-Kareem ar-Rahman vol. 1, juz. 2)
Ini juga merupakan pilihan pahit.. Jadi tetap bersyukur dan bersabar meskipun tidak mendapatkan apa-apa itu masih jauh lebih baik daripada tidak bersyukur dan hanya berkeluh kesah namun tidak mendapatkan apa-apa (pilihan terakhir ini justru mendapatkan ancaman dari Allah Ta’ala, red). Wallaahu a’lam...
Asal Muasal Kesombongan
Darimanakah cikal bakal kesombongan itu?. Jauh sebelum bani Adam (anak cucu Adam, red) hidup di dunia (baca: bumi), ternyata kesombongan itu sudah ada jauh-jauh hari. Dimanakah itu?, di Surga. Adalah Iblis, makhluk yang pertama kali menunjukkan sifat buruk lagi tercela itu ketika menolak perintah Allah Tabaaraka wa Ta’ala untuk bersujud kepada Nabi Adam ‘Alaihissalam. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ لَمْ يَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ (11.....
“.... kemudian Kami katakan kepada para malaikat, ‘Bersujudlah kamu kepada Adam.’ Maka mereka pun bersujud kecuali Iblis, ia tidak termasuk mereka yang bersujud.” (QS. Al-A’raf: 11)
Berkata asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir bin Abdillah bin Nashir bin Hamd as-Sa’di at-Tamimi an-Najdy al-Hambali –raheemahullaahu-:
أبى أن يسجد له، تكبرا عليه وإعجابا بنفسه
“Iblis menolak bersujud karena kesombongan diri dan ‘ujub terhadap dirinya.” [Taisir al-Kareem ar-Rahman vol. 3, juz. 8]
Apa sebab?
Allah Ta’ala berfirman:
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ (12
“Allah berfirman, ‘Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?’ Iblis menjawab, ‘Saya lebih baik daripadanya. Engkau menciptakan saya dari api sedang dia engkau ciptakan dari tanah.’” (QS. Al-A’raf: 12)
Ya,.. Iblis menganggap dirinya lebih baik dari Nabi Adam dengan alasan ia diciptakan dari api sedangkan Nabi Adam dari tanah. Padahal hujjahnya tersebut tidaklah berdasar. Asy-Syaikh as-Sa’di –raheemahulaahu- menjelaskan:
وهذا القياس من أفسد الأقيسة، فإنه باطل من عدة أوجه :
منها: أنه في مقابلة أمر اللّه له بالسجود، والقياس إذا عارض النص، فإنه قياس باطل، لأن المقصود بالقياس، أن يكون الحكم الذي لم يأت فيه نص، يقارب الأمور المنصوص عليها، ويكون تابعا لها.
فأما قياس يعارضها، ويلزم من اعتباره إلغاءُ النصوص، فهذا القياس من أشنع الأقيسة.
ومنها: أن قوله: ( أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ ) بمجردها كافية لنقص إبليس الخبيث. فإنه برهن على نقصه بإعجابه بنفسه وتكبره، والقول على اللّه بلا علم. وأي نقص أعظم من هذا؟
ومنها: أنه كذب في تفضيل مادة النار على مادة الطين والتراب، فإن مادة الطين فيها الخشوع والسكون والرزانة، ومنها تظهر بركات الأرض من الأشجار وأنواع النبات، على اختلاف أجناسه وأنواعه، وأما النار ففيها الخفة والطيش والإحراق.
“Ini adalah kias paling rusak. Ia bathil dari berbagai segi:
Diantaranya bahwa ia merupakan bentuk penentangan terhadap perintah sujud dari Allah, dan suatu kias yang bertentangan dengan dalil adalah kias (yang) batil, karena maksud dari kias adalah menjadikan hukum yang tidak ada dalil padanya mendekati perkara yang ada dalil padanya dan mengikutinya. Adapun kias yang bertabrakan dengannya yang jika ia diambil maka ia berkonsekuensi dibuangnya dalil, maka ini merupakan kias yang paling buruk.
Diantaranya juga, bahwa ucapannya ( أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ ) ‘Saya lebih baik daripadanya’ sudah cukup dengan sendirinya menunjukkan kekurangan Iblis yang busuk, karena dia telah membuktikan kekurangannya dengan ‘ujub dan takaburnya. Berbicara atas nama Allah tanpa ilmu. Adakah kekurangan yang lebih besar dari ini?
Diantaranya juga, bahwa dia telah berdusta dalam mengunggulkan api diatas tanah, karena tanah mengandung ketenangan, ketentraman, dan keseimbangan. Darinya muncul keberkahan bumi dari pohon-pohonan dan berbagai macam tanaman dengan berbagai jenis dan macamnya. Lain halnya dengan api, ia membakar, mudah terombang-ambing dan ceroboh.” [Taisir al-Kareem ar-Rahman vol. 3, juz. 8]
Akibat dari kesombongannya itulah, Allah Subhaanahu wa Ta’ala mengusirnya dari Surga. Namun demikian, makhluk yang sombong ini tidak tinggal diam, ia akan terus menggoda dan mengajak serta bani Adam bersamanya, menjauh dari kampung asalnya i.e Surga dan bergabung bersamanya di dalam Neraka kelak. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16) ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (17
“Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalanMu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 16-17)
Asy-Syaikh as-Sa’di –raheemahullaahu- menjelaskan:
أي: قال إبليس - لما أبلس وأيس من رحمة اللّه - ( فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ ) أي: للخلق ( صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ) أي: لألزمن الصراط ولأسعى غاية جهدي على صد الناس عنه وعدم سلوكهم إياه.
( ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ) أي: من جميع الجهات والجوانب، ومن كل طريق يتمكن فيه من إدراك بعض مقصوده فيهم.
ولما علم الخبيث أنهم ضعفاء قد تغلب الغفلة على كثير منهم، وكان جازما ببذل مجهوده على إغوائهم، ظن وصدَّق ظنه فقال: ( وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ ) فإن القيام بالشكر من سلوك الصراط المستقيم، وهو يريد صدهم عنه، وعدم قيامهم به، قال تعالى: إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ .
وإنما نبهنا اللّه على ما قال وعزم على فعله، لنأخذ منه حذرنا ونستعد لعدونا، ونحترز منه بعلمنا، بالطريق التي يأتي منها، ومداخله التي ينفذ منها، فله تعالى علينا بذلك، أكمل نعمة.
“Yakni Iblis berkata manakala dia telah putus harapan dan putus asa dari rahmat Allah, ( فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ ) ‘Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka’, yakni manusia ( صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ) ‘dari jalanMu yang lurus.’ Yakni aku akan menguntit jalan dan aku benar-benar akan berusaha dengan segenap kemampuanku untuk mencegah orang-orang darinya agar tidak melewati jalan itu. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ) وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ) ‘Kemudian saya akan mendatangi mereka, dari kanan dan dari kiri mereka.’ Yakni dari segala arah dan jurusan dan dari segala jalan yang padanya dia mampu mewujudkan maksudnya pada mereka. Manakala Iblis yang buruk ini mengetahui bahwa mereka adalah lemah, kelalaian telah menguasai banyak dari mereka, dan dia sendiri telah bertekad bulat untuk mengeluarkan segala upayanya untuk menyesatkan mereka, maka dia mengira –dan memang perkiraannya benar- dia berkata, ( وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ ) ‘Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.’ Karena bersyukur termasuk meniti jalan yang lurus. Sementara dia ingin menghalang-halangi manusia darinya (i.e jalan yang lurus, red) dan dari bersyukur. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir: 6)
Allah Ta’ala memperingatkan kita dari apa yang Iblis katakan dan dia tekadkan untuk melakukannya, agar kita berhati-hati darinya, bersiap-siap menghadapi musuh kita, menjaga diri darinya. Dengan kita berilmu (mengetahui) jalan-jalan dari mana dia datang, dan celah-celah dimana dia menyusup darinya, maka dengan itu Allah telah memberi nikmat kepada kita dengan kenikmatan yang paling sempurna.” [Taisir al-Kareem ar-Rahman vol. 3, juz. 8]
Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjauhkan kita dari sifat Iblis yang sombong dan ‘ujub itu, dari sifat merasa lebih baik, lebih tinggi dari yang lain, lebih berhak masuk Surga daripada yang lain, lebih baik dan lebih afdhal ilmunya daripada yang lain, dan sifat merasa lebih dan lebih lainnya, dan semoga Allah Ta’ala menjaga kita dari tipu dayanya. Amieen....
Ba’da Magrib
Lengkong Kecil, Paledang, Bandung
Membuka Worksheet Excel Yang Terproteksi
Mengapa kita perlu melakukan proteksi data pada Worksheet Excel? Apa tujuannya?....
Sebuah pertanyaan retoris yang sejatinya tidak perlu dipertanyakan. Namun bagi mereka yang masih awam dengan Excel (seperti penulis, red), Www.Ozgrid.Com bisa membantu memberikan jawaban sbb: Some reasons for protecting your data could be:
a). To Direct Others To Specific Cells That They Can Input Into By Making It Impossible For Them To Enter Data Anywhere Else On A Worksheet.
Terjemahan bebasnya: Mengarahkan users untuk mengisi Spesific Cells (Cells tertentu di Worksheet yang sudah diset/ ditentukan oleh Administrator, red) dengan mensetting Cells lain diluar Spesific Cells tersebut agar tidak bisa diisi oleh users (baca: terkunci/ locked)
b). To Prevent Accidental Deletion, Or Modification Of Essential Values Within A Worksheet That May Be Needed To Perform Specific Calculations.
Terjemahan bebasnya: Mencegah terhapusnya data secara tidak sengaja, atau dari modifikasi/ perubahan esensial value (seperti Formula misalnya, red) di dalam Worksheet yang mungkin dibutuhkan (oleh users) untuk melakukan perhitungan-perhitungan tertentu. Bisa juga diterjemahkan dengan pemahaman terbalik sbb: Jika Worksheet yang berisi esensial value (seperti Formula) tersebut tidak diproteksi dan terhapus, maka perhitungan-perhitungan tertentu pada Spesific Cells (mungkin) tidak bisa dilakukan.
Keuntungannya jelas, data-data penting di Worksheet akan terproteksi. Kerugiannya?, ini yang sangat jarang terjadi, namun mungkin sekali terjadi, apalagi jika Worksheet tersebut jarang dibuka/ diakses oleh users. What’s that?, Lupa Password!!. Ya,.. mungkin karena saking banyaknya Worksheet yang harus diproteksi sampai-sampai password yang terakhir kali dibuat users pun terlupakan. Akibatnya, proteksi Worksheet tidak bisa dibuka. Bagaimana jika users benar-benar lupa?, tenang,.. ada solusi praktis dari seorang Microsoft Valuable Player [MVP] VBA Excel (dengan sedikit modifikasi dari pengutip, red). Ga perlu lagi download atau install-install software password recovery yang terkadang berbayar, ribet dan tidak praktis itu :D. Sangat sederhana, anda cukup ikuti langkah-langkah berikut:
a). Buka File Excel dimana Worksheet yang terproteksi itu ada di dalamnya.
b). Open the workbook that has the protected sheet in it. Hit Alt+F11 to view the Visual Basic Editor. Buka Worksheet yang terproteksi dan tekan Alt+F11, atau klik kanan pada Worksheet name-nya (misal: Sheet1) kemudian klik View Code untuk masuk ke dalam Visual Basic Editor.
c). Copykan syntax VBA berikut ini ke dalam Module:
Sub PasswordBreaker()
‘Source dicopy dari www.experts-exchange.com dengan sedikit modifikasi dari penulis artikel
Dim i As Integer, j As Integer, k As Integer
Dim l As Integer, m As Integer, n As Integer
Dim i1 As Integer, i2 As Integer, i3 As Integer
Dim i4 As Integer, i5 As Integer, i6 As Integer
On Error Resume Next
For i = 65 To 66: For j = 65 To 66: For k = 65 To 66
For l = 65 To 66: For m = 65 To 66: For i1 = 65 To 66
For i2 = 65 To 66: For i3 = 65 To 66: For i4 = 65 To 66
For i5 = 65 To 66: For i6 = 65 To 66: For n = 32 To 126
ActiveSheet.Unprotect Chr(i) & Chr(j) & Chr(k) & _
Chr(l) & Chr(m) & Chr(i1) & Chr(i2) & Chr(i3) & _
Chr(i4) & Chr(i5) & Chr(i6) & Chr(n)
If ActiveSheet.ProtectContents = False Then
MsgBox “Password Crack Yang Sudah Termodifikasi Adalah : ” & Chr(i) & Chr(j) & _
Chr(k) & Chr(l) & Chr(m) & Chr(i1) & Chr(i2) & _
Chr(i3) & Chr(i4) & Chr(i5) & Chr(i6) & Chr(n)
Exit Sub
End If
Next: Next: Next: Next: Next: Next
Next: Next: Next: Next: Next: Next
End Sub
d). Navigate to the worksheet you want to unprotect. Misal: Sheet1 (Form)
e). Klik Tools → Macros → PasswordBreaker → Run
f). Biarkan system bekerja beberapa menit. Setelah itu, kembali ke Worksheet yang terproteksi [misal: Sheet1(Form) di jendela Excel, bukan jendela VBE, red], maka akan muncul msgbox berikut:
g). Klik OK, Done.....Worksheet’s no more protected!.
That’s all, mudah-mudahan bermanfaat..