كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ
يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ
وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ (151)
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ (152
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah
mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepadamu
dan mensucikan kamu dan mengajarkan kamu al-Kitab dan al-Hikmah (as-sunnah an
nabawiyyah) serta mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Karena itu,
ingatlah kamu kepadaKu, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah
kepadaKu, dan jaganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku.” (QS. Al-Baqarah 151-152)
Tafsir ayat:
يقول تعالى: إن إنعامنا عليكم باستقبال
الكعبة وإتمامها بالشرائع والنعم المتممة, ليس ذلك ببدع من إحساننا, ولا بأوله, بل
أنعمنا عليكم بأصول النعم ومتمماتها, فأبلغها إرسالنا إليكم هذا الرسول الكريم
منكم, تعرفون نسبه وصدقه, وأمانته وكماله ونصحه ( يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا )
وهذا يعم الآيات القرآنية وغيرها، فهو يتلو عليكم الآيات المبينة للحق من الباطل,
والهدى من الضلال, التي دلتكم أولا على توحيد الله وكماله, ثم على صدق رسوله,
ووجوب الإيمان به, ثم على جميع ما أخبر به من المعاد والغيوب, حتى حصل لكم الهداية
التامة, والعلم اليقيني
Allah Subhaanahu wa Ta’ala menyatakan, “Sesungguhnya pemberian nikmat Kami
atas kalian dengan menghadap ke Ka’bah (lihat tasfir surat sebelumnya, red) dan
penyempurnaannya dengan syariat-syariat serta nikmat-nikmat penyempurna
bukanlah sesuatu yang aneh dalam kebajikan Kami dan bukan pula yang pertama,
bahkan Kami telah memberikan nikmat atas kalian dengan nikmat-nikmat dasar dan
penyempurnaannya dan yang paling besar adalah pengutusan Kami atas kalian
seorang Rasul yang mulia dari kalangan kalian, dimana kalian mengetahui garis
keturunannya, kejujuran, amanah, kesempurnaan dan ketulusannya, “yang membacakan ayat-ayat
kepada kamu”, ini mencakup segala ayat-ayatNya baik ayat Al-Qur’an maupun ayat-ayat
lainnya, beliau membacakan kepada kalian ayat-ayat yang menjelaskan kebenaran
dari kebatilan dan hidayah dari kesesatan, yang menunjukkan kalian pertama, tentang keesaan Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan kesempurnaannya, kedua, tentang kebenaran RasulNya dan wajibnnya beriman kepadanya, kemudian
kepada segala hal yang dikabarkan olehnya dari Hari Pembalasan maupun hal-hal
yang ghaib, sehingga kalian memperoleh hidayah yang sempurna dan ilmu yang
meyakinkan.
(
وَيُزَكِّيكُمْ ) أي: يطهر أخلاقكم ونفوسكم, بتربيتها على الأخلاق الجميلة,
وتنزيهها عن الأخلاق الرذيلة, وذلك كتزكيتهم من الشرك, إلى التوحيد ومن الرياء إلى
الإخلاص, ومن الكذب إلى الصدق, ومن الخيانة إلى الأمانة, ومن الكبر إلى التواضع,
ومن سوء الخلق إلى حسن الخلق, ومن التباغض والتهاجر والتقاطع, إلى التحاب والتواصل
والتوادد, وغير ذلك من أنواع التزكية
“Dan
mensucikan kamu”, maksudnya, mensucikan akhlak dan jiwa kalian dengan mendidiknya. Dengan
akhlak yang mulia, dan membersihkannya dari akhlak tercela, yang seperti itu
mensucikan mereka dari kesyirikan kepada ketauhidan, riya’ kepada keikhlasan,
dari kebohongan kepada kejujuran, dari penghianatan kepada amanah, dari
kesombongan kepada kerendahan hati, dari akhlak yang buruk kepada akhlak yang
luhur, dari saling benci, saling bermusuhan dan saling memutuskan hubungan
(silaturahmi) kepada saling mencintai, saling bersilaturahim dan saling kasih
mengasihi, dan lain sebagainya dari hal penyucian.
(
وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ ) أي: القرآن, ألفاظه ومعانيه، ( وَالْحِكْمَةَ ) قيل:
هي السنة, وقيل: الحكمة, معرفة أسرار الشريعة والفقه فيها, وتنزيل الأمور منازلها
فيكون - على هذا - تعليم السنة داخلا في تعليم الكتاب, لأن السنة, تبين القرآن
وتفسره, وتعبر عنه
“Dan
mengajarkan kepadamu al-Kitab”, yakni Al-Qur’an baik lafadz maupun
maknanya, “dan
al-Hikmah”; suatu pendapat berkata, ‘as sunnah’ yang lain berpendapat, al-Hikmah
adalah mengetahui rahasia-rahasia syarat dan fikih serta menempatkan segala
sesuatu pada tempatnya, maka dalam hal ini pengajaran sunnah termasuk ke dalam
pengajaran al-Kitab, karena sunnah itu menjelaskan Al-Qur’an, menafsirkannya
dan mengutarakan maksudnya.
(
وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ ) لأنهم كانوا قبل بعثته, في ضلال
مبين, لا علم ولا عمل، فكل علم أو عمل, نالته هذه الأمة فعلى يده صلى الله عليه
وسلم, وبسببه كان، فهذه النعم هي أصول النعم على الإطلاق, ولهي أكبر نعم ينعم بها
على عباده، فوظيفتهم شكر الله عليها والقيام بها؛ فلهذا قال تعالى
“Dan
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”, karena mereka itu
benar-benar ada dalam kesesatan yang nyata sebelum diutusnya beliau
Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, yang tidak berilmu dan tidak pula beramal.
Setiap ilmu dan amal yang diperoleh umat ini adalah dari Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallama dan karena sebabnyalah semua itu ada.
Nikmat-nikmat tersebut adalah nikmat-nikmat dasar secara mutlak, dan dia
adalah kenikmatan terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya, oleh
karena itu tugas mereka selanjutnya adalah bersyukur kepada Allah Subhaanahu wa
Ta’ala atas nikmat-nikmat tersebut dan menegakannya, karena itu Allah
Subhaanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya);
( فَاذْكُرُونِي
أَذْكُرْكُمْ ) فأمر تعالى بذكره, ووعد عليه أفضل جزاء, وهو ذكره لمن ذكره, كما
قال تعالى على لسان رسوله: ( من ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي, ومن ذكرني في ملأ
ذكرته في ملأ خير منهم ) وذكر الله تعالى, أفضله, ما تواطأ عليه القلب واللسان,
وهو الذكر الذي يثمر معرفة الله ومحبته, وكثرة ثوابه، والذكر هو رأس الشكر, فلهذا
أمر به خصوصا, ثم من بعده أمر بالشكر عموما فقال
“Karena
itu, ingatlah kamu kepadaKu niscaya Aku ingat (pula) kepadamu”, Allah Subhaanahu wa
Ta’ala memerintahkan hambaNya untuk mengingatNya, dan menjanjikan kepadanya
sebaik-baik balasan yaitu bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’ala akan mengingatnya
pula i.e bagi orang-orang yang ingat kepadaNya, sebagaimana yang disabdakan
dari lisan RasulNya Shallallaahu ‘alaihi wa sallama;
“Barangsiapa yang menyebut (mengingat)Ku pada dirinya niscaya Aku akan
mengingatnya pada diriKu, dan barangsiapa yang menyebut (mengingat)Ku pada
khalayak ramai, niscaya Aku akan mengingatnya pula pada khalayak ramai yang
lebih mulia dari mereka”. (HR. Al-Bukhari No. 7405 dan Muslim No. 2675,
dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu)
Dzikir kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala yang paling istimewa adalah dzikir yang dilakukan dengan hati dan lisan, yaitu dzikir
yang menumbuhkan ma’rifat kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, kecintaan
kepadaNya dan menghasilkan ganjaran yang banyak dariNya. Dzikir adalah
puncaknya rasa syukur, oleh karena itu Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan
hal itu secara khusus, kemudian memerintahkan untuk bersyukur secara umum
seraya berfirman;
( وَاشْكُرُوا
لِي ) أي: على ما أنعمت عليكم بهذه النعم، ودفعت عنكم صنوف النقم، والشكر يكون
بالقلب, إقرارا بالنعم, واعترافا, وباللسان, ذكرا وثناء, وبالجوارح, طاعة لله
وانقيادا لأمره, واجتنابا لنهيه, فالشكر فيه بقاء النعمة الموجودة, وزيادة في
النعم المفقودة، قال تعالى: لَئِنْ
شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وفي الإتيان
بالأمر بالشكر بعد النعم الدينية, من العلم وتزكية الأخلاق والتوفيق للأعمال, بيان
أنها أكبر النعم, بل هي النعم الحقيقية؟ التي تدوم, إذا زال غيرها وأنه ينبغي لمن
وفقوا لعلم أو عمل, أن يشكروا الله على ذلك, ليزيدهم من فضله, وليندفع عنهم
الإعجاب, فيشتغلوا بالشكر.
ولما كان الشكر ضده الكفر, نهى عن ضده فقال: ( وَلا
تَكْفُرُونِ ) المراد بالكفر هاهنا ما يقابل الشكر, فهو كفر النعم وجحدها, وعدم
القيام بها، ويحتمل أن يكون المعنى عاما, فيكون الكفر أنواعا كثيرة, أعظمه الكفر
بالله, ثم أنواع المعاصي, على اختلاف أنواعها وأجناسها, من الشرك, فما دونه
“Dan
bersyukurlah kepadaKu”, maksudnya terhadap apa yang telah Aku nikmatkan kepada kalian dengan
nikmat-nikmat tersebut dan Aku jauhkan dari kalian berbagai macam kesulitan.
Syukur itu dilakukan dengan hati berupa pengakuan atas nikmat yang didapatkan,
dengan lisan berupa dzikir dan pujian, dan dengan anggota tubuh berupa ketaatan
kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala serta kepatuhan terhadap perintahNya dan menjauhi
laranganNya. Syukur itu menyebabkan kelanggengan nikmat yang telah didapatkan
dan menambah kenikmatan yang belum didapatkan.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.”
(QS. Ibrahim: 7)
Dengan adanya perintah untuk bersyukur setelah kenikmatan agama seperti
ilmu dan penyucian akhlak serta taufik kepada pengamalan merupakan penjelasan
bahwa hal itu adalah sebesar-besarnya kenikmatan, bahkan dia adalah kenikmatan
yang sebesarnya yang akan selalu eksis bila yang lainnya lenyap. Dan seyogyanya
bagi orang yang diberikan taufik kepada ilmu dan amal agar bersyukur kepada
Allah atas semua itu, agar Allah Subhaanahu wa Ta’ala menambahkan nikmatNya dan
menghindarkan dirinya dari rasa bangga diri hingga akhirnya dia hanya sibuk
dengan bersyukur.
Dan ketika kebalikan dari rasa syukur adalah pengingkaran maka, Allah
Subhaanahu wa Ta’ala melarang pengingkaran tersebut seraya berfirman (yang
artinya), “Dan
janganlah kamu mengingkari nikmatKu”, maksud dari pengingkaran disini adalah
suatu hal yang bertolak dengan bersyukur yaitu ingkar terhadap kenikmatan yang
diberikan dan menampiknya serta tidak bersyukur kepadaNya.
Kemungkinan juga maknanya adalah bersifat umum maka pengingkaran itu ada
bermacam-macam, dan yang paling besar adalah pengingkaran terhadap Allah
Subhaanahu wa Ta’ala, kemudian macam-macam kemaksiatan dengan segala bentuk dan
jenisnya dari kesyirikan dan selainnya.
-- Selesai kutipan--
Dicopy-paste dari Taisir al-Karim ar-Rahman fii Tafsir Kalam al-Mannan vol.
2, juz. 2
Ba’da Shubuh, Lengkong Kecil, Bandung
0 Respones to "Tafsir QS. Al-Baqarah 152-153"
Posting Komentar