Ia terlahir dengan kondisi fisik dan mental yang berbeda tak seperti umumnya orang-orang normal. Bicaranya terbata-bata dan sulit dipahami. Orang-orang disekitarnya pun hanya bisa menganggukan kepala sebagai tanda bahwa mereka mengerti apa yang ia katakan. Sesekali ia tersenyum, sesekali pula terdengar ia melafazkan doa, tapi tak fasih. Demikianlah, naluri kebaikannya ‘menutupi’ kekurangannya. Langkah kakinya terlihat ringan setiap kali menuju masjid Baiturrahman. Ia pun (hampir) tidak pernah absen mengisi shaf terdepan. It’s a fact. How about us?
Saya teringat kembali bahwa orang-orang (yang memiliki kekurangan) sepertinya merupakan ujian bagi mereka yang diberikan kelebihan oleh Allah Tabaaraka wa Ta’ala. Apakah kemudian kita (orang-orang yang normal) terpicu untuk melakukan perbaikan dan mau berkaca kepada sosok yang tidak lebih ‘sempurna’ secara fisik dan mental dari kita? Atau justru mencibir dan mengabaikannya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu dengan mengatakan, “Apa yang bisa diperbuat oleh orang-orang sepertinya?. Ia cacat secara fisik dan mental. Adalah sesuatu hal yang wajar apabila ia ta’at, sebab daya nalarnya yang sempit tidak mampu menjangkau kesenangan-kesenangan dunia yang ada di sekitarnya”. Padahal itu hanyalah alasan yang mereka buat untuk menolak kebenaran yang datang kepadanya.
Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman, “Dan demikianlah telah kami uji sebagian mereka (orang-orang yang kaya) dengan sebagian mereka (orang-orang yang miskin), supaya (orang-orang yang kaya) itu berkata, ‘Orang-orang semacam inikah diantara kita yang diberi anugerah oleh Allah?’.” (QS. Al-An’am; 53)
Berkata Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy rahimahullaahu di dalam tafsirnya, “Maksudnya, ini termasuk ujian Allah Subhaanahu wa Ta’ala kepada hamba-hambanya yang mana Ia jadikan sebagian dari mereka kaya dan sebagian lainnya miskin, sebagian mulia dan sebagian lainnya rendah. Jika Allah Subhaanahu wa Ta’ala menganugerahkan iman kepada orang miskin atau orang rendahan maka itu adalah ujian bagi orang yang kaya dan mulia. Jika yang dicari dan dituju olehnya (i.e orang kaya dan mulia itu, red) adalah kebenaran, maka orang kaya tersebut akan beriman dan masuk Islam…Jika dia tidak jujur dalam mencari kebenaran, maka hal itu akan menjadi batu penghalang untuk mengikuti kebenaran. Maka mereka berkata kepada orang-orang yang mereka anggap lebih rendah darinya dengan penuh cibiran, ‘Orang-orang seperti inikah diantara kita yang diberikan anugerah oleh Allah?’, hal itu menghalangi mereka untuk mengikuti kebenaran karena tidak adanya kebersihan dalam hati mereka.” [Taisir Al-Karim Ar-Rahman Fii Tafsir Kalaam Al-Mannan Vol. 2, Juz. 7]
Kebersihan hati, itulah kuncinya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala akan menggerakan hati orang-orang yang di dadanya masih tersimpan iman (meskipun hanya sedikit, red) untuk menerima kebaikan dan kebenaran, darimana pun datangnya. Akhirnya, mudah-mudahan kita semua dijauhkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala dari sifat sombong/angkuh sebagaimana yang disifatkan oleh Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, “Al-Kibru (sombong) adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya, Kitabul Iman, Bab: Tahrimul Kibri wa Bayanuhu), dibukakan hati dan diberikan sifat tawadhu’ untuk menerima setiap kebenaran yang datang kepada kita. Amieen,…
0 Respones to "See What He Does"
Posting Komentar