Guru, Digugu Lan Ditiru, Sepenggal Cerita..



Banyak pegawai negeri sipil (PNS) yang mengeluh atas kecilnya gaji yang mereka dapatkan tiap bulannya. Tingginya biaya hidup seringkali memaksa mereka mencari alternative pekerjaan lain guna menjaga dapur mereka tetap berasap. Hal yang sangat wajar dan bisa dimaklumi. Namun realita menunjukkan, masih banyak orang-orang dengan profesi serupa yang memperoleh penghasilan jauh di bawah rata-rata pendapatan mereka. Salah satunya adalah para guru Sekolah Dasar (SD) swasta di desa kami.

Digugu lan ditiru (dipercaya dan diikuti ucapan/ nasihatnya), begitulah orang-orang Jawa biasa menafsirkan makna “guru” secara sederhana. Pengabdian mereka yang tulus serta pengorbanan dan jasanya yang dikenal tiada tara (dalam mencerdaskan anak bangsa) itu ternyata tidak sebanding dengan kesejahteraan hidup yang mereka dapatkan. Namun itulah realita kehidupan yang harus mereka hadapi, jalani dan syukuri. Kebetulan ayah saya adalah seorang PNS dengan pengalaman mengajar lebih dari 35 tahun. Saya mendapatkan banyak cerita dari beliau. Empat belas tahun sudah beliau menjabat sebagai Kepala Sekolah SD Negeri di desa sebelah sebelum akhirnya diputuskan "harus" pensiun dini dari jabatannya tersebut. Menjelang pensiun (dari karirnya), fokus beliau hanya mengajar, namun ketika ada sebuah SD swasta (yang terletak di salah satu dusun terpencil) di desa kami meminta beliau mengisi jabatan kepala sekolah yang sudah lama ditinggalkan pendahulunya itu, jiwa beliau pun terpanggil kembali. Namun niat beliau dari awal hanyalah mengabdi, tanpa mengharapkan upah dari sekolah yang beliau pimpin tersebut (mudah-mudahan beliau terus diberikan kesehatan, amien).

Beliau bercerita, “Para guru di SD tersebut membujuk saya agar bersedia mengisi posisi kepala sekolah guna menggantikan kepala sekolah sebelumnya yang mengundurkan diri, dan akhirnya saya pun bersedia”. Beliau meneruskan, “Jumlah murid di sekolah itu sangatlah sedikit padahal gaji para guru disana diambil dari iuran bulanan orang tua murid. Dana BOS dari pemerintah jumlahnya terbatas dan hanya cukup untuk menutupi biaya operasional sekolah.” Saya bertanya, “Berapa gaji para guru itu per bulannya?”, beliau pun menjawab, “Paling besar Rp. 300.000, bersih tanpa sepeserpun tunjangan”. Lalu bagaimana cara mereka menutupi kebutuhan hidup sehari-hari mereka yang tidak sedikit itu (i.e untuk sandang, pangan, papan, biaya pendidikan anak-anak dll)?. Ternyata mereka memiliki profesi ganda, i.e di pagi hari menjadi seorang guru, dan menjelang sore beralih ke profesi yang lain sebagai petani ladang, menggarap sawah para tuan tanah di dusunnya.

Laiknya kepala sekolah pada umumnya, bapak pun mendapatkan gaji (i.e Rp. 300.000/ bulan) dari sekolah yang dipimpinnya sebagaimana guru-guru yang lain, namun uang itu –meskipun halal, alhamdulillah- tidak pernah beliau terima. Uang tersebut sengaja beliau alokasikan sebagai “gaji tambahan” para guru di sekolah tersebut. Nah jika berkaca dari realita yang ada diatas, sekali lagi, sudahkah kita bersyukur atas nikmat yang Allah berikan hingga hari ini?. Berkeluh kesah tidak akan pernah menyelesaikan masalah, tutur orang bijak. Sebagai penutup sekaligus refleksi bagi kita, berikut saya kutipkan firman Allah Azza wa Jall,

“Dan sungguh akan Kami berikan ujian kepada kalian, dalam bentuk sedikit dari ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar.” (Al-Baqarah: 155)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy rahimahullaahu berkata ketika menafsirkan ayat diatas, “Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan, bahwa Dia pasti akan menguji para hambaNya dengan bencana-bencana. Agar menjadi jelas siapa (di antara) hamba itu yang sejati dan pendusta, yang sabar dan yang berkeluh-kesah. Ini adalah ketetapan Allah Subhanahu wa Ta'ala atas para hamba-Nya. Seandainya kebahagiaan selalu menyertai kaum Mukminin, tidak ada bencana (yang menimpa mereka), niscaya terjadi percampuran, tidak ada pemisah (dengan orang-orang tidak baik). Kejadian ini merupakan kerusakan tersendiri. Sifat hikmah Allah Subhanahu wa Ta'ala (ini) menggariskan adanya pemisah antara orang-orang baik dengan orang-orang yang jelek. Inilah fungsi musibah”. [Taisirul-Karimir-Rahman, Cet I, Muassasah Risalah, hlm. 76.]

Wallahu a’lam..



1 Respones to "Guru, Digugu Lan Ditiru, Sepenggal Cerita.."

Anonim mengatakan...

cerita yang sangat menarik...


4 November 2010 pukul 01.34

Posting Komentar

 

Entri Populer

Recent Comments

Blog Statistic

Return to top of page Copyright © 2007 | Old Nakula