PERNAH mencoba sate kuda? Datang saja ke Jalan Veteran, Kota Bandung, siang hari antara pukul 10.00 hingga sekitar pukul 15.00. Jika beruntung, kedai sate kuda dengan spanduk yang menyolok itu, pasti Anda temukan. Sejak Endang Juhana membuka kedai sate kuda-nya sekitar enam bulanan lalu (kalau sekarang mungkin sudah lebih dari 2 tahunan, red), denyut wisata kuliner di kawasan Jalan Veteran ini memang kian terasa. Bagi para pemburu makanan enak, kawasan ini sangat terkenal. Mulai dari batagor, mi rebus, bubur, aneka jus, hingga kue-kue kering dan basah, semua ada. Cita rasanya khas dengan kualitas yang terjaga.
Di Jalan Veteran, kedai milik Juhana adalah satu-satunya yang menjual sate kuda. Pembelinya tak cuma datang dari berbagai penjuru Kota Bandung. Banyak juga yang datang dari Garut, Sumedang, Bogor, Depok, Jakarta, Banten, bahkan Lampung. "Ada yang datang karena memang sudah terbiasa menyantap sate kuda, tapi ada juga yang datang karena penasaran, atau ingin membuktikan sendiri khasiat sate kuda ini," kata Juhana. Sate kuda, kabarnya memang memiliki banyak khasiat untuk kesehatan, salah satunya adalah kemampuannya untuk menambah vitalitas lelaki. Biasanya, tutur Juhana, langganannya akan memesan duluan sate kuda melalui telepon seluler, beberapa jam sebelum datang. Pertama, untuk memastikan bahwa hari itu Juhana membuka kedainya. Kedua untuk memastikan bahwa stok sate kuda di kedai Juhana cukup banyak agar kedatangan mereka tak sia-sia.
"Saya memang belum bisa buka warung sate kuda setiap hari karena ketersediaan daging kuda di sekitar Bandung memang masih terbatas," ungkap Juhana. Orang-orang yang sudah pernah merasakan khasiat mengonsumsi sate kuda, kisah Juhana, umumnya menjadi ketagihan. Seperti pengakuan Asep Juhana (55), pelatih sekolah sepakbola Lokomotif Bandung yang sudah 20 tahun lebih mengonsumsi sate kuda. "Dua-tiga jam setelah makan sate kuda, badan terutama dada akan terasa hangat. Saya juga merasakan manfaatnya yang bagus buat menambah vitalitas seksual. Sampai-sampai orang rumah sering kewalahan," ujar Asep sambil tersenyum lebar.
Hal senada dikatakan H Erwin (52), warga Bogor yang sengaja datang ke warung sate kuda milik Juhana. "Saya memang baru pertama kali datang ke sini. Penasaran ingin mencoba karena kabarnya daging kuda dapat mengobati diabetes. Terus terang saya khawatir efek samping kalau saya cuma tergantung obat-obat kimia," ungkap Erwin yang datang bersama keluarga.
Kepada setiap pengunjung, Juhana juga tak pernah berhenti menginformasikan berbagai khasiat mengonsumsi sate kuda bagi kesehatan. Itu ia lakukan baik secara lisan maupun selebaran khusus. "Di tempat lain memang ada orang yang mengolah daging kuda menjadi gepuk, gulai, dan sup daging kuda buat variasi menu. Tapi karena proses memasaknya begitu lama, membuat khasiat aneka masakan itu tak sebaik khasiat mengonsumsi sate kuda," jelas Juhana.(ricky reynald yulman)
Perlu Teknik Khusus
BAGI kebanyakan masyarakat Bandung, sate kuda memang masih terbilang menu eksotis dan langka. Sebab di seputaran Bandung, hanya ada belasan orang penjual sate kuda. Selain di Jalan Veteran milik Endang Juhana, ada pula kedai sate kuda di Segitiga Melong-Cijerah, Cicadas, Banjaran, dan Soreang. Juhana mengaku, keinginan menjual sate kuda sebenarnya sudah muncul setahun lalu. "Idenya muncul setelah saya nonton liputan khusus tentang khasiat mengonsumsi daging kuda di sebuah televisi swasta nasional. Waktu itu malah sudah diteliti di laboratorium," kisah Juhana.
Untuk mendapatkan daging kuda segar, tutur Juhana, ia langsung mendatangi tempat-tempat pemotongan kuda di kawasan Cijerah maupun Melong Asih. Kualitas sate kuda menurutnya tergantung proses awal penyembelihan. Pekerja harus apik, menjaga kebersihan, mengerti karakter daging kuda, dan bisa memilih bagian mana yang cocok dibuat sate. Menurut pria yang pernah melaut ke Amerika, Jepang, dan beberapa negara lain ini, untuk mengolah daging kuda perlu teknik khusus. Sebab daging kuda memiliki serat yang lebih kasar dibanding daging ayam, domba, maupun sapi. Untuk mengolah daging kuda menjadi sate termasuk membuat bumbunya, Juhana dibantu sang istri Teh Ida, serta mertua yang berjualan sate di Jalan Asia Afrika.
Sate kuda di kedai Juhana dijual Rp 18.000 per sepuluh tusuk. Juhana akan menghidangkannya di piring tanah liat, lengkap dengan bumbu kacang, kecap, dan acar ketimun. "Saya ingin orang-orang bisa menikmati rasa lezat sate kuda sekaligus memperoleh khasiat bagi kesehatan. Di luar negeri makan makanan sehat sudah menjadi gaya hidup. (ricky reynald yulman)
Tak Setiap Hari Ada
Saat ini, Endang Juhana bisa menjual sekitar 5.000 tusuk sate kuda dalam sehari. Sejumlah pemilik kafe maupun restoran bahkan menawarkan tempat baginya untuk berjualan sate kuda dengan konsep yang ia miliki. Tapi terbatasnya ketersediaan daging kuda untuk memenuhi permintaan konsumen, membuat Endang tak bisa memenuhi tawaran itu. Apalagi Jawa Barat bukan daerah penghasil kuda seperti halnya Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB), sekalipun tempat pemotongan kuda di seputaran Bandung, setidaknya tersebar di tujuh titik. "Pemotongan kuda itu masih bertahan karena kuda masih menjadi sarana transportasi bagi sebagian kecil warga yang tinggal di sekitar Kota Bandung," ujar Juhana.
Deden (29), seorang pekerja tempat potong kuda di Cijerah, mengakui, pemotongan kuda tidak pasti dilakukan setiap hari seperti halnya hewan potong lain. Patokannya lebih pada kebutuhan pembeli. "Biasanya calon pembeli pesan dulu melalui telepon. Ada pembeli yang datang dari Cipanas, Purwakarta, Depok, dan Jakarta. Kebanyakan buat daging sate. Cuma sebagian kecil daging kuda buat dijual di Pasar Ciroyom, Bandung," ungkap Deden. (ricky reynald yulman)
Kedai Sate Kuda di Bandung
- Jl Veteran (Belakang Be Mall)
(022) 92306064
- Simpang Tiga Melong Asih-Cijerah
- Jl Ir H Juanda (Depan Hotel Jayakarta)
Source: Tribun Jabar edisi Cetak
3 Respones to "Berburu Sate Kuda Veteran"
Uayyo Bro....ngangeni iku....
10 November 2010 pukul 01.47
Let's go bro...kapan ki? suk setu po piye?? Hehe
10 November 2010 pukul 21.55
aduh kasian banget kuda kok disate,, mending tikus aja disate
16 Juni 2011 pukul 23.32
Posting Komentar