Silaturaheem Is Beautiful, Isn’t It?



Ayah kami ternyata bernazar, jika kelak ia pensiun dari pekerjaannya (sebagai seorang guru, red), ia akan menyisihkan waktu luangnya untuk bersilaturahmi ke rumah kakak sepupunya di Jakarta. Akhirnya nazar itu benar-benar ia laksanakan, Kamis, 20/12/12, tepat dua setengah bulan pasca ia pensiun, Allah Subhaanahu wa Ta’ala mengabulkan niat baiknya dan memudahkan persiapannya. Dengan ditemani oleh Ibu kami tercinta, ia bertolak ke Jakarta meskipun kondisi tubuhnya sedang tidak fit. Ba’da maghrib, tepatnya sehari setelah mereka menginap di rumah saudara kami tercinta –semoga Allah Ta’ala memberkahinya-, mereka bertemu kembali setelah belasan tahun tidak pernah bertatap muka. Jarak yang jauh, sedikitnya waktu luang dan naik turunnya kondisi kesehatan adalah faktor utama terhambatnya silaturahmi secara fisik. Beliau adalah seorang Ibu sekaligus istri dari kakak sepupu ayah kami –ghafarallaahu-. Dahulu suaminya merupakan pegawai dan pensiunan Freeport Mc. Moran dan Pertamina –wallaahu a’lam-. Meskipun status sosial kami berbeda 180 derajat, semasa jayanya (di masa lampau), beliau –ghafarallaahu- ini dikenal sangat baik terhadap keluarga kami, selalu menanggalkan status sosialnya ketika bertemu dan berinteraksi dengan kami. Barangkali itulah mengapa ayah kami begitu menghormatinya laiknya kedua orang tuanya sendiri –wallaahu a’lam-. Pertemuan itu berlangsung singkat, lebih cepat dibandingkan waktu perjalanan yang harus ditempuh oleh kedua orang tua kami dari atau dan ke Jakarta. Entah mengapa kakak sepupu ayah kami itu meneteskan air mata tatkala ayah dan ibu kami berpamitan, satu momen yang benar-benar membuat kaku kaki-kaki mereka untuk melangkah ke luar rumah. Sepertinya ada keinginan untuk menahan mereka lebih lama. Tangisan haru dari seorang Ibu yang seolah-olah terpisah belasan tahun lamanya dengan “anak-anaknya”, tangisan haru dari seorang sepupu yang sepertinya mengharapkan kembali terwujudnya momen silaturahmi yang indah itu di sisa-sisa umurnya, keharuan seorang wanita senja usia terhadap kedatangan salah satu kerabatnya (nun jauh di pedesaan sana) yang masih tetap tak berubah, memberikan penghormatan dan perlakuan yang sama (terhadapnya dan juga keluarganya) kendati masa jayanya telah lewat. Tidak ada (sesuatu) yang lebih membahagiakan seseorang wanita senja seusianya (dengan segala keterbatasannya itu) selain limpahan perhatian dan kasih sayang dari keluarga dan sanak kerabatnya yang lain. Semoga Allah Ta’ala memanjangkan umurnya dan menjaga mereka semua agar bisa memperbanyak amal shalih di dunia.


Kami yakin, semua orang di dunia ini sepakat bahwa menyambung tali silaturahmi itu indah, membahagiakan sekaligus mengharukan. Dengannya tali kekerabatan tetap tersambung, dengannya pula kebahagiaan hidup terasa sempurna. Siapakah gerangan orang yang akan banyak membantu anda tatkala anda kesusahan?, Siapakah kiranya orang yang paling banyak bersedih dan banyak menghibur anda tatkala anda tertimpa musibah?, siapakah kiranya orang yang paling peduli dan mau berbagi dalam suka maupun duka kalau bukan kerabat atau saudara anda sendiri?. Qadarullah, ternyata tidak semua manusia seperti itu, ada pula sebagian dari mereka yang rela memutuskan tali silaturahmi dengan kaum kerabatnya, saudaranya, kawan-kawannya hanya karena dunia, kedudukan, status sosial atau kekuasaan. Mereka meninggalkan kaum kerabatnya karena tidak lagi dianggap selevel atau sekufu!. Fakta ini banyak ditemukan di sekitar kita. Rabb kita Yang Mahatinggi, Allah Subhaanahu wa Ta’ala mengingatkan dan mengancam kita semua yang berbuat hal semacam itu dalam kitab-Nya yang shahih;


فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ (22) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ (23  

“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?, mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikanNya telinga mereka, dan dibutakanNya penglihatan mereka.” (QS. Muhammad: 22-23)


al-‘Alim Rabbani, asy-Syaikh ‘Abd ar-Rahman bin Nasheer bin ‘Abdillah as-Sa’dee –raheemahullaahu Ta’ala- (w. 1307 H) menjelaskan ayat diatas;


 )أُولَئِكَ الَّذِينَ ) أفسدوا في الأرض، وقطعوا أرحامهم ( لَعَنَهُمُ اللَّهُ ) بأن أبعدهم عن رحمته، وقربوا من سخط الله. ( فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ ) أي: جعلهم لا يسمعون ما ينفعهم ولا يبصرونه، فلهم آذان، ولكن لا تسمع سماع إذعان وقبول، وإنما تسمع سماعا تقوم به حجة الله عليها، ولهم أعين، ولكن لا يبصرون بها العبر والآيات، ولا يلتفتون بها إلى البراهين والبينات


“Mereka itulah orang-orang”, yakni yang berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan tali kekeluargaan, “dilaknati Allah”, dengan menjauhkan mereka dari rahmat-Nya dan mendekatkan mereka pada murka-Nya, “dan ditulikanNya telinga mereka, dan dibutakanNya penglihatan mereka.” Artinya, Allah Subhaanahu wa Ta’ala menjadikan mereka tidak bisa mendengar nasihat dan petuah yang membawa manfaat bagi mereka serta tidak dapat melihatnya. Mereka memiliki telinga tetapi tidak bisa mendengar secara taat dan menerima, mereka hanya mendengar namun hanya sebagai tegaknya hujjah Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Mereka memiliki mata tetapi tidak bisa melihat berbagai pelajaran dan tanda-tanda kebesaran Allah Subhaanahu wa Ta’ala, tidak digunakan untuk menengok berbagai bukti dan penjelasan nyata.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, 7/1661. Tahqiq: Sa’ad bin Fawwaz ash-Shumail, Cet. Daar Ibn al-Jawzee)



Di dalam kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin hal. 135 (Tahqiq: Zuhair asy-Syawisy, Cet. al-Maktab al-Islami, 1421 H), al-Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisee –raheemahullaahu Ta’ala - (w. 620 H) membawakan beberapa hadits shahih mengenai hak kerabat dan silaturaheem, beliau berkata;


وأما حقوق الأقارب والرحم، ففى الحديث الصحيح، من رواية عائشة، أن النبى صلى الله عليه وآله وسلم قال‏:‏ ‏"‏الرحم معلقة بالعرش، تقول‏:‏ من وصلنى وصله الله، ومن قطعنى قطعه الله‏"‏‏.‏

Hak-hak kerabat dan raheem disebutkan dalam hadits shahih dari ‘Aisyah -radhiyallaahu ‘anha- bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa ‘aalihi wa sallama bersabda;

“Rahim (kekerabatan) tergantung di ‘Arsy, ia berkata, ‘Barangsiapa menyambungku, maka Allah menyambungnya (dengan kebaikan dan berkah), barangsiapa memutuskanku, maka Allah memutuskannya (dari kebaikan dan berkah)’.” (HR. al-Bukharee no. 5959, Muslim no. 2555, Shaheehul Jamee’ no. 3523)



وفى حديث آخر من أفراد البخارى‏:‏ ‏"‏ليس الواصل بالمكافئ، ولكن الواصل الذى إذا قطعت رحمه وصلها‏"‏‏

Dalam hadits lain dalam shahih al-Bukharee, “Orang yang menyambung silaturahim bukan orang yang membalas kebaikan, akan tetapi orang yang menyambung silaturahim adalah orang yang bila kerabatnya memutuskan tali rahim (kekerabatan) dengannya, maka dia menyambungnya.” (HR. al-Bukharee no. 5991, Abu Dawood no. 1697, at-Tirmidzee no. 1908, dari hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallaahu ‘anhu) –selesai kutipan-.


Ternyata, memutuskan tali silaturaheem itu adalah salah satu sifat kaum fasik. Hal ini dikhabarkan oleh Allah ‘Azza wa Jall dalam kitab-Nya;


وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلا الْفَاسِقِينَ (26) الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الأَرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (27

“Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk mengubungkannya...” (QS. al-Baqarah: 26-27)


Sedangkan sifat orang mukmin itu adalah menunaikan hak-hak kerabatnya dengan menyambung tali silaturaheem sebagaimana penjelasan al-‘Allamah ‘Abd ar-Rahman bin Nasheer bin ‘Abdillah as-Sa’dee –raheemahullaahu Ta’ala- (w. 1307 H) berikut tatkala menjelaskan ayat di atas;


وهذا يدخل فيه أشياء كثيرة، فإن الله أمرنا أن نصل ما بيننا وبينه بالإيمان به والقيام بعبوديته، وما بيننا وبين رسوله بالإيمان به ومحبته وتعزيره والقيام بحقوقه، وما بيننا وبين الوالدين والأقارب والأصحاب; وسائر الخلق بالقيام بتلك الحقوق  التي أمر الله أن نصلها. فأما المؤمنون فوصلوا ما أمر الله به أن يوصل من هذه الحقوق، وقاموا بها أتم القيام، وأما الفاسقون، فقطعوها، ونبذوها وراء ظهورهم; معتاضين عنها بالفسق والقطيعة; والعمل بالمعاصي; وهو: الإفساد في الأرض

“Banyak hal yang termasuk ke dalam ayat ini, dan Allah Subhaanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kepada kita untuk menghubungkan antara kita dengan diri-Nya yaitu dengan keimanan kepada-Nya, melaksanakan ibadah hanya semata kepada-Nya, atau antara kita dengan Rasul-Nya yaitu dengan beriman kepadanya, mencintainya, menghormatinya, menunaikan segala hak-haknya, atau di antara kita dengan kedua orang tua, karib kerabat, teman sahabat dan seluruh makhluk yakni dengan menunaikan hak-hak mereka yang mana Allah memerintahkan (untuk) bersilaturaheem. Adapun orang-orang mukmin, maka mereka akan menyambung silaturaheem yang telah Allah perintahkan untuk disambungkan berupa hak-hak tersebut, dan mereka menunaikannya dengan sebaik-baik pelaksanaan, sedangkan orang-orang fasik, maka mereka memutuskannya dan membuangnya dari diri mereka dan menggantinya dengan kefasikan, memutus hubungan, melakukan kemaksiatan yaitu merusak di bumi..” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, 1/51. Tahqiq: Sa’ad bin Fawwaz ash-Shumail, Cet. Daar Ibn al-Jawzee)


Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa silaturahmi itu memberikan beberapa manfaat;

a). Dengan menyambung tali silaturhami kepada sanak kerabat berarti kita telah mematuhi perintah Allah ‘Azza wa Jall dan Rasul-Nya Shallallaahu ‘alaihi wa sallama yang tentunya berpahala.

b). Silaturahmi mempererat tali persaudaraan, dan persahabatan. Pada akhirnya ta’awun alal birr wa taqwa akan lebih mudah dilakukan dan tentunya juga berpahala.

c). Dengan bersilaturahmi pintu rejeki semakin luas dan umur akan dipanjangkan sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama;


مَنْ أَ حَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa yang suka diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.” (HR. al- Bukhari no. 5986 dan Muslim no. 2557)

d). Bersilaturahmi merupakan salah satu sebab masuknya hamba ke dalam surga sebagaimana hadits berikut; Diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari -radhiyallahu ‘anhu-, bahwasanya ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallama: “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu amal yang dapat memasukkanku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda:


تَعْبُدُ اللهَ وَلاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ

“Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung silaturahmi.” (HR. al-Bukhari no. 1396 dan Muslim no. 13)



Wallaahu Ta’ala a’lamu


0 Respones to "Silaturaheem Is Beautiful, Isn’t It?"

Posting Komentar

 

Entri Populer

Recent Comments

Blog Statistic

Return to top of page Copyright © 2007 | Old Nakula