Say No To Kaum Homoseksual!



Masih ingat tragedi pembunuhan berantai yang dilakukan oleh seorang gay berinisial R (asal Jombang) yang terjadi 3 tahunan yang lalu?. Narapidana kelas berat yang akhirnya divonis hukuman mati oleh pengadilan tinggi ini terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana, perampasan harta benda dan aktivitas seksual yang menyimpang (liwath). Belum lagi hilang kisah mengerikan tersebut dari ingatan masyarakat, muncul lagi tragedi (yang) serupa yang dilakukan oleh seorang gay penyuka sesama jenis berinisial M (asal Nganjuk) beberapa minggu belakangan ini. Ia tertuduh melakukan pembunuhan, perampasan harta benda dan juga penyakit liwath (homoseks)!. Ia pun terancam dengan hukuman yang sama (i.e mati) dengan pendahulunya. Kabar lain yang tak kalah mirisnya juga datang dari seorang “pemuka dan tokoh” terkenal asal Ibukota yang diulamakan, dipanuti dan diteladani oleh para pengikut dan pendukungnya. Ia dilaporkan oleh beberapa pemuda yang mengaku pernah nyantri kepadanya dan pernah menjadi korban syahwatnya kepada pihak Kepolisian setempat atas tuduhan pelecehan seksual dan liwath!. Untuk case yang terakhir ini, tentu semua orang (terkhusus pengikutnya) mengharapkan agar tuduhan tersebut tidak benar-benar terbukti di pengadilan. Karena jika benar –wallaahu Ta’ala a’lamu-, sudah pasti akan mencoreng syariat agama (yang mulia ini) yang selalu ia dakwahkan kepada ummat di majelis-majelisnya. Bagaimana pun juga, yang namanya kebenaran itu pasti akan terungkap dan menggungguli kebatilan kapan pun dan di manapun, sekalipun jalannya lambat, berproses dan berliku.

Liwath (Sodomi, red),... sebuah istilah yang sejujurnya menjijikkan untuk didengar, namun perlu kiranya untuk dikaji agar kita mengetahui dan bisa mengambil pelajaran. Liwath merupakan nisbah kepada kaum Nabi Luth ‘Alaihissalam yang durhaka kepada Allah Tabaaraka wa Ta’ala karena melakukan perbuatan keji yang dilarang oleh syariat berupa praktek-praktek seksualitas yang menyimpang. Liwath is an Arabic term meaning “the men of Lot” (i.e. the men of Sodom); a term meaning “male homosexuality”. Dan merekalah kaum pelopor yang pertama kali melakukan perbuatan keji ini di masa lampau. Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy –raheemahullahu- menjelaskan:

وكونهم ابتدعوها وابتكروها، وسنوها لمن بعدهم، من أشنع ما يكون أيضا

“...Dan mereka jugalah (i.e kaum Nabi Luth ‘Alaihissalam) yang mulai menemukannya (i.e liwath/sodomi) dan mencontohkannya bagi orang-orang setelah mereka, ini juga merupakan perbuatan terburuk.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 3, juz. 8)

Beliau juga menjelaskan:

وكانوا - مع شركهم - يأتون فاحشة لم يسبقهم إليها أحد من العالمين، يختارون نكاح الذكران, المستقذر الخبيث, ويرغبون عما خلق لهم من أزواجهم لإسرافهم وعدوانهم

“Dan mereka, beserta perbuatan syirik yang mereka lakukan, juga melakukan perbuatan keji yang tidak pernah dilakukan oleh seorang manusia pun sebelumnya. Mereka lebih suka memilih mencabuli para laki-laki, (pencabulan) yang sangat menjijikkan lagi sangat busuk, dan mereka tidak menyukai istri-istri mereka yang diciptakan untuk mereka karena sikap melampau batas (ghuluw) dan kedzaliman mereka.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 5, juz. 19)


Apa hukum perbuatan Liwath ini?.

Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ

إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu melampiaskan syahwatmu kepada sesama laki-laki, bukan kepada wanita, kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.’” (Al A’raaf : 80-81)

Sampai-sampai seorang khalifah Bani Ummayyah yang membangun Masjid Jami’ Damaskus mengatakan: “Jika seandainya Allah tidak menceritakan kepada kita tentang perbuatan yang dilakukan kaum Nabi Luth, aku tidak menyangka ada seorang laki-laki yang melampiaskan hawa nafsunya (berhubungan badan) kepada laki-laki lain.” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/488, cet. Daarul hadits)

Berkata al-Imam al-Hafizh adz-Dzahabi asy-Syafi’i –rahimahullaahu-: “Sungguh Allah telah mengisahkan kepada kita kisah kaumnya Nabi Luth pada banyak tempat di dalam kitab-Nya (Al Qur’an) yang mulia. Bahwasanya Dia (Allah) telah membinasakan mereka dikarenakan perbuatan busuk mereka. Kaum muslimin dan selain mereka dari orang yang beragama sepakat bahwasanya perbuatan liwath (homoseks) termasuk perbuatan dosa besar.” (Al-Kabaair: 59, cet. Daar Ibnu Hazm)

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda:

“….. Terlaknat orang yang menggauli binatang, terlaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth (liwath/homoseks).” (HR. Ahmad dishahihkan oleh al-‘Allamah al-Albani)


Sampai di sini saja sudah serem apalagi mendengar hukumannya, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama melaknat orang-orang yang melakukan perbuatan keji tersebut tanpa membedakan latar belakangnya, apakah ia orang yang munafiq ataukah fasiq, apakah dari keturunan orang biasa ataukah dari nasab yang mulia, sama saja, tidak dibedakan!. Apakah jika yang melakukan perbuatan liwath (sodomi) itu berasal dari nasab yang mulia lantas akan menjamin dirinya tetap mulia gitu?, sekali-kali tidak!. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda;

“Barangsiapa yang lambat amalannya, maka nasabnya tidak dapat mempercepat.” [HR Muslim : 2699, Ahmad 2/252, Abu Dawud : 3643, Tirmidzi : 2646, Ibnu Majah : 225, Darimi 1/99, Baghowi : 127, Ibnu Hibban : 84]

Al-Imam al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hambali –rahimahullaahu- berkata : “Maknanya, bahwa amalan itulah yang menghantarkan seorang hamba mencapai derajat akhirat. Allah berfirman;

“Artinya : Dan tiap-tiap orang memperoleh derajat-derajat seimbang dengan apa yang dia kerjakan.” [Al-An’am : 132]

Maka barangsiapa yang lambat amalannya untuk sampai pada derajat tertinggi di sisi Allah, nasabnya juga tidak akan mempercepatnya untuk mencapai derajat tinggi tersebut, karena Allah mengiringkan balasan itu seimbang dengan amalan, bukan dengan nasab.” (Jami’ul Ulum wal Hikam 2/308)

Tapi herannya, tidak sedikit orang-orang yang mendeklarasikan dirinya sebagai “pejuang” HAM, pejuang Islam modernis, pecinta Pluralisme dan Liberalisme dll (bak pahlawan kesiangan) memaksakan opininya bahwa Liwath itu tidak ada masalah, sebuah hak atau budaya masyarakat yang harus dihormati (toh tidak merugikan orang lain katanya, red) dan perlu dihargai demi kemashlahatan bersama dan demi kemanusiaan. Dikemanakan ya firman Rabbnya Azza wa Jall yang sudah menciptakannya, yang sudah memberinya nikmat akal agar bisa merenungi dan memahami ayat-ayatNya diatas?. Dikemanakan pula ya sunnah-sunnah Nabinya Shallallaahu ‘alaihi wa sallama yang menjelaskan hukum dari ayat-ayatNya diatas?. Ada pula segelintir orang yang masih terkungkung dalam sikap taqlid dan ta’ashub (fanatisme buta) pada tokoh-tokoh panutannya hingga apapun yang dikerjakan oleh pemimpinnya itu dianggap benar dan suci!. Padahal tidak ada manusia yang ma’sum (terjaga dari kesalahan) selain Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama. Jika orang-orang tersebut dinasihati dengan bahasa yang baik, mereka akan berkata, “Sok suci lo!, sok ‘alim lo”, bahkan tidak sedikit pula orang yang menebarkan ancaman, “Tarik ucapan ente, kalau tidak, jangan salahkan ane jika ente ane usir (singkirin)!”. Mirip sekali dengan ucapan kaum Nabi Luth ‘Alaihissalam tatkala Nabinya yang lurus dan istiqamah menyampaikan nasihat kepada mereka;

أَخْرِجُوهُمْ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ

“Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri.” (QS. Al-A’raf: 82)

أي: يتنزهون عن فعل الفاحشة

“Yakni sok suci (pura-pura menjauhkan diri) dari perbuatan keji.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 3, juz. 8)

Begitulah tanggapan mereka kepada orang-orang yang ingin berta’awun ‘alal birr wa taqwa supaya mereka (yang mengingatkan, red) berhenti dari nasihat-menasihati. Ucapan mereka hanyalah upaya pembelaan diri dan pembenaran terhadap apa yang sudah mereka lakukan.


Bagaimana dengan hukuman bagi pelakunya?

Dahulu kala di zaman Nabi Luth ‘Alaihissalam, para pelaku Liwath (sodomi) ini Allah Ta’ala hukum/adzab dengan:

وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا

“Dan Kami turunkan kepada mereka hujan...” (QS. Al-A’raf: 84)

أي: حجارة حارة شديدة، من سجيل، وجعل اللّه عاليها سافلها

Yakni: “Batu panas dari tanah yang terbakar (dalam tafsir yang lain disebutkan hujan batu dari Sijjil, red), dan Allah membalik kota mereka, dimana Allah menjadikan bagian atasnya menjadi bawah.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 3, juz. 8)

Penafsiran asy-Syaikh as-Sa’di –raheemahullaahu- diatas sesuai dengan firman-Nya, “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (QS. Huud: 82)

Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu dia berkata, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda:

“Barangsiapa yang kalian temui melakukan perbuatan kaum Luth (liwath/ homoseks) maka bunuhlah pelaku dan orang yang menjadi objeknya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan dishahihkan oleh al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi dan dishahihkan pula riwayat ini oleh al-Albani).

Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin –raheemahullaahu-: “Sepakat mayoritas shahabat atau seluruh shahabat atas melakukan konsekuensi dari hadits ini. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –raheemahullaahu-: ‘Para shahabat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama tidak berselisih pendapat tentang hukum bunuh bagi orang yang melakukan liwath (homoseks) bagi pelakunya atau orang yang dijadikan objek, akan tetapi berselisih pendapat bagaimana tata cara memberlakukan hukum bunuhnya, sebagian mereka berkata dirajam pakai batu, sebagian lagi berkata dijatuhkan di tempat yang paling tinggi dari sebuah negeri, sebagian mereka berkata dihukum pelaku dan objeknya (korbannya) jika ia ridha (untuk dihomoseks), keduanya dihukum mati dalam keadaan apapun, sama saja sudah pernah menikah ataupun belum pernah menikah, dikarenakan sangat besar dosa pelakunya dan berbahaya jika keduanya berada di komunitas manusia, dikarenakan keberadaan keduanya (pelaku dan objek tersebut) akan membunuh secara maknawi di komunitas manusia dan keutamaan (akhlaq). Dan tidak diragukan binasanya mereka berdua lebih baik dari pada binasanya manusia dan akhlaq mulia.” (Syarh Kitaab al Kabaair, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, pada dosa besar yang ke 21, cet. Daar al Ghadd al Jadiid : 79)


Allah Ta’ala berfirman tatkala menutup kisah tentang kaum Nabi Luth ‘Alaihissalam:

فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ

“Maka perhatikanlah kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” (QS. Al-A’raf: 84)

الهلاك والخزي الدائم

Yakni: “Kebinasaan dan kehinaan (untuk selama-lamanya).” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 3, juz. 8)

Dan akhirnya Allah Ta’ala pun memerintahkan manusia untuk berpikir dan mengambil pelajaran dari kisah Nabi Luth ‘Alaihissalam tersebut dan menjauhi perbuatan liwath seraya berfirman;

إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً وَمَا كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُؤْمِنِينَ * وَإِنَّ رَبَّكَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti-bukti yang nyata. Dan kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Rabbmu benar-benar Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahapenyayang.” (QS. Asy-Syu’ara: 175)


­______________

Referensi:

1). Taiseer al-Kareem ar-Rahman, asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di vol. 3 & vol. 5

2). www.almanhaj.or.id

3). http://tauhiddansyirik.wordpress.com/2011/04/09/dosa-besar-itu-bernama-homoseks/



0 Respones to "Say No To Kaum Homoseksual!"

Posting Komentar

 

Entri Populer

Recent Comments

Blog Statistic

Return to top of page Copyright © 2007 | Old Nakula