Menjadi Kaya, Sebuah Cita-Cita?



Dulu ketika masih duduk di Sekolah Dasar (di sebuah desa terpencil di Jawa Tengah), salah seorang guru kami bercerita kepada murid-muridnya mengenai kisah orang-orang ternama lagi sukses yang (akhirnya menjadi) kaya raya di masa lampau. Di akhir cerita ia pun bertanya kepada anak-anak didiknya, “Siapa diantara kalian yang ingin (menjadi orang) kaya?”, Secara serempak semua murid menjawab, “Saya Paaaak”. Apalagi sebagian besar dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Setelah belasan tahun berlalu, Allah pun menakdirkan beberapa orang di antara mereka hidup layak dan berkecukupan. Kalau pertanyaan yang sama diajukan hari ini, sebagian besar orang (barangkali) akan menjawab dengan jawaban yang sama i.e “Iya, saya ingin menjadi orang kaya”. Apakah ada yang salah dengan jawaban itu?. Tentu tidak. Banyak koq orang-orang shalih terdahulu yang Allah anugerahi kekayaan melimpah seperti Abdurrahman bin ‘Auf, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Al-Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Mas’ud, Hakim bin Hizam bin Khuwailid dll radhiyallaahu ‘anhum ajma’in.

Namun apakah motivasi para pendahulu kita yang shalih (dahulu) dengan orang-orang zaman sekarang dalam mencari/mendapatkan harta kekayaan itu sama?. Wallaahu a’lam. Coba kita perhatian dan telaah perjalanan hidup para salafus shalih diatas terkait harta yang dimiliknya berikut;

Al-Imam Az-Zuhri berkata (terkait shahabat yang mulia, Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallaahu ‘anhu):

تصدق عبد الرحمن بن عوف على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم بشطر ماله ثم تصدق بعد بأربعين ألف دينار ثم حمل على خمسمائة فرس في سبيل الله وخمسمائة راحلة وكان أكثر ماله من التجارة

“Abdurrahman bin Auf mengeluarkan shadaqah pada masa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama dari setengah hartanya, kemudian beliau mengeluarkan shadaqah 40.000 dinar setelahnya, kemudian beliau mengeluarkan shadaqah 500 ekor kuda dan 500 ekor unta di jalan Allah. Dan kebanyakan hartanya berasal dari perdagangan.” (Al-Ishabah fi Tamyizish Shahabah: 4/347).

Just info bahwa kurs Dinar dan Dirham per 01/02/2012 adalah sbb: 1 Dinar: Rp 2,218,000 adapun 1 Dirham: Rp 52,000.

Ummu Bakar bintu Miswar berkata:

ان عبد الرحمن باع أرضا له من عثمان بأربعين ألف دينار، فقسمه في فقراء بني زهرة، وفي المهاجرين، وأمهات المؤمنين

“Bahwa Abdurrahman bin Auf membeli sebidang tanah dari Utsman seharga 40.000 dinar. Kemudian beliau membagi-bagikan tanah tersebut untuk orang-orang faqir dari Bani Zuhrah, kaum Muhajirin, dan istri-istri Rasulullah –Shallallaahu ‘alaihi wa sallama-.” (Siyar A’lamin Nubala’: 1/86, al-Hafizh adz-Dzahabi).

Thalhah bin Abdirrahman bin Auf berkata:

كان أهل المدينة عيالا على عبد الرحمن بن عوف: ثلث يقرضهم ماله، وثلث يقضي دينهم، ويصل ثلثا

“Adalah penduduk Madinah menjadi tanggungan atas Abdurrahman bin Auf; sepertiga dari mereka diberi pinjaman oleh Abdurrahman dari hartanya, sepertiga dari mereka dibayarkan hutang mereka olehnya dan sepertiganya disambung olehnya.” (Siyar A’lamin Nubala’: 1/88, al-Hafizh adz-Dzahabi).

Al-Imam Az-Zuhri berkata:

أوصى عبد الرحمن بن عوف لكل من شهد بدرا بأربعمائة دينار فكانوا مائة رجل

“Abdurrahman bin Auf pernah berwasiat (untuk membagikan dari hartanya sepeninggalnya, pen) kepada setiap orang yang ikut perang Badar dengan 400 dinar. Mereka berjumlah 100 orang.” (Al-Ishabah fi Tamyizish Shahabah: 4/349).

Abdurrahman bin Samurah berkata (mengenai shahabat yang mulia Utsman bin ‘Affan radhiyallaahu ‘anhu):

جاء عثمان بن عفان رضي الله عنه إلى النبي صلى الله عليه وسلم في غزوة تبوك، وفي كمه ألف دينار، فصبها في حجر النبي صلى الله عليه وسلم ثم ولى قال عبد الرحمن: فرأيت النبي صلى الله عليه وسلم يقلبها بيده في حجره ويقول: « ما ضر عثمان ما فعل بعدها أبدا»

“(Ketika perang Tabuk) Utsman bin Affan radhiyallaahu ‘anhu datang kepada Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallama. Di lengan bajunya terdapat uang 1.000 dinar. Kemudian ia menuangkannya di pangkuan Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallama dan berpaling (pulang).” Abdurrahman berkata: “Maka aku melihat Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallama menerima uang tersebut di pangkuan beliau dengan tangan beliau sendiri dan berkata: “Tidak akan berbahaya apa yang dilakukan oleh Utsman setelah ini.” (HR. Al-Ajurri dalam Asy-Syariah: 1371 (4/55) dan ini adalah redaksinya, At-Tirmidzi: 3634 dan ia berkata: “Hadits hasan gharib.” Di-shahih-kan oleh Al-Hakim dalam Mustadraknya: 4553 (3/110) dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Ibrahim At-Taimi berkata (mengenai shahabat yang mulia Thalhah bin Ubaidillah radhiyallaahu ‘anhu):

كان طلحة يغل بالعراق أربع مائة ألف، ويغل بالسراة عشرة آلاف دينار أو أقل أو أكثر، وبالاعراض له غلات وكان لا يدع أحدا من بني تيم عائلا إلا كفاه، وقضى دينه، ولقد كان يرسل إلى عائشة إذا جاءت غلته كل سنة بعشرة آلاف، ولقد قضى عن فلان التيمي ثلاثين ألفا

“Adalah Thalhah mendapatkan penghasilan di Iraq 400.000 (dinar), mendapatkan penghasilan di Sarah 10.000 dinar atau kurang atau lebih, di A’radl juga mendapatkan penghasilan. Dan beliau tidaklah meninggalkan orang miskin dari Bani Taim pun kecuali beliau telah mencukupinya dan membayarkan hutangnya. Dan beliau –ketika penghasilannya datang- mengirimkan setiap tahun 10.000 (dinar) untuk Ibunda Aisyah –radhiyallaahu ‘anha-. Dan beliau telah membayarkan hutang Fulan At-Taimi 30.000 (dinar).” (Siyar A’lamin Nubala’: 1/33, al-Hafizh adz-Dzahabi)

Dan lain-lain. Apakah orang-orang kaya di zaman ini yang begitu tinggi ambisinya terhadap dunia (sampai-sampai tidak lagi mempedulikan apakah itu halal maupun haram, red) meneladani para pendahulunya yang shalih semisal shahabat yang mulia Abdurrahman bin ‘Auf, Utsman bin ‘Affan, Thalhah bin Ubaidillah dan lain-lain radhiyallaahu ‘anhum ini dalam merealisasikan rasa syukur terhadap karunia harta yang Allah titipkan kepadanya?. Wallaahu a’lam. Yang jelas, tidaklah mereka (i.e para shahabat) radhiyallaahu ‘anhum mengumpulkan harta/ kekayaan untuk kesenangan diri-sendiri, akan tetapi mereka kumpulkan semua itu untuk menyantuni para faqir miskin, berjihad di jalan Allah, menghidupi istri-istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama dan menyambung tali silaturahim.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda:

إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ…الخ

“Dunia hanyalah untuk 4 kelompok orang; yaitu seorang hamba yang diberikan rejeki harta dan ilmu oleh Allah kemudian ia menggunakannya untuk bertaqwa kepada Rabbnya, menyambung sanak saudaranya dan ia mengetahui hak-hak Allah yang harus ditunaikan dari harta itu. Orang ini berada pada kedudukan yang paling tinggi; dan seorang hamba…..dst.” (Ahmad: 17339, At-Tirmidzi: 2247 dan di-shahih-kan olehnya dari Abu Kabsyah Al-Anmari t. Hadits ini di-shahih-kan oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Shahihul Jami’: 3024).

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama juga pernah berkata kepada Amr bin Al-Ash radhiyallaahu ‘anhu:

يَا عَمْرُو نَعِمَّا بِالْمَالِ الصَّالِحِ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ

“Wahai Amr! Alangkah beruntungnya jika harta yang baik dipunyai oleh orang yang shalih.” (HR. Ahmad: 17134, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya: 22627 (7/18) dan di-shahih-kan oleh Al-Hakim dalam Mustadraknya: 2130 (2/3) dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Dan di-shahih-kan pula oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Takhrij Al-Misykat: 3756 (2/355))

Sungguh beruntung harta-harta yang dimiliki para shahabat, karena pemegangnya adalah orang-orang yang shalih dan mulia. Di tangan mereka, harta-harta tersebut disalurkan sesuai dengan proporsinya dalam rangka ketaatan kepada Rabbnya di jalan yang lurus yang Dia ridhai. Mudah-mudahan kita bisa mengikuti jejak-jejak mereka dalam menggunakan harta dunia yang Allah titipkan (kepada kita) dengan baik dan menjauhi sikap kufur nikmat, takabur dan sombong yang disebabkan oleh harta tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Qorun. Ia berkata;

إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي

“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.” (QS. Al-Qashash: 78)

أي: إنما أدركت هذه الأموال بكسبي ومعرفتي بوجوه المكاسب، وحذقي، أو على علم من اللّه بحالي، يعلم أني أهل لذلك

“Maksudnya aku memperoleh harta kekayaan ini karena usahaku dan pengetahuanku tentang berbagai bentuk model usaha dan kepandaianku. Atau berdasarkan pengetahuan Allah tentang keadaanku. Dia telah mengetahui bahwa aku memang berhak untuk itu.” (Taisirul Karimirrahman vol 5, juz. 20)

Hingga akhirnya Allah Ta’ala membinasakannya sebagaimana firmanNya:

فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الأَرْضَ

“Maka Kami timbun Qorun beserta rumahnya ke dalam bumi...” (QS. Al-Qashash: 81)

جزاء من جنس عمله، فكما رفع نفسه على عباد اللّه، أنزله اللّه أسفل سافلين، هو وما اغتر به، من داره وأثاثه، ومتاعه

“Sebagai balasan setimpal atas perbuatannya. Oleh karena dia telah mengangkat dirinya (sombong) di atas hamba-hamba Allah, maka Allah menurunkannya pada derajat manusia yang paling rendah. Dia tenggelamkan bersama semua harta yang telah menjadikannya terpedaya, yaitu rumah, seluruh harta benda dan kekayaannya.” (Taisirul Karimirrahman vol 5, juz. 20)

Dan mudah-mudahan Allah Ta’ala menjadikan kita para hambaNya yang bersabar dan bisa meraih pahala yang melimpah dari kesabaran tersebut. Dia berfirman;

وَلَايُلَقَّاهَاإِلَّاالصَّابِرُونَ

“..Dan tidaklah diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Qashash: 80)

الذين حبسوا أنفسهم على طاعة اللّه، وعن معصيته، وعلى أقداره المؤلمة، وصبروا على جواذب الدنيا وشهواتها، أن تشغلهم عن ربهم، وأن تحول بينهم وبين ما خلقوا له، فهؤلاء الذين يؤثرون ثواب اللّه على الدنيا الفانية

“Yaitu mereka yang menahan diri mereka semata-mata untuk ta’at kepada Allah, menahan diri mereka dari kedurhakaan terhadap Allah, dan menerima takdir-takdir Allah yang menyakitkan, mereka sabar atas gemerlap dunia dan kenikmatannya sehingga tidak memalingkan mereka dari Allah, dan tidak menjadi penghalang antara mereka dengan tujuan mereka diciptakan. Merekalah orang-orang yang mengutamakan pahala dari Allah atas dunia yang fana ini.” (Taisirul Karimirrahman vol 5, juz. 20). Wallaahu Ta’ala a’lamu.

___________

Maraji’:

1). http://sulaifi.wordpress.com/2011/10/14/menjadi-kaya-siapa-takut/

2). Taiseer al-Kareem ar-Rahman Fii Tafsir Kalam al-Mannan vol. 5, juz. 20, tafsir QS. Al-Qashash



0 Respones to "Menjadi Kaya, Sebuah Cita-Cita?"

Posting Komentar

 

Entri Populer

Recent Comments

Blog Statistic

Return to top of page Copyright © 2007 | Old Nakula