Anak Yang Shalih Adalah Investasi Yang Lestari



Bagi sebagian besar orang, harta/ kekayaan merupakan investasi terbaik di dunia, sampai-sampai mereka rela menghabiskan sebagian besar waktu dan umurnya hanya untuk mencari dan mengumpulkan harta. Sedikit saja dari mereka yang berpendapat bahwa “sesungguhnya anak yang shalih itu merupakan investasi terbesar seseorang yang tak ternilai harganya” (selain amal shalih tentunya, red). Mengapa anak yang shalih?. Di saat orang lain tidak tahu dan tidak mau tahu tentang batasan harta yang boleh diambil dan dinikmati, anak yang shalih selalu membekali dirinya dengan ilmu dien [yang syar’i] dalam mencari dan mengumpulkan harta yang halal dan thayib, di saat orang lain tidak tahu bagaimana seharusnya ia memperlakukan kedua orang tuanya yang masih hidup, anak yang shalih mampu memahami dan mengejawentahkan perintah Allah Ta’ala dan RasulNya dengan berbakti kepada keduanya dengan cara yang baik dan syar’i. Di saat orang lain lebih suka menghambur-hamburkan harta [amanah] orang tuanya untuk sesuatu yang sia-sia dengan cara yang boros, anak yang shalih lebih suka membelanjakkan harta keduanya dengan cara yang adil dan bijak demi kemaslahatan dirinya dan orang banyak. Ketika orang lain sibuk mempermalukan kedua orang tuanya di depan manusia dengan perilakunya/ akhlaknya yang tercela, anak yang shalih berjuang dengan gigih agar mampu menahan lisannya, memperbaiki amalan dan akhlaknya sehingga kehormatan dan nama baik keduanya tetap terjaga. Tatkala orang lain tanpa malu menuntut kemewahan duniawi kepada kedua orang tuanya, anak yang shalih lebih suka bersyukur, bersabar dan bersikap qana’ah atas pemberian Allah Ta’ala melalui keduanya. Tatkala orang lain sibuk bermaksiat kepada Rabbnya Azza wa Jalla, anak yang shalih sibuk bermunajat kepadaNya dan membekali dirinya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Ketika orang lain menelantarkan dan melalaikan hak kedua orang tuanya di waktu senjanya, anak yang shalih sibuk merawat, melayani dan menjaga hak-hak keduanya, Dan ketika orang lain lalai mendoakan kebaikan dan memohonkan ampunan kepada Rabbnya Azza wa Jalla untuk kedua orang tuanya yang telah wafat, anak yang shalih selalu mengisi hari-harinya dengan mendoakan kebaikan dan ampunan bagi keduanya hingga kelak Allah Ta’ala mewafatkan dirinya. Dua kebaikan bisa didapatkan oleh orang tua sekaligus, i.e kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat kelak.


Harta dunia bisa kita cari dan bisa kita kumpulkan kapan saja selama kita mau berikhtiar dengan sungguh-sungguh dan banyak bersyukur kepadaNya. Tapi mendidik seorang anak yang berakhlak mulia lagi berilmu itu tidak lebih mudah dari mengumpulkan harta dunia. Mendidik anak yang shalih, taat kepada Allah Ta’ala dan RasulNya, serta berbakti kepada kedua Ibu Bapaknya sebagaimana Ibrahim ‘Alaihissalam, Ismail ‘Alaihissalam, Isa ‘Alaihissalam, dan para anbiya yang lain, atau para shahabat radhiyallaahu ‘anhum dan para salafus shalih yang lain sungguh membutuhkan perjuangan yang gigih. Tapi justru di situlah sisi mulia dari para orang tua yang rela bersusah payah mendidik dan menanamkan kebaikan kepada anak-anaknya. Al-‘Allamah al-Fadhil asy-Syaikh Shalih al-Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan –semoga Allah Ta’ala menjaganya- memberikan sedikit nasihat kepada para orang tua. Beliau -hafizhahullaahu- berkata;


“Wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya para pemuda itu adalah tiangnya umat, mereka adalah generasi penerus dan dari merekalah akan berdiri bangunan umat ini. Dari mereka akan muncul para ulama, pembimbing umat, para mujahid, dan para teknokrat. Bila mereka menjadi pemuda yang shalih maka akan menjadi penyejuk mata bagi orang tua mereka yang masih hidup dan menjadi pahala yang terus mengalir bagi orang tua mereka yang telah meninggal dunia. Mereka akan saling bertemu bila kesemuanya masuk ke dalam surga.

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
Allah berfirman (artinya) : “Dan orang-orang beriman lalu diikuti anak keturunannya dalam keimanan, maka Kami pertemukan mereka dengan anak keturunannya tersebut.” [Ath-Thuur : 21]


جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ
Allah berfirman (artinya) : “Surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang shalih dari kalangan bapak-bapak, istri-istri dan anak keturunan mereka. Para malaikat menyambut mereka di setiap pintu surga.” [Ar-Ra’d : 23]

Karena itu, perhatian para Nabi ‘Alaihimussalaam sangat diarahkan kepada anak keturunan mereka sebelum lahir. Inilah Nabi Ibrahim al-Khalil ‘Alaihissalam yang berdoa (artinya) :

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي
“Ya Rabbku, jadikanlah aku sebagai orang yang menegakan shalat dan juga demikian bagi anak keturunanku.” [Ibrahim : 40]


Inilah Nabi Zakariya ‘Alaihissalaam yang berdoa (artinya) :

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Ya Rabbku, anugerahkanlah bagiku anak keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa hamba-Mu.” [Ali Imran : 38]


Hamba yang shalih pun berdoa (artinya) :

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي
“Ya Rabbku, limpahkanlah anugerah untuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu, berbakti kepada kedua orangtuaku, beramal shalih yang Engkau ridhai dan perbaikilah anak keturunanku.” [Al Ahqaf : 15]


Dahulu para salaf ash-shalih memberikan perhatian kepada anak-anak mereka sejak usia dini. Mereka mengajari dan menumbuhkembangkan anak-anak di atas kebaikan, menjauhkan anak-anak dari kejelekan, memilihkan guru yang shalih, pendidik yang bijak dan bertakwa untuk anak-anak. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallama mendorong para orang tua untuk memulai dengan pendidikan agama dan akhlak kepada anak-anak sejak usia tamyiz. Beliau bersabda (artinya) :

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat pada usia 7 tahun. Pukullah mereka (bila meninggalkan shalat) pada usia 10 tahun. Pisahkanlah tempat tidur mereka (di usia tersebut).” [HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan al-‘Allamah al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil, no. 247]


Wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya pemuda umat ini bila rusak maka robohlah bangunan umat ini. Musuh-musuh Islam akan menguasai mereka. Selanjutnya akan sirnalah keberadaan umat ini. Diantara hal yang menyayat hati dan membuat mata kita menangis adalah apa yang kita saksikan dari kebanyakan pemuda saat ini. Mereka berani kepada orang tuanya, akhlaknya rusak, agamanya rusak, bergerombol di jalan-jalan setelah waktu ashar sampai penghujung malam untuk melakukan kesia-siaan dengan mobil mereka (kalau di negeri kita-motor-pent.), menggangu pengguna jalan dan penduduk, mengundang bahaya bagi orang lain, meninggalkan shalat bahkan mengganggu kekhusyu’an orang shalat, keburukan menyelimuti mereka, menyebarnya rokok dan narkoba, buruknya akhlak dan terjerumus dalam kekejian.


Keburukan telah berhasil membeli mereka, bahaya telah mengancam, mereka telah berani melawan orang yang menasehati dan melarang perbuatan mereka. Hendaknya kalian bertakwa kepada Allah, wahai hamba-hamba Allah. Ketahuilah bahwa kalian sedang berada di masa yang penuh dengan kerusakan. Kalian hidup di tengah-tengah musuh. Orang-orang jahat menebarkan kerusakan di tengah-tengah kalian dalam bentuk makar yang halus dan tipu daya yang jahat. Ketahuilah bahwa perbendaharaan dan kekayaan terbesar yang kalian hasilkan di dunia ini setelah amal shalih adalah anak-anak kalian. Di dalam sebuah hadits, Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda (artinya) :

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
“Bila anak cucu Adam meninggal dunia, maka terputuslah pahala amal shalihnya, kecuali pahala dari 3 hal : shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kebaikan untuk orang tuanya.” [HR. Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu]


Sesungguhnya anak-anak itulah yang akan menjaga kalian setelah kalian berusia lanjut dan lemah. Merekalah yang akan mengganti kalian untuk menjaga kehormatan kalian. Mereka lebih bermanfaat bagi kalian daripada harta kalian. Lalu bagimana kalian bisa menyia-nyiakan urusan mereka dan tidak peduli terhadap mereka?!


Seseorang menyesal dan minder takala melihat orang-orang kafir mampu memperhatikan pendidikan anak-anaknya dengan materi duniawi, tidak membiarkan anak-anaknya berkeliaran di jalan-jalan, tidak membiarkan anak-anaknya menganggur, bahkan mengatur kehidupan anaknya dengan tertib. Adapun kebanyakan kaum muslimin, mereka tidak memberikan perhatian kepada anak-anaknya kecuali sebatas memberi nama ketika lahir, memberi makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal lalu tidak mengerti apa yang harus dilakukan setelah itu. Bahkan sebagian kaum muslimin menyediakan sarana-sarana kerusakan untuk anak mereka. Mereka memenuhi saku anak-anaknya dengan uang, memberikan mobil mewah (kalau di negeri kita-motor mahal-pent.), memenuhi rumah dengan alat-alat musik, film yang tidak bermoral, sehingga jangan engkau tanya lagi bagaimana pertumbuhan anak-anak yang mendapatkan sarana-sarana tersebut berupa kerusakan akhlak, kerusakan pola pikir, moral binatang yang melampaui batas. Jangan engkau tanya pula tentang dosa yang ditimpakan kepada orang tua mereka, penyesalan yang dirasakan orang tua tatkala didurhakai sang anak, tidak mendapatkan kebaikan dari sang anak tatkala orang tua tersebut berusia lanjut dan sedang butuh terhadap anaknya. Sesungguhnya balasan itu sesuai dengan jenis perbuatannya. Sebenarnya Allah telah mewasiatkan kepada anak-anak untuk membalas kebaikan orang tua dengan berbakti saat orang tua mereka berusia lanjut.


Allah Ta’ala berfirman (artinya) :

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Rabbmu telah menetapkan agar kalian tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya (Allah) dan (agar) kalian berbakti kepada orang tua. Bila salah satu atau kedua orangtuanya telah berusia lanjut maka janganlah engkau mengatakan ‘ah’ kepada keduanya dan jangan pula membentak. Namun katakanlah kepada keduanya dengan perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.” [Al-Israa’ : 23-24]


Allah memerintah seorang anak untuk senantiasa mengingat kebaikan kedua orang tua saat anak tersebut (dahulu) lemah dan masih kecil, agar dapat membalas kebaikan kedua orang tuanya tersebut saat keduanya lemah dan berusia lanjut. Lalu bagimana bila sang anak tidaklah mengingat kedua orangtuanya melainkan kesia-siaan, kejelekan, dan pendidikan yang rusak yang diberikan kedua orang tuanya? Apa yang dilakukan sang anak untuk membalas hal itu?


Maka bertakwalah kepada Allah, wahai hamba-hamba Allah. Ketahuilah bahwa anak itu adalah amanah bagi kalian. Bertakwalah kepada Allah terhadap anak dan amanah. Allah berfirman (artinya) :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah, rasul-Nya, dan amanah yang dibebankan kepada kalian dalam keadaan kalian mengetahui. Ketahuilah bahwa harta dan anak itu adalah ujian bagi kalian. Di sisi Allah-lah pahala yang sangat besar.” [Al-Anfaal : 27-28].  (Al-Khuthab al-Minbariyah fil Munasabatil ‘Ashriyah)


Berkata al-‘Allamah as-Sa’di –raheemahullaahu- ketika menafsirkan QS. Al-Anfal: 28 diatas;

“.. Allah Ta’ala memberitahukan bahwa anak dan harta benda adalah fitnah yang dengannya Allah menguji hamba-hambaNya, dan bahwa ia adalah pinjaman yang akan ditunaikan kepada yang memberinya dan dikembalikan kepada yang menitipkannya.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 3 juz. 9)

Sungguh anak yang shalih adalah investasi yang lestari bagi kedua orang tuanya dan merupakan amanah bagi para orang tua agar mendidiknya menjadi orang-orang yang shalih. Ia tidak hanya akan menyenangkan, membahagiakan dan bermanfaat bagi keduanya di dunia dengan amal baktinya, namun juga kelak di akhirat dengan doa-doanya. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda;

إن الله ليرفع الدرجة للعبد الصالح في الجنة فيقول: يارب أنى لي هذه فيقول: باستغفار ولدك لك
(Artinya); “Sesungguhnya Allah –Subhaanahu wa Ta’ala- mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga, maka ia berkata, ‘Rabbku. Dari mana aku memperoleh derajat ini! Allah Ta’ala menjawab: ‘Ini adalah permohonan ampun anakmu untukmu’.”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)




Mudah-mudahan kita mampu menjadi orang tua yang shalih dan berilmu sehingga bisa mengajarkan banyak kebaikan kepada anak-anak kita, sekarang maupun yang akan datang. Kalau tidak diawali dari diri kita sendiri, lalu dari siapa lagi?

Wallaahu subhaanahu wa Ta’ala a’lamu.


_________
Referensi.
(2). Taiseer al-Kareem ar-Rahman vol. 3 juz. 9


1 Respones to "Anak Yang Shalih Adalah Investasi Yang Lestari"

Salimah Sukmajaya mengatakan...

Alhamdulillah, bagus dan bermanfaat
mhn diizinkan copas dan untuk saya sampaikan pada orang tua lain ya


13 Juni 2014 pukul 17.36

Posting Komentar

 

Entri Populer

Recent Comments

Blog Statistic

Return to top of page Copyright © 2007 | Old Nakula