Pembelaan Yang Kebablasan Dari Seorang Aktivis Perempuan



Seorang wanita yang didapuk sebagai juru bicara kelompok Forum Keadilan Perempuan berkata dalam demonstrasinya di depan Istana Negara Jakarta, Kamis 08/03/2012, “Bukan salah tubuh perempuan kalau terjadi kasus pelecehan, kami ingin suatu saat nanti perempuan bisa berjalan dengan aman meski memakai rok mini”. Tak lupa pula mereka membawa slogan yang bertuliskan, “Bukan salah rok mini, tapi otakmu yang mini!”. Di sebuah forum berita, pernyataan diatas ramai diperbincangkan oleh para pengunjungnya baik yang Pro maupun yang Kontra seperti salah satu komentar yang datang dari perempuan asal Palmerah, “Bukan disebabkan oleh pakaian atau rok mininya....tapi kalau memang niat dan otaknya sudah bejat and fiktor...orang berjilbab pun masih bisa jadi korban pelecehan seksual..”, ada pula yang berkata, “Siapa suruh mengumbar aurat. Mohon dipikir ulang, manusia itu punya hawa nafsu Jeng. Kalau laki-laki bisa mengontrol hawa nafsunya itu bagus. Nah, sekarang kalau pakaiannya sudah mengumbar begitu siapa yang mau disalahkan...?”.

Demonstrasi serupa juga pernah terjadi di Bundaran Hotel Indonesia (HI) beberapa bulan yang lalu, masih tetap dimotori oleh sekumpulan aktivis wanita (yang konon memperjuangkan hak-hak perempuan tertindas), para “pejuang HAM”, para aktivis JIL beserta kawan-kawannya. Mereka berkata melalui slogan-slogan “liberalnya” pada waktu itu, “My Rok is My Right” (Rok saya adalah hak saya), “Don’t tell me how to dress, (just) tell them not to rape!” (Jangan ajari kami cara berpakaian, ajari saja mereka agar tidak memperkosa!),.. Ketika datang nasihat dari orang-orang yang peduli, “Alangkah mulianya jika kalian mau berpakaian syar’i, itu akan lebih menjaga ‘iffah (kehormatan diri) seorang muslimah (bagi yang muslim, red). Lagipula berpakaian mini juga dilarang oleh syar’i to, plus sangat mungkin akan memicu tindakan kriminalitas (yang dilakukan) oleh sekumpulan orang-orang fasiq dan jahat di kemudian hari. Tidak semua orang di negeri ini ‘alim (berilmu) dan shalih lo.” Mereka akan menimpali, “Jika anda berkata seperti itu sama saja anda membela para pelaku pelecehan seksual itu, tolong jangan ajari kami!.” Ada sebuah komentar yang sangat bagus yang ditulis oleh seorang blogger dalam tulisannya, “Perumpamaan mereka (para aktivis perempuan, red) itu sama dengan orang yang menaruh sepeda motor tanpa dikunci di jalanan lalu motornya diambil pencuri. Kemudian datanglah pejabat (tokoh masyarakat) mengatakan kepada orang tersebut seharusnya motor anda itu dikunci lalu ditaruh di tempat yang aman. Eh, yang motornya dicuri malah protes, ”Jangan ajari kami cara menyimpan motor, ajari (saja) mereka supaya tidak mencuri”. Sama bukan permisalannya? Kalau sama, berarti anda bisa paham dimana letak salahnya. Apakah dengan menyalahkan pemilik motor yang menaruh motornya di sembarang tempat itu berarti kita membenarkan tindakan si pencuri tersebut? Orang yang masih punya otak tahulah jawabannya.”-selesai kutipan-. Atau dengan kata lain, apakah jika kita mengkritik tindakan perempuan yang sengaja mengumbar auratnya di depan khalayak melazimkan pembenaran terhadap tindakan para pelaku pelecehan seksual terhadapnya?… Para aktivis itu mungkin tidak pernah mendengar atau belajar dari pepatah masyhur yang mengatakan;

“Tidak mungkin ada asap jika tidak ada api.” Atau pepatah arab yang mengatakan;

مَنْ حَفَرَ حُفْرَةً وَقَعَ فِيْهَا

“Siapa yang menggali lubang, ia akan terperosok ke dalamnya”

Banyak atau sedikit, besar atau kecil, tetap saja ada korelasinya antara perbuatan menampakan aurat (yang semestinya tidak dipertontonkan) dengan aksi kejahatan orang-orang fasiq itu...

Tetapi apa mau dikata, jika hawa nafsu lebih dikedepankan daripada nash-nash agama, Kebenaran yang datang pun tidak akan dianggap sebagai kebenaran. Ia hanya akan diperlakukan laiknya sebuah makanan, jika dirasa cocok dengan hawa nafsu dan nalar “akalnya yang mini”, maka diterima, jika tidak maka dibuang. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda;

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” [H.R. Muslim, no. 2749, dari ‘Abdullah bin Mas’ûd].

Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al-Haq dan sombong terhadap makhluk. Hal ini diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama pada hadist di atas dalam sabda beliau, “sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain”. Menolak kebenaran adalah dengan menolak dan berpaling darinya serta tidak mau menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia yakni merendahkan dan meremehkan orang lain, memandang orang lain tidak ada apa-apanya dan melihat dirinya lebih dibandingkan orang lain. (Syarh Riyadus Shaalihin, II/301, asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Ketika disampaikan ayat-ayat tentang hijab, mereka hanya bisa berkelit, mencari-cari alasan dan pembenaran bahwa hijab itu tidaklah wajib, hijab itu hanya budaya bawaan Arab yang tidak cocok diterapkan di negeri yang masyarakatnya serba multikultural ini!, hijab itu hanya tampilan fisik semata dan tidak menggambarkan isi hati. Sekalipun seseorang itu berhijab secara syar’i, jika hatinya berpenyakit, tetap saja dia dianggap jelek. Jadi hijab dalam hal ini bukanlah tolok ukur kebaikan!. Demikian syubhat-syubhat yang mereka lontarkan. Mereka membela mati-matian kebiasaan orang-orang Jahiliyah yang justru ditinggalkan oleh Islam dan menolak mati-matian dan meremehkan apa yang sudah diperintahkan oleh dienul Islam. Itulah bentuk kesombongan yang nyata dari mereka. Berikut adalah salah satu contoh ayat yang mereka kritisi dan mereka simpangkan maknanya;

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ (59

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

Orang yang baru belajar ilmu biologi saja tahu kalau (maaf) paha dan betis itu termasuk bagian dari anggota tubuh. Kalau dikatakan “ulurkan jilbabmu ke seluruh tubuh”, itu artinya seluruh bagian tubuh itu ditutupi, termasuk didalamnya (maaf) paha dan betis (karena keduanya termasuk bagian dari tubuh, red)!. Apakah al-Qur’an itu hanya diturunkan untuk orang Arab saja sehingga ayat ini (kalian anggap) hanya dikhususkan untuk orang Arab dan tidak untuk selainnya?. Jika jawabannya, “Iya”, sungguh diragukan keislaman kalian (jika kalian memang mengaku Islam, red), dan jika jawabannya; “Tidak”, lantas mengapa ayat ini tidak kalian imani?

Perhatikan firman Allah Ta’ala diatas, “Hendaklah mereka mengulurkan...”. Kata: “Hendaklah” itu bermakna perintah, atau dengan kata lain “Allah Ta’ala memerintahkan”... Sekarang kita tantang mereka (para aktivis perempuan itu, aktivis JIL dan kawan-kawannya, red), jika kalian memang konsisten dengan slogan kalian, beranikah kalian mengatakan, “Don’t tell me how to dress O my Lord!, (just) tell them not to rape!”... (Jangan ajari kami cara berpakaian ya Rabbana, ajari saja mereka supaya tidak memperkosa!). Semua orang pasti akan berkata, “Sombong sekali anda, siapa anda dan siapa Allah Tabaaraka wa Ta’ala?!”. Padahal orang-orang yang menasihati anda dan para perempuan yang gemar memperlihatkan aurat dan perhiasannya itu (yang kalian katakan: ‘Jangan ajari kami!’) hanya sekedar menyampaikan Kalamullah (firman Allah Ta’ala) diatas dan perkataan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama!. Kemudian perhatikan ucapan salah seorang dari mereka, “Bukan salah tubuh perempuan kalau terjadi kasus pelecehan, kami ingin suatu saat nanti perempuan bisa berjalan dengan aman meski memakai rok mini”. Apakah kalian sedang bermimpi?, “Bak pungguk merindukan bulan” begitu kata pepatah, satu sisi kalian menolak kebenaran firman Allah Ta’ala dan RasulNya (diakui maupun tidak, red), menafikan disyariatkannya hijab dan manfaatnya bagi wanita muslimah, tapi disisi lain (tanpa malu) kalian berandai-andai mendambakan keamanan bagi orang-orang fasiq yang meremehkan perintah hijab Rabbnya ‘Azza wa Jall (dengan nekat berpakaian mini, red). Bagaimana Allah Ta’ala akan menolong dan melindungi hamba-hambaNya jika mereka tidak menolong agamaNya dan meremehkan syariatNya?. Padahal jika kita perhatikan, ayat diatas justru menyebutkan sebaliknya (tentang manfaat dari berhijab, red);

ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ (59

“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

Al-‘Allamah Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy –raheemahullaahu- menjelaskan;

دل على وجود أذية، إن لم يحتجبن، وذلك، لأنهن إذا لم يحتجبن، ربما ظن أنهن غير عفيفات، فيتعرض لهن من في قلبه مرض، فيؤذيهن، وربما استهين بهن، وظن أنهن إماء، فتهاون بهن من يريد الشر. فالاحتجاب حاسم لمطامع الطامعين فيهن

“Ini menunjukkan gangguan apabila mereka (kaum wanita beriman) tidak mengenakan jilbab. Hal ini karena apabila mereka tidak mengenakan jilbab, maka mereka akan mudah diduga bukan wanita-wanita suci (terhormat), sehingga mudah didatangi oleh orang yang hatinya sakit lalu mengganggu mereka, dan bisa saja mereka dilecehkan, dan mereka diduga sebagai perempuan-perempuan budak sahaya. Dan akibatnya orang-orang yang menginginkan keburukan meremehkan mereka. Jadi, hijab itu memutuskan hasrat busuk orang-orang yang berhasrat buruk terhadap mereka.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman Fii Tafsir Kalam al-Mannan vol. 5 juz. 22)


Sederhana saja, jika seseorang (entah itu yang berwatak baik atau berwatak jahat sekalipun) dihadapkan pada dua sosok, yang pertama; adalah orang yang kerap berpakaian mini dan ketat, suka memperlihatkan sebagian besar auratnya, suka bersolek (tabaruj), suka kluyuran tanpa mengenal waktu dan yang kedua; adalah orang yang berhijab syar’i, tidak suka bersolek dan berdandan berlebihan, menjaga pergaulan dan ucapan, kemudian ditanyakan kepadanya mana diantara keduanya wanita yang baik dan terjaga?, fitrah dasar orang tersebut akan mengatakan bahwa wanita kedualah yang baik dan terjaga.

Adapun pernyataan, “...orang berjilbab pun masih bisa jadi korban pelecehan seksual..” tidaklah bisa dijadikan dasar pembenaran perbuatan mereka (i.e mengenakan rok mini, red). Mengapa?, karena kasus bukanlah hujjah, dan kasus tidak akan (mungkin) bisa mengguggurkan perintah Allah Ta’ala dan RasulNya. Allah Ta’ala berfirman;

وَمَاكَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا {36}

“Dan tidaklah patut bagi mukmin laki-laki dan mukmin perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab: 36)

Al-‘Allamah as-Sa’dy –raheemahullaahu menjelaskan:

أي: الخيار، هل يفعلونه أم لا؟ بل يعلم المؤمن والمؤمنة، أن الرسول أولى به من نفسه، فلا يجعل بعض أهواء نفسه حجابًا بينه وبين أمر اللّه ورسوله

“Maksudnya; memilih pilihan (sendiri), apakah mereka mau mengerjakannya ataupun tidak? Bahkan seorang laki-laki dan perempuan yang beriman mengetahui bahwa Rasul itu harus diutamakan daripada dirinya sendiri. Maka dari itu, jangan menjadikan sebagian hawa nafsu sebagai penghalang yang membatasi antara dia dengan Allah dan RasulNya.” (Taiseer al-Kareem ar-Rahman Fii Tafsir Kalam al-Mannan vol. 5 juz. 22)

Kalau mau kita telusuri lebih jauh, bisa saja kita tanyakan kepada mereka; wanita berjilbab seperti apakah yang menjadi korban itu, berhijab syar’ikah ia? (tolong datangkan bukti) Atau hanya sekedar hijab-hijaban (menutup kepala namun masih memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya, red)?. Wallaahu subhaanahu wa Ta’ala a’lamu....





0 Respones to "Pembelaan Yang Kebablasan Dari Seorang Aktivis Perempuan"

Posting Komentar

 

Entri Populer

Recent Comments

Blog Statistic

Return to top of page Copyright © 2007 | Old Nakula