Sudah mafhum bahwa pembebanan pajak terhadap kaum muslimin oleh Pemerintah merupakan salah satu bentuk kedzaliman. Banyak sekali para ulama yang sudah menjelaskan dan mengupas permasalahan ini (silahkan di searching, red) berdasarkan kacamata Al-Qur’an wa Sunnah An-Nabawiyyah. Mereka juga sudah meluruskan syubhat yang dihembuskan oleh beberapa pihak yang menyebutkan bahwa “Pajak sama dengan Zakat”. Disini saya tidak akan menukilkan pendapat para ulama yang menjelaskan detail hukum Pajak itu sendiri, namun hanya akan menghadirkan sebuah nasihat dari seorang ulama yang faqih lagi shalih, Asy-Syaikh Al-Imam Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin At-Tamimi رحمه الله mengenai bagaimana seharusnya kita menyikapi penguasa yang membebani kaum muslimin dengan Pajak. Berikut nasihat beliau رحمه الله. Semoga bermanfaat..
وقال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله :
"كل شيء يؤخذ بلا حق فهو من الضرائب ، وهو محرم ، ولا يحل للإنسان أن يأخذ مال أخيه بغير حق ، كما قال النبي عليه الصلاة والسلام: (إذا بعت من أخيك ثمراً فأصابته جائحة ، فلا يحل لك أن تأخذ منه شيئاً ، بم تأكل مال أخيك بغير حق ؟)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin رحمه الله mengatakan, “Segala harta yang diambil tanpa alasan yang bisa dibenarkan adalah bagian dari pajak yang hukumnya haram. Tidak boleh bagi seorang muslim untuk mengambil harta saudaranya sesama muslim tanpa alasan yang bisa dibenarkan. Sebagaimana sabda Nabi ‘Alaihi shallaatu wa sallam tentang jual beli dengan sistem ijon, “Jika anda menjual buah-buahan dengan sistem ijon dengan saudaramu lalu buah-buahan tersebut terkena penyakit sehingga gagal panen maka anda tidak boleh mengambil uang yang telah diserahkan sedikit pun. Dengan alasan apa anda memakan harta orang lain tanpa alasan yang bisa dibenarkan?”.
ولكن على المسلم السمع والطاعة ، وأن يسمع لولاة الأمور ويطيع ولاة الأمور ، وإذا طلبوا مالاً على هذه الأشياء سلمه لهم ، ثم إن كان له حق فسيجده أمامه [يعني يوم القيامة] ، وإن لم يكن له حق بأن كان الذي أخذ منه على وجه العدل فليس له حق ،
Namun seorang muslim berkewajiban untuk mendengar dan mematuhi aturan pemerintah. Jika pemerintah meminta sejumlah uang (baca:pajak) atas benda-benda ini maka seorang muslim akan membayarkannya. Jika uang tersebut adalah hak rakyat maka rakyat akan mendapati gantinya pada hari Kiamat. Jika rakyat tidak memiliki hak atas harta tersebut karena pajak telah ditetapkan secara adil maka rakyat tersebut tentu tidak memiliki hak (baca: ganti pahala pada hari Kiamat) atas harta tadi.
والمهم أن الواجب علينا السمع والطاعة من ولاة الأمور ، قال النبي عليه الصلاة والسلام : (اسمع وأطع وإن ضرب ظهرك وأخذ مالك) ولا يجوز أن نتخذ من مثل هذه الأمور وسيلة إلى القدح في ولاة الأمور وسبهم في المجالس وما أشبه ذلك ، ولنصبر ، وما لا ندركه من الدنيا ندركه في الآخرة" انتهى .
"لقاء الباب المفتوح" (65/12) .
Ringkasnya menjadi kewajiban kita untuk mendengar dan patuh dengan aturan pemerintah. Nabi ‘Alaihi shallaatu wa sallam bersabda, “Dengarkan dan patuhilah aturan penguasa, meski penguasa tersebut memukuli punggungmu dan merampas hartamu”[1]. Tidak boleh menjadikan permasalah pajak atau masalah lain yang semisal sebagai sarana untuk mencela pemerintah dan mencaci maki pemerintah di berbagai forum dan semisalnya. Hendaknya kita bersabar. Harta dunia yang tidak kita dapatkan di dunia pasti akan kita dapatkan pada hari Kiamat nanti.” (Liqa’ al Bab al Maftuh 12/65)
Sumber Nukilan: http://ustadzaris.com/
__________________________________
[1]. Hadits lengkapnya adalah sebagai berikut:
Al-Imaam Muslim rahimahullah berkata :
وحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَهْلِ بْنِ عَسْكَرٍ التَّمِيمِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ. ح وحَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّارِمِيُّ، أَخْبَرَنَا يَحْيَي وَهُوَ ابْنُ حَسَّانَ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ يَعْنِي ابْنَ سَلَّامٍ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ سَلَّامٍ، عَنْ أَبِي سَلَّامٍ، قَالَ: قَالَ حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ: " قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا كُنَّا بِشَرٍّ فَجَاءَ اللَّهُ بِخَيْرٍ فَنَحْنُ فِيهِ، فَهَلْ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ؟، قَالَ: نَعَمْ، قُلْتُ: هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الشَّرِّ خَيْرٌ؟، قَالَ: نَعَمْ، قُلْتُ: فَهَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الْخَيْرِ شَرٌّ؟، قَالَ: نَعَمْ، قُلْتُ: كَيْفَ؟، قَالَ: يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي، وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ، قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟، قَالَ: تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ، وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ "
Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sahl bin ‘Askariy At-Tamiimiy : Telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Hassaan. Dan telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Abdirrahmaan Ad-Daarimiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Yahyaa bin Hassaan : Telah menceritakan kepada kami Mu’aawiyyah bin Sallaam : Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Sallaam, dari Abu Sallaam, ia berkata : Telah berkata Hudzaifah bin Al-Yamaan : Aku berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada dalam kejelekan, lalu Allah mendatangkan kebaikan, lalu kami berada di dalamnya. Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?”. Beliau menjawab : “Ya”. Aku berkata : “Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan ?”. Beliau menjawab : “Ya”. Aku berkata : “Apakah setelah kebaikan itu ada kejelekan ?”. Beliau menjawab : “Ya”. Aku berkata : “Bagaimana itu ?”. Beliau bersabda : “Akan ada sepeninggalku nanti para pemimpin yang tidak mengambil petunjukku, dan tidak mengambil sunnah dengan sunnahku. Akan muncul pula di tengah-tengah kalian orang-orang yang hatinya adalah hati syaithan dalam wujud manusia”. Aku (Hudzaifah) bertanya : “Apa yang harus aku lakukan jika aku mendapatkannya?”. Beliau menjawab : “(Hendaknya) kalian mendengar dan taat kepada amir, meskipun ia memukul punggungmu dan merampas hartamu, tetaplah mendengar dan taat” [Shahih Muslim no. 1847 (52)]
Ibnu Hibbaan rahimahullah berkata :
أَخْبَرَنَا الصُّوفِيُّ بِبَغْدَادَ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْهَيْثَمُ بْنُ خَارِجَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُدْرِكُ بْنُ سَعْدٍ الْفَزَارِيُّ أَبُو سَعِيدٍ، عَنْ حَيَّانَ أَبِي النَّضْرِ، سَمِعَ جُنَادَةَ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ، سَمِعَ عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا عُبَادَةَ ". قُلْتُ: لَبَّيْكَ، قَالَ: " اسْمَعْ وَأَطِعْ فِي عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ، وَمَكْرَهِكَ وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ، وَإِِنْ أَكَلُوا مَالَكَ وَضَرَبُوا ظَهْرَكَ، إِِلا أَنْ تَكُونَ مَعْصِيَةً لِلَّهِ بَوَاحًا "
Telah mengkhabarkan kepada kami Ash-Shuufiy di Baghdaad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Haitsam bin Khaarijah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Mudrik bin Sa’d Al-Fazaariy Abu Sa’d, dari Hayyaan Abun-Nadlr, ia mendengar Junaadah bin Abi Umayyah, ia mendengar ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai ‘Ubaadah”. Aku (‘Ubaadah) berkata : “Aku penuhi panggilanmu”. Beliau bersabda : “Mendengar dan taatlah dalam keadaan engkau susah, mudah, dan terpaksa. Meskipun ia berlaku sewenang-wenang terhadapmu. Dan meskipun mereka memakan/mengambil hartamu dan memukul punggungmu. (Tetap harus mendengar dan taat), kecuali jika nampak kemaksiatan kepada Allah yang nyata” [Shahih Ibni Hibbaan 10/428-429 no. 4566].
0 Respones to "Mencoba Bijak Menyikapi Pajak"
Posting Komentar