“Where does the time go? This is it, all we can do is...win!”, adalah sepenggal kalimat yang saya ambil dari narasi sebuah drama keluarga bergenre comedy yang berjudul “College Road Trip” yang ditayangkan semalam di salah satu stasiun TV swasta. Susunan kalimat tersebut sesungguhnya tidaklah seperti itu. Yang saya lakukan adalah mengambil beberapa potongan dialog (antar player) pada scene dan moment yang berbeda, kemudian saya susun kembali potongan kalimat yang terpisah tersebut menjadi sebuah kalimat baru seperti yang ditampilkan pada judul topik diatas. College Road Trip sendiri bercerita tentang seorang remaja bernama Melanie Porter, 17th yang akan segera menyelesaikan masa studinya di SMU. Kebiasaan remaja disana adalah saat menjelang kelulusan sekolah, mereka akan melakukan safari (road trip, red) ke beberapa perguruan tinggi favorit yang kelak akan mereka masuki. Kebetulan Melanie adalah anak yang pandai di sekolahnya sehingga salah satu gurunya merekomendasikan dirinya masuk ke Georgetown University. Namun ayahnya yang over-protective, Chief James Porter, seorang kepala kepolisian di salah satu district negara bagian USA memiliki rencana yang berbeda. Ia justru mengharapkan anaknya tersebut melanjutkan kuliah di Northwestern University yang lokasinya berdekatan dengan rumah tinggal mereka. Tujuannya adalah agar sang ayah bisa terus mengawasi dan melindungi putrinya sewaktu-waktu. Berbeda dengan suaminya, Michelle Porter sang istri bersikap lebih demokratis dengan membiarkan putrinya menentukan pilihan hidupnya sendiri. Ia menganggap bahwa Melanie sudah cukup dewasa dan mampu mengambil keputusan yang tepat untuk masa depannya.
Akhirnya Chief James Porter memutuskan cuti 3 hari dari kantornya agar bisa mengantar sendiri putrinya ke Georgetown University. Namun di dalam perjalanan ia mengajak Melanie berkunjung terlebih dahulu ke Northwestern University. Ia memang sengaja membuat scenario bersama teman-temannya agar Melanie terkesan dan tertarik masuk ke Northwestern dan membatalkan rencananya melanjutkan kuliah di Georgetown. Namun semua usaha yang dilakukan oleh Chief gagal. Tekad Melanie tetap bulat dan rencana awalnya pun tetap tidak berubah, yakni melanjutkan perjalanan ke Wasington DC, berkunjung ke universitas impiannya dan melakukan interview di Georgetown University. Singkat cerita, Melanie pun kecewa dengan sikap over-protective ayahnya yang masih menganggap dirinya terlalu kecil untuk membuat keputusannya sendiri. Hal ini tercermin dari perkataannya, “I already grown up dad. Please, let me make my own decision”. Setelah mendapatkan nasihat dari Ibunya, akhirnya Chief menyadari kesalahannya dan berkata, “Where does the time go?”, maksudnya ia tidak sadar bahwa waktu terus-menerus bergulir. Yang ia ingat adalah bahwa Melanie hanyalah seorang anak kecil periang yang masih perlu diawasi dan dilindungi terus-menerus seperti puluhan tahun yang lalu. Ia tidak sadar bahwa sekarang Melanie telah tumbuh dewasa menjadi seorang anak yang cerdas, rasional dan mampu berpikir jernih laiknya orang dewasa lainnya. Kemudian sampailah mereka ke universitas tepat pada waktunya. Ketika Melanie mendapatkan giliran untuk interview dengan Dean, ia ragu. Ayahnya berkata, “What’s wrong?” dan Melanie pun menjawab, “I am scare dad”. Kemudian ayahnya mengatakan, Jika ia ditanya dengan pertanyaan yang sama ‘Apakah ia takut?’ Ia akan menjawab, Ya ia merasa takut. Ia takut dan khawatir jika anaknya kuliah dan tinggal jauh darinya, yang artinya jauh pula dari pengawasan dan perlindungannya. Tapi kekhawatiran itu sudah tidak ada lagi. Mengapa? “Because I believe in you” kata Chief kepada Melanie. Melanie pun berkata kepada ayahnya, “What should I supposed to do dad?”. Chief berkata, “Be confident,…all you can do is win!”. Melanie pun akhirnya diterima di universitas favoritnya, Georgetown University bersama teman yang ia kenal pada saat safari di Northwestern University, Wendy Greenhut. Di saat-saat akhir menjelang tinggal di asrama, Melanie berkata kepada kedua orang tuanya, “This is it”. [Merujuk ke idioms.thefreedictionary.com, ‘This is it’ bermakna ‘This is the time’, red]
Apa yang bisa diambil?
Saya lebih suka mengartikan kalimat, “Where does the time go? This is it, all we can do is...win!” dengan filosofi lain yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari pesan narasi diatas. “Where does the time go?” adalah kalimat yang menyiratkan makna ‘bergulirnya waktu’, ‘berlalunya waktu’. Kita seringkali tidak menyadari bahwa waktu terus berjalan, siang malam terus berganti, musim berubah, umur kita terus bertambah, kondisi fisik kita semakin lemah, daya ingat kita semakin berkurang, dan sebagainya. Parahnya lagi, kita juga sering lupa atau pura-pura lupa, atau bahkan tidak tahu tujuan Allah Azza wa Jall menciptakan kita. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, “Apakah kita sudah memanfaatkan waktu yang terus bergulir tersebut sebaik-baiknya untuk tujuan; ‘mengapa Allah Azza wa Jall menciptakan kita di dunia’?”. Jadi hakikat pertanyaan ‘Where does the time go?’ adalah untuk mengingatkan dan menyadarkan kita akan kewajiban seorang hamba kepada Rabbnya Azza wa Jall.
‘This is it’ bermakna ‘This is the time’ atau terjemahan bebasnya adalah ‘Inilah saatnya’. Kalimat ini merupakan tindak lanjut/penegasan dari kalimat sebelumnya yang bermakna penyadaran, yakni; ‘dan inilah saatnya bagi kita untuk…’. ‘All we can do is...win!’ bermakna ‘memenangkan sesuatu’, membangkitkan jiwa-jiwa kita yang lalai dan malas menuju kemenangan. Yakni tekad untuk mengalahkan hawa nafsu, menyingkirkan kebathilan, mengerjakan perkara yang ma’ruf dan mencegah perkara yang munkar. Mengerahkan jiwa untuk hijrah kepada perbuatan-perbuatan yang bermanfaat, baik untuk dunianya maupun akhiratnya. Kembali saya kutip ucapan seorang ‘alim di zamannya, Al-Imam Al-Hafidz Abul Faraj Ibnul Jauzi rahimahullaahu sebagai penutup tulisan saya yang sederhana ini. Beliau berkata, ”Ketahuilah, sungguh engkau berada pada medan pertempuran, sedangkan waktu (itu) akan berlalu dengan cepat. Maka janganlah engkau kekal dalam kemalasan. Tidaklah sesuatu itu dapat terluput melainkan karena kemalasan, dan tidaklah seseorang dapat meraih apa yg dicapainya melainkan karena kesungguhan dan tekadnya yg bulat.” [Awa’iquth Thalab hal. 51-52]. Wallaahu a’lam…