Pelajaran Berharga Dari Wanita Bani Isra’il



Nasihat berharga selalu datang dari ad-dien yang mulia ini, dari Allah Tabaaraka wa Ta’ala dan rasul-Nya Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, dan tidak dari selain keduanya. “Addienun Naashihah (agama adalah nasihat)”, begitu kata beliau. Dan berikut ini adalah sebuah nasihat yang bisa menjadi bahan perenungan bagi kita semua (terlebih-lebih saya yang bodoh ini) dari kisah wanita Bani Israil. Mudah-mudahan bermanfaat.

Diriwayatkan dalam al-Muwaththa’ (karya al-Imam Malik bin Anas -raheemahullaahu-, red), dari al-Qasim ibn Muhammad, dia berkata bahwa istrinya meninggal dunia, lalu Muhammad ibn Ka’ab al-Qurazhi datang bertazkiyah kepadanya. Al-Qurazhi kemudian menuturkan:

Alkisah, di kalangan Bani Israil ada seorang laki-laki yang faqih, ahli ibadah, ‘alim, dan suka berjihad. Dia memiliki seorang istri yang sangat dia sukai. Ketika istrinya meninggal dunia, dia sangat berduka cita, menyendiri di suatu rumah dan menguncinya, serta tidak mengizinkan siapapun masuk menemuinya.

Kemudian seorang wanita Bani Israil mendengar tentang keadaannya, lalu dia mendatanginya lalu berkata, “Aku memiliki keperluan untuk meminta fatwa darinya, yang apabila dia tidak mengizinkanku masuk ke rumahnya maka aku tidak akan mengetahui jawabannya.”

Orang-orang pun mengantarkan wanita itu kepadanya. Setelah mengetuk pintu, mereka memberitahukan kepadanya (mengenai) keinginan wanita itu. Dia pun (akhirnya) mengijinkan wanita itu masuk. Wanita itu berkata, “Aku meminta fatwa kepadamu tentang suatu perkara.”

“Apakah itu?”, tanyanya.

Wanita itu berkata, “Aku meminjam perhiasan dari tetangga perempuanku. Aku lalu memakainya dan meminjamnya dalam waktu yang lama, kemudian tiba-tiba dia menyuruh seseorang datang kepadaku untuk memintanya, apakah aku harus mengembalikannya?”

“Ya, tentu saja”, jawabnya.

Wanita itu bertanya lagi, “Tapi demi Allah, perhiasan itu telah lama ada padaku?”

“Itu sudah menjadi haknya untuk engkau kembalikan”, jawabnya tegas.

Wanita itu berkata, “Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala merahmatimu, apakah engkau juga tidak mau mengembalikan apa yang telah Allah pinjamkan kepadamu (i.e istrinya), yang kini sudah Dia ambil darimu, dan Dia memang lebih berhak darimu?”

Laki-laki itupun tersadar akan kealfaannya selama ini. Allah Tabaaraka wa Ta’ala telah memberikan manfaat dari kata-kata wanita itu”. [Al-Muwaththa’ vol. 2, hal. 237]


Pelajaran yang bisa dipetik dari kisah diatas adalah:

[1]. Sudah seharusnya kita sebagai hamba yang dha’if, faqir lagi bodoh ini ikhlas dan bersabar dalam menghadapi ujian dan musibah dari Allah Ta’ala. Apa yang Dia ambil dari sisi makhluk adalah mutlak milik-Nya dan Dia berhak melakukan apapun yang dikehendaki-Nya. Dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Usamah ibn Zaid, dia bercerita:

Putri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama mengutus orang kepada beliau untuk menyampaikan pesan, “Salah seorang putraku sedang menghadapi kematian maka datanglah kepada kami.”

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama kemudian mengutus seseorang untuk menyampaikan salam dan pesannya, “Adalah milik Allah Ta’ala apapun yang Dia ambil, dan milik-Nya pula apa pun yang Dia beri. Segala sesuatu di sisi-Nya telah ditentukan ajalnya. Maka hendaklah ia bersabar dan mengharapkan pahalanya.”

Putri Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama itu kemudian mengutus orang lagi kepada beliau dengan membawa pesan, bahwa dia bersumpah agar beliau mau datang ke rumahnya. Akhirnya beliau berangkat bersama Sa’ad ibn Ubadah, Mu’adz ibn Jabal, Ubay ibn Ka’ab, Zaid ibn Tsabit dan beberapa orang lainnya.

Anak kecil yang sedang menghadapi kematiannya itu diangkat kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama dan didudukkan di pangkuannya. Melihat anak itu bergerak lunglai, beliaupun meneteskan air mata.

Wahai Rasulullah, apakah artinya tangisan ini?”, tanya Sa’ad.

Beliau menjawab, “Inilah kasih sayang yang Allah sisipkan ke dalam hati hamba-hambaNya yang Dia kehendaki dan Allah hanya menyayangi hamba-hambaNya yang penyayang.” [HR. Al-Bukhari No. 5655 dan Muslim No. 11 dalam al-Jana’iz]

[2]. Instrospeksi diri dan mengambil hikmah dari ujian/musibah tersebut.

Diriwayatkan dalam Jami’ At-Tirmidzi, dari seorang syaikh dari Bani Murrah, dia bercerita:

Setibaku di Kuffah, aku diberitahukan tentang Bilal ibn Abi Burdah, kemudian aku berkata (dalam hati), “Di dalam dirinya pasti terdapat sesuatu yang bisa dijadikan pelajaran.” Maka aku mendatanginya.

Ternyata dia sedang mengurung dirinya di rumah yang dulu terbangun indah, dan ternyata segala keadaannya telah berubah; tampak padanya seperti bekas siksaan dan pukulan dan dia seperti berada di tempat sampah.

Aku berkata kepadanya, “Segala puji bagi Allah. Wahai Bilal, aku dulu pernah melihatmu melintasi kami, sementara engkau memegang hidungmu tanpa ada debu yang menempel padamu, dan kini engkau dalam keadaan seperti ini. Bagaimana kesabaranmu sekarang?”

Dia bertanya, “Dari Bani apakah engkau?”

“Dari Bani Murrah ibn Ubbad”, jawabku.

Dia berkata, “Maukah engkau kuberi tahu tentang suatu perkataan, yang bisa jadi Allah Ta’ala memberimu manfaat darinya?”

“Katakanlah!”, tegasku.

Dia berkata, “Abu Burdah (ayahku) menceritakan kepadaku dari Abu Musa radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Seorang hamba tertimpa suatu musibah, atau yang lebih dari itu atau yang kurang dari itu, hanyalah akibat dari suatu dosa (yang telah ia perbuat). Dan dosa yang Allah ampuni adalah (sebuah karunia yang) lebih banyak (daripada musibah itu)”.

Kemudiaan Dia membacakan firman Allah Ta’ala, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (QS. Asy-Syura: 30) [HR. At-Tirmidzi No. 3252]

Wallaahu a’lam.


Kisah diatas di-copas dari ‘Uddatush Shaabirin, karya al-Imam Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah.

Gd. TTC Soetta 1st Floor No. 707, Bandung, West Java.

[Baca Selengkapnya...]


Rezeki Yang Terbaik



Apakah rezeki yang terbaik itu adalah yang banyak jumlahnya (kuantitasnya, red)?, ternyata bukan guys. Rezeki yang terbaik itu adalah yang seukuran dengan kecukupan hamba. Rezeki itu tidak kurang sehingga tidak membahayakan hamba tersebut dan tidak pula berlebih sehingga tidak membuatnya ghuluw (melampaui batas) dan terlalaikan (dari kewajibannya terhadap Allah Subhaanahu wa Ta’ala, red).

Al-Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, Ibnu Mahdi menceritakan kepada kami, Hammam menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Khalid al-Ashri, dari Abu Darda’ radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama beliau bersabda, “Setiap kali matahari terbit pastilah dua malaikat diutus (untuk berada) di kanan dan kirinya. Mereka berseru keras sehingga terdengar oleh seluruh penduduk bumi selain bangsa jin dan manusia, ‘Wahai manusia, marilah menuju Rabb kalian. Karena apa yang sedikit tetapi mencukupi jauh lebih baik daripada banyak tetapi melalaikan.” (HR. Ahmad vol. V hal. 197 dan Al-Bukhari No. 1442 yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu dengan ringkas)

Al-Imam Ahmad bin Hambal berkata, Waki’ menceritakan kepada kami, Usamah ibn Zaid menceritakan kepada kami dari Muhammad ibn Abdurrahman ibn Abi Labibah, dari Sa’ad ibn Malik radhiyallaahu ‘anhu yang berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Rezeki terbaik adalah yang mencukupi dan zikir terbaik adalah dengan suara pelan.” (HR. Ahmad vol. I, hal 172)

Penulis ‘Uddatus Shabirin mengatakan, “Renungkanlah penyatuan yang terdapat dalam hadits tersebut antara rezeki hati serta badan dan rezeki dunia serta akhirat, juga pernyataan bahwa rezeki terbaik adalah yang tidak melampaui batas. Dan cukuplah mengucapkan dzikir dengan suara pelan. Karena apabila dzikir itu diucapkan dengan suara yang terlampau keras maka dikhawatirkan pelakunya berbuat riya’ dan takabur.”

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama merasa iri dengan orang yang kekurangan harta namun beliau tidak pernah merasa iri dengan orang yang kaya (harta).

Al-Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, Waki’ menceritakan kepada kami, Ali ibn Shalih menceritakan kepada kami dari Abu Muhallab, dari ‘Ubaidillah ibn Zahr, dari Ali bin Yazid, dari Qasim, dari Abu Umamah radhiyallaahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Sungguh orang yang membuatku iri di antara waliku adalah orang mukmin yang ringan bebannya, rajin shalatnya, beribadah kepada Rabbnya Azza wa Jalla dengan sebaik-baiknya, tidak terkenal sehingga tidak ditunjuk orang, disegerakan kematiannya, sedikit warisannya, dan sedikit orang yang menangisinya.” (HR. At-Tirmidzi No. 2347 dan Ahmad vol. V, hal. 252. Al-Imam At-Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini hasan.”)

Penulis ‘Uddatus Shabirin mengatakan, “Penjagaan yang dilakukan Allah Subhaanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya dari dunia itu tidak lain merupakan anugerah kecintaan dan pemuliaan baginya (i.e hamba tersebut).”

Al-Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan, Abu Sa’id menceritakan kepada kami, Sulaiman Ibn Bilal menceritakan kepada kami dari Amir Ibn Abi ‘Amr, dari Ashim ibn Umar ibn Qatadah, dari Mahmud ibn Labid radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Allah Tabaaraka wa Ta’ala menjaga hamba-Nya yang beriman dari dunia. Dia mencintai hamba itu sebagaimana kalian menjaga orang-orang yang sakit di antara kalian dari makanan dan minuman yang kalian khawatirkan akan mereka konsumsi.” (HR. At-Tirmidzi No. 2036 dan Ahmad vol. V, hal. 328. Al-Imam At-Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini hasan.”)

Ada yang menganggap bahwa dunia (harta benda, anak-anak, dll) yang diberikan kepada seseorang itu merupakan bentuk kecintaan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadapnya, padahal tidaklah demikian. Al-Imam Ibn Al-Qayyim al-Jauziyyah mengatakan, “Jarang sekali ada anugerah berupa kelapangan harta bagi seseorang. Yang sering adalah kelapangan harta itu merupakan istidraj[1] dari Allah Ta’ala, bukan pemuliaan dan bentuk kecintaan bagi orang yang bersangkutan.”

Al-Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, Yahya ibn Ghailan menceritakan kepada kami, Rasyidin ibn Sa’ad menceritakan kepada kami dari Harmalah ibn Imran at-Tujaibi, dari ‘Uqbah ibn Muslim, dari ‘Uqbah ibn ‘Amr radhiyallaahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bahwa beliau bersabda, “Apabila engkau melihat Allah Ta’ala memberikan dunia kepada seseorang dan juga hal yang dia sukai padahal dia gemar bermaksiat maka itu adalah istidraj.” Kemudian Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama membacakan firman Allah Tabaaraka wa Ta’ala, “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan pintu-pintu kesenangan untuk mereka” (QS. Al-An’am: 44)

Karena kehinaan dunia di sisi Allah ta’ala itulah, Dia tidak memberikan dunia pada sebagian besar wali-wali dan para kekasih-Nya.

Al-Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, Abu Mua’awiyah menceritakan kepada kami, al-A’masy menceritakan kepada kami dari Salim ibn Abi Ja’d yang berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Di antara umatku benar-benar ada orang yang seandainya dia mendatangi rumah seseorang untuk meminta dinar kepadanya, niscaya orang itu tidak memberikannya. Seandainya ia meminta uang, niscaya orang itu tidak akan memberikannya. Namun seandainya ia meminta Surga kepada Allah Ta’ala, niscaya Allah memberikannya. Dan seandainya ia meminta dunia kepada Allah, niscaya Allah tidak memberikannya. Allah tidak memberikan dunia kepadanya karena kehinaan dunia itu di sisi-Nya.” (HR. At-Tirmidzi No. 3854, Ibnu Majah No. 4115 dan Ahmad vol. III hal. 145 dan vol. V hal. 408)

Penulis ‘Uddatush Shaabirin mengatakan, “Hal ini menunjukkan bahwa Allah Tabaaraka wa Ta’ala tidak memberikan dunia kepada hamba itu dan mencegahnya darinya karena kehinaan dunia itu di sisi-Nya, bukan karena kehinaan hamba itu di sisi-Nya. Karena itulah, Allah Ta’ala memberikan kepadanya sesuatu yang lebih baik dan lebih agung nilainya daripada dunia. Allah Ta’ala memberikan dunia bagi orang yang Dia cintai dan juga kepada orang yang tidak Dia cintai, namun Ia hanya memberikan akhirat kepada orang yang Ia cintai saja.


Diintisarikan seluruhnya dari ‘Uddatush Shaabirin wa Dzakiratus Syakirin, al-Imam ibn al-Qayyim al-Jauziyyah

Gd. TTC Soetta 1st Floor No.707, Bandung

____________________

[1]. Istidraj adalah pelimpahan harta atau kelapangan hidup kepada seseorang yang secara lahir tampak sebagai kenikmatan, namun pada hakikatnya adalah bencana yang mengakibatkan orang itu semakin banyak berbuat dosa dan semakin jauh dari Allah Tabaaraka wa Ta’ala.

[Baca Selengkapnya...]


Vacancy @PT. Ericsson Indonesia



Dapet info dari milis alumni, barangkali ada rekan, sahabat, tetangga, anak tetangga, saudara sebangsa dan setanah air yang berminat. Biasanya kalau sistem seleksinya begini, plottingnya untuk “permanent employee”. Monggo dipun proses piyambak nggih… J

Ericsson is offering you the opportunity to make a difference and contribute to our leading position. Join the world’s leading telecommunication company through our Ericsson Fast Forward program for high-caliber individuals.

Seize the opportunity to learn from the best and play a role in shaping tomorrow’s world.


Our Wanted Qualification:

Bachelor degree from Telecommunication Engineering/ Computer Engineering/ Computer Science/ Computer System/ Information System & Technology/ Informatics Engineering

Minimum GPA of 3.00 (scale of 4.00)

Maximum age of 23 years old by 31st Dec 2011

Experience in organization activities (leadership exposure is an advantage)

Holder of ICT certification (e.g. TCP/IP, Cisco, Database & Programming)

Fluent in English (both oral & written)

Good communication, interpersonal and presentation skills

Fast learner, result driven, perseverant, and adaptable to change

If you think you have all those qualifications above, send your Curriculum Vitae (CV), copy scan of Academic Transcript and color photograph to: http://bit.ly/eff2011_ericsson

Job No. : 00043191

Closing vacancy: Tuesday, 19 July 2011

Schedule of assessment and interview sessions at your Campus:

§ Univ. Binus, Jakarta (Binus Career) : 20 July 2011

§ UI, Depok (CDC FT-UI, R. 303 (EC-UI)) : 21 July 2011

§ IT TELKOM, Bandung (CDC IT TELKOM: Main Auditorium) : 25-26 July 2011

§ ITB, Bandung (Galeri Teknik Arsitektur) : 26-27 July 2011

We will only invite the selected candidate to the assessment and interview session at your respective campus.




[Baca Selengkapnya...]


Vacancy @PT. Bumi Resources Minerals, Tbk.



PT. Bumi Resources Minerals Tbk. ("BRM") is majority owned by PT Bumi Resources Tbk. ("BUMI"), incorporated in Indonesia and holds various mineral operating, development and exploration properties in Indonesia and in West Africa. BRM has a diverse portfolio of minerals and holds security of tenure for its exploration and development properties. These properties give exploration and mining rights to various minerals including copper, gold, lead, zinc, iron ore, phosphate and diamonds. Given the strong commodity demand in the medium to long term, BRM provides unique opportunities to be part of a diverse mineral company i.e.:

ORGANIZATIONAL DEVELOPMENT OFFICER

* Has a minimum Bachelor Degree in Psychology, or Management.

* At least 2 (two) years experience at the same position. Fresh graduates from Master Degree are welcome to apply.

* Experience in organizational development, performance, and change management.

* Excellent planning, analytical and organization skill.

* Proficient in English is preferable.

* Able to operate windows application

DOCUMENT CONTROL OFFICER

* At least Diploma Degree from reputable University

* Having an experience at least 1 year as a Document Controller

* Soft Skill required EDMS , Ms Office, preferably Documentum

* Capable in maintaining project documentation files consisting of technical data, engineering and supplier drawings, technical specifications, purchase orders and other project-required documents.

* Capable in updates and maintains project document control record keeping system

* Strong command of verbal and written English

Please submit your application letter together with your CV covering in details your past employment records, professional achievements and academic transcript, through: recruitment@brm.co.id

All application will be treated in strict confidentiality. Only short listed candidates will be processed

[Baca Selengkapnya...]


Beberapa Perumpamaan Dunia



Ada sekitar 22 perumpamaan yang dipaparkan oleh penulis kitab ‘Uddatush Shaabirin (Al-Imam Ibnul Qayyim) terkait dengan dunia. Pada kesempatan kali ini, peng-copypaste yang dha’iful iman lagi faqir ini akan mengutip 3 diantaranya saja. Mudah-mudahan bisa menjadi pelajaran yang berharga bagi pengutip dan juga bagi rekan bloggers sekalian. Wallaahu Ta’ala a’lamu.

Perumpamaan 1

Hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amr ibn Syu’aib dari bapaknya dari Sulaiman ibn Yassar dari maimunah, dia berkata, Rasulullah Shallaallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda kepada ‘Amr ibn Ash radhiyallaahu ‘anhu, “Dunia itu hijau dan manis. Orang yang disana bertakwa kepada Allah dan berbuat kebajikan. Jika tidak demikian, maka ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang. Jeda antara dua orang manusia yang berbeda ini adalah bagai jauhnya dua bintang, yang satu terbit di ufuk timur dan yang satu lagi terbenan di ufuk barat.”

Dalam hadits ini Nabi Shallaallaahu ‘alaihi wa sallama memperingatkan pada kehijauan dunia yang dapat mengelabui mata, dan dari manisnya dunia yang dapat menggugah hasrat dalam dada. Dengan hijau dan manis itulah, dunia berhias untuk para penghuninya agar dicintai. Apalagi mereka makhluk yang diciptakan disana dan hidup disana pula.

Seorang penyair berkata,

Kita adalah anak-anak dunia, dari sanalah kita tumbuh

Apa yang jadi asalmu pasti kucinta sungguh-sungguh

Manusia di dunia ini dibagi menjadi dua bagian:

Pertama, Orang yang berbuat baik lagi bertakwa. Ketakwaan dan perbuatan baik orang ini, mencegah pelakunya dari rakus dan bergelimang harta, dari mengambil (sesuatu) yang tidak halal, dan dari meletakkan dunia tidak pada tempatnya.

Kedua, Orang yang tidak bertakwa dan tidak melakukan kebaikan. Orang yang seperti ini, hasrat, kekuatan dan kemampuannya akan digunakan untuk mencari harta. Dia bagaikan orang yang makan, tapi tidak (pernah merasa) kenyang. Ini adalah perumpamaan yang sangat tepat. Karena tujuan makan adalah untuk menjaga kesehatan dan kekuatan. Dan itu akan terjadi jika (yang dimakan itu) sesuai dengan kadar kebutuhan. Bukannya makan yang menjadi tujuan. Maka siapa saja yang hasratnya melampaui kebutuhan maka ia tidak akan merasa kenyang.

Dari sinilah Al-Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Dunia itu, jika sedikit, ia bisa mencukupi, namun jika banyak, tidak akan mencukupi.” Dinyatakan pula bahwa jarak antara kedua orang yang bertakwa dan tidak bertakwa ini adalah bagai dua bintang; yang satu terbit dari ufuk timur dan satunya lagi terbenam dari ufuk barat. Diantara kedua ufuk itu terdapat batasan-batasan yang berbeda-beda.

Perumpamaan 2

Dunia diumpamakan bagai lautan yang harus dilintasi manusia dengan menggunakan kapal agar sampai ke daratan (sebuah) pulau, tempat tinggal dan tanah air mereka. Demikian ini tidak dapat ditempuh kecuali dengan kapal keselamatan. Maka Allah Subhaanahu wa Ta’ala mengutus para Nabi dan Rasul untuk mengajarkan pembuatan kapal itu dan mengendarainya. Yakni dengan mentaati Allah Subhaanahu wa Ta’ala, mentaati rasul-rasulNya, mengabdi hanya kepadaNya, ikhlas untuk mendapatkan ridhaNya, bersemangat demi (meraih) akhirat, menghendaki akhirat dan melangkah untuk akhirat dengan sekuat tenaga.

Sedangkan orang-orang yang ditunjuk Allah Subhaanahu wa Ta’ala (akan) melaksanakan tugas dengan menyetir dan mengendarai kapal mereka. Mereka benci perilaku menyelam, karena telah diketahui bahwa lautan itu tidak akan dapat diseberangi dengan (cara) menyelam atau berenang.

Sedangkan orang-orang yang jahil (bodoh), mereka tidak mau membuat kapal, tidak mempersiapkan alat-alatnya, maupun ikut naik ke atasnya. Mereka mengatakan, “Kami akan menyelam dan apabila tidak mampu, kami akan menempuhnya dengan berenang.” Mereka inilah para pemburu dunia. Mereka pun menyelam, dan ketika sudah tidak kuat lagi, mereka pun berenang. Hingga akhirnya mereka tenggelam. Walhasil, selamatlah para penumpang kapal (itu) sebagaimana para penumpang kapal nabi Nuh ‘Alaihissalam yang selamat bersama beliau. Sedangkan penghuni daratan pun tenggelam.

Jika kita renungkan perumpamaan ini dengan para penghuni dunia, maka akan kita dapatkan adanya kesesuaian dengan kehidupan nyata. Perumpamaan itu adalah kehidupan dunia dan akhirat, takdir dan perintah. Takdir diumpamakan dengan lautan, sedangkan perintah diumpamakan dengan kapal. Sehingga tidak ada yang selamat selain orang yang mau menumpangnya.

Perumpamaan 3

Dunia bagai seorang laki-laki yang menyalakan api yang besar. Sekelompok serangga dan belalang melihat api itu, kemudian mereka berebutan menuju kesana. Sedangkan serangga yang mengerti/memahami sifat api yang panas, ia memanfaatkan api itu sebagai penerangan dan sebagai media berjemur dengan panasnya dari kejauhan. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama benar-benar menunjukkan perumpamaan ini.

Dalam hadits beliau yang diriwayatkan oleh Malik ibn Isma’il dari Hafash ibn Humaid dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhu, dari Umar ibnul Khaththab radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bahwa beliau bersabda, “Sungguh, aku menahan kalian dengan sabuk kalian dari api neraka. Kalian menyerbu masuk ke dalamnya bagai sekelompok serangga dan belalang (yang) menyerbu ke dalam api dan nyaris saja aku lepaskan sabuk kalian.” [HR. Al-Bukhari No. 6483 dan Muslim No. 18 dalam Az-Zuhd]

Dalam redaksi lainnya disebutkan, “Perumpamaanku dan kalian adalah bagai seorang yang menyalakan api. Ketika api itu menerangi sekitarnya, maka datang segerombolan serangga dan belalang yang menyerbunya. Sedangkan aku menahan kalian agar tidak masuk ke dalam api neraka. Adapun kalian mengalahkanku dan memilih menyerbu masuk ke dalam api neraka.”

Perumpamaan ini sangat sesuai dengan kehidupan pemburu dunia yang bergelimang harta di sana. Sedangkan Rasulullullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama menyeru mereka kepada akhirat. Namun mereka tetap menyerbu dunia bagai serangga dan belalang (yang) menyerbu api.

--- Selesai kutipan---


Disarikan seluruhnya dari ‘Uddatush Shaabirin hal 378-382, karya Al-Imam Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyyah

Gd. TTC Soetta 1st floor No. 707, Bandung

[Baca Selengkapnya...]


Konversi Degrees Minutes Seconds (DMS) ke Decimal Degrees (DD)



Beberapa hari belakangan ini kami dipusingkan dengan mundurnya waktu penyelesaian dan penyerahan report survey outlet oleh pihak surveyor. Data survey sementara yang kami terima ternyata masih jauh dari ekspektasi kami. Beberapa alasan teknis yang menjadi kendala survey di lapangan seperti masalah cuaca, jauhnya jarak antar outlet dll masih bisa kami tolerir, namun selebihnya terkesan mengada-ada. Dari 30 ribu outlet yang tersebar di Jawa Barat, baru 50%-nya saja yang berhasil didata. Sementara diawal tender, mereka menyatakan sanggup mensurvey lebih dari 80% populasi outlet yang ada di wilayah Jawa Barat. Tidak hanya itu saja, ketika data attribut outlet tersebut kami konversikan ke dalam bentuk data spasial (di MapInfo Professional), ternyata hanya 5% saja yang termapping secara sempurna sesuai dengan alamatnya, sisanya menyebar tak beraturan di luar cluster (yang) seharusnya.


Dua hari yang lalu kami mengundang mereka untuk membahas kasus ini lebih lanjut, sekaligus membuat kesepakatan deadline penyerahan data outlet (yang valid) ke kami. Akhirnya semua pihak sepakat bahwa seluruh data survey outlet akan diserahkan (ke kami) maksimal tanggal 18 Juli 2011. Itu artinya, no more excuse to say, “It’s unfinished yet due to….”. Namun demikian, kami tidak mau berlepas diri dan berpangku tangan saja, i.e di satu sisi ‘memaksa’ mereka menyelesaikan tugasnya (sebelum deadline), namun di sisi lain kami tidak melakukan usaha apapun (do nothing) guna membantu mereka mencari akar masalah dan solusinya.

Setelah deadline disepakati, pihak surveyor bertanya, “Proyeksi apa yang bapak pakai di MapInfo?, UTM kah, Non-Earth kah atau..?”. Saya pun menjawab, “Wah punten pisan Pak, saya tidak tahu. Setahu saya, saya tidak mengubah settingan apapun di MapInfo. Artinya proyeksi yang saya pakai adalah proyeksi default. Hanya saja saya belum pernah mengecek secara langsung satuan apa yang terpakai saat itu.” Mereka menduga, ketidakakuratan mapping outlet (di MapInfo) terjadi karena tidak presisinya penyettingan koordinat pada perangkat GPS yang mereka gunakan atau (bisajadi pula karena) kesalahan pencatatan manual (by paper) koordinat latitude dan longitude-nya.


Rasa penasaran membuat kami mereschedule kembali pertemuan dengan team surveyor di hari berikutnya. Pada pertemuan tersebut, kami memberikan kesempatan kepada mereka untuk menunjukkan sampel outlet yang mereka survey di Map Source. Ternyata hasilnya lebih mendekati meskipun border kecamatannya tidak bisa ditampilkan. Selanjutnya kami meminta mereka menunjukkan satuan koordinatnya, dan ternyata yang tercatat adalah DMS (Degree, Minutes, Seconds). Nah disinilah letak permasalahannya selama ini. Perbedaan satuan koordinat (ternyata) menyebabkan posisi outlet tidak termapping secara benar di MapInfo. Sesederhana itu memang (harap dimaklumi karena kami baru belajar.. :P). Di MapInfo, default koordinat BTS (eksisting) yang kami punya adalah Decimal Degrees (DD), sedangkan satuan koordinat GPS yang diset oleh team surveyor adalah DMS. Terus apa solusinya?. Satuan koordinatnya harus diseragamkan, apakah itu dalam satuan DMS atau pun dalam DD. Karena default koordinat BTS eksisting kami dalam satuan DD, maka koordinat outletlah yang pada akhirnya harus menyesuaikan. “Tapi kan banyak mas?, ada 13.000 outlet lo. Kalau diganti secara manual, kami pesimis bisa merampungkannya sebelum tanggal 18 Juli 2011.” kata mereka.


Tenang, kami punya formulasinya. Perhatikan gambar berikut:




Tabel dengan header hitam diatas adalah data outlet dari team surveyor dimana format latitude dan longitude-nya masih dalam satuan DMS dan belum dikonversikan ke dalam satuan lain [contoh; latitude dan longitude untuk Hilmi Cell secara berturut-turut adalah (07* 07’ 18,1”) dan (107* 25’ 29,9”)]. Sedangkan tabel dengan header merah berisi data koordinat yang sudah dikonversikan ke DD [contoh; latitude dan longitude Hilmi Cell paska konversi ke DD (-7.121666667) dan (107.4247222)]. Bagaimana cara mengkonversikan koordinat dari satuan DMS ke DD?. Berikut teknisnya.


[1]. Aktifkan Macros Excel anda (caranya; klik office button [di pojok kiri atas MS Excel anda] > klik excel option [di pojok kiri bawah, di sebelah exit excel] > klik trust center > klik trust center settings > klik macro settings > centang option; enable all macros dan trust access to VBA)
[2]. Copy-paste syntax dibawah ini ke module VBA (caranya; tekan ALT+F11 kemudian klik menu insert > module)



Function DWI_NOVIYANTO(Degree_Deg As String) As Double

' Declare the variables to be double precision floating-point.
Dim degrees As Double
Dim minutes As Double
Dim seconds As Double

' Set degree to value before "*" of Argument Passed.
degrees = Val(Left(Degree_Deg, InStr(1, Degree_Deg, "*") - 1))

' Set minutes to the value between the "*" and the "'"
' of the text string for the variable Degree_Deg divided by
' 60. The Val function converts the text string to a number.
minutes = Val(Mid(Degree_Deg, InStr(1, Degree_Deg, "*") + 2, _
InStr(1, Degree_Deg, "'") - InStr(1, Degree_Deg, _
"*") - 2)) / 60

' Set seconds to the number to the right of "'" that is
' converted to a value and then divided by 3600.
seconds = Val(Mid(Degree_Deg, InStr(1, Degree_Deg, "'") + _
2, Len(Degree_Deg) - InStr(1, Degree_Deg, "'") - 2)) _
/ 3600

DWI_NOVIYANTO = degrees + minutes + seconds
End Function

[3]. Kembali ke sheet1 yang berisi data koordinat longitude dan latitude yang berformat DMS (sebagaimana gambar diatas). Silahkan ketik formulasi berikut pada cell M4 (header LAT yang berwarna merah);

=VALUE("-"&DWI_NOVIYANTO(CONCATENATE(IF(RIGHT($F4,1)<>"*",SUBSTITUTE($F4,RIGHT($F4,1),"*"),$F4)," ",IF(RIGHT($G4,1)<>"'",SUBSTITUTE($G4,RIGHT($G4,1),"'"),$G4)," ",IF(RIGHT($H4,1)<>"""",SUBSTITUTE($H4,RIGHT($H4,1),""""),$H4))))


Dan juga formulasi berikut pada cell N4 (header LONG yang berwarna merah);

=VALUE(DWI_NOVIYANTO(CONCATENATE(IF(RIGHT($I4,1)<>"*",SUBSTITUTE($I4,RIGHT($I4,1),"*"),$I4)," ",IF(RIGHT($J4,1)<>"'",SUBSTITUTE($J4,RIGHT($J4,1),"'"),$J4)," ",IF(RIGHT($K4,1)<>"""",SUBSTITUTE($K4,RIGHT($K4,1),""""),$K4))))


Penjelasan Singkat Formulasi

Karena kedua formulasi diatas serupa, maka saya ambil salah satunya saja sebagai contoh (i.e formulasi untuk cell M4 atau header LAT):
=CONCATENATE(IF(RIGHT($F4,1)<>"*",SUBSTITUTE($F4,RIGHT($F4,1),"*"),$F4)," ",IF(RIGHT($G4,1)<>"'",SUBSTITUTE($G4,RIGHT($G4,1),"'"),$G4)," ",IF(RIGHT($H4,1)<>"""",SUBSTITUTE($H4,RIGHT($H4,1),""""),$H4))


Berfungsi menggabungkan data latitude pada kolom F, G, H menjadi format 07* 07’ 18,1”. Perhatikan dua bulatan kuning pada gambar diatas. Itu adalah salah satu contoh kesalahan penulisan format LAT oleh team surveyor. Pada cell F6 tertulis 07', seharusnya ditulis 07* yang artinya 7 degrees. Begitu pula pada cell G8, disana tertulis 06*, seharusnya ditulis 06' yang artinya 6 minutes. Nah jika terjadi kesalahan sebagaimana contoh diatas, maka formulasi ini akan secara otomatis mengoreksi dan menampilkan format LAT yang seharusnya (baca: benar).

Selanjutnya, jika A = CONCATENATE(IF(RIGHT($F4,1)<>"*",SUBSTITUTE($F4,RIGHT($F4,1),"*"),$F4)," ",IF(RIGHT($G4,1)<>"'",SUBSTITUTE($G4,RIGHT($G4,1),"'"),$G4)," ",IF(RIGHT($H4,1)<>"""",SUBSTITUTE($H4,RIGHT($H4,1),""""),$H4))


Maka, =VALUE(DWI_NOVIYANTO(A)) akan mengubah format 07* 07’ 18,1” menjadi -7.121666667

Adapun formulasi yang mengkonversikan format DMS menjadi DD sendiri dilakukan oleh:

=DWI_NOVIYANTO(A) sedangkan =VALUE() berfungsi mengubah -7.121666667 yang sebelumnya berformat TEXT menjadi -7.121666667 yang berformat VALUE.


[4]. Silahkan copy formulasi tersebut ke record/data selanjutnya, maka seluruh data DMS akan terkonversi ke dalam format Decimal Degrees secara sempurna. Berikut adalah hasil mapping outlet pasca konversi (DMS ke DD) di MapInfo.





Itu saja yang bisa saya share, mudah-mudahan bermanfaat.
[Baca Selengkapnya...]


Do You Feel Sick? Be Patient



Ziyad ibn Ziyad radhiyallaahu ‘anhu, mantan budak Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhu yang sekaligus salah seorang shahabat Nabi Shallaahu ‘alaihi wa sallama bercerita:

Kami mengunjungi Nabi Shallaahu ‘alaihi wa sallama ketika beliau sedang demam. Maka kami berkata, “Ah, demi bapak dan ibu kami, wahai Rasulullah, alangkah tingginya demam yang engkau derita.”

Beliau lalu bersabda, “Kami, para nabi, ujian untuk kami dilipatgandakan.”

Kami berseru, “Subhanallah (Mahasuci Allah).”

“Apakah kalian heran jika ada nabi yang meninggal dunia dibunuh oleh kutu?”

Kami berseru, “Subhanallah.”

“Apakah kalian heran jika orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang sepadan dengan mereka, kemudian yang paling sepadan dengan mereka?”, Tanya beliau kembali.

Kami berseru, “Subhanallah.”

Beliau bertanya lagi, “Apakah kalian heran jika mereka merasa bahagia dengan ujian itu, sebagaimana kalian berbahagia ketika makmur?.” [HR. Al-Bukhari No. 5645]


Mengapa Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, para anbiya dan para shalihin begitu berbahagia tatkala mendapatkan ujian dan cobaan (tidak seperti kita yang hanya berbahagia tatkala makmur saja, red)?

Jawabannya ada pada sabda beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallama, “Sesungguhnya kami, para nabi, sakit kami diperparah agar menghapuskan dosa-dosa kami.” [HR. Al-Bukhari No. 5646 wa Muslim No. 44 dalam al-Birr].


al-Imam al-Hasan al-Bashri memberikan nasihat yang baik, “Demi Allah, sakit bukanlah sesuatu yang paling buruk dalam hari-hari seorang muslim, hari-hari (sakit) itu adalah hari-hari yang menerangi tahapan kehidupannya, hari-hari dia diingatkan akan kematiannya, dan hari-hari dihapuskan dosa-dosanya.

Hal ini senada dengan apa yang disabdakan oleh Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama tatkala beliau menggoyangkan sebuah pohon hingga berguguran daun-daun karenanya. Kemudian beliau bersabda, “Musibah dan sakit menggugurkan dosa-dosa umatku lebih cepat daripada goncanganku pada pohon ini.” [HR. Ahmad vol. 5, hal. 272 dan Abu Daud No. 3090]

Beliau juga bersabda, “Wahai saudaraku, bersabarlah!, wahai saudaraku, bersabarlah!, engkau keluar dari dosa-dosamu sebagaimana dulu engkau masuk ke dalamnya.”, Kemudian beliau bersabda, “Saat-saat sakit menghilangkan saat-saat dosa.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab. al-Hafidz Jalaludin as-Suyuthi berkata dalam al-Jami’ ash-Shaghir vol 4, hal. 80 bahwa hadits ini “shahih”]



Salah seorang ulama salafus shalih mengatakan, “Seandainya bukan karena musibah di dunia, niscaya kita akan datang ke akhirat dalam keadaan bangkrut (tidak membawa apa-apa, red).

Diriwayatkan dari Abu Mu’ammar al-Azdy, dia bercerita, “Apabila kami mendengar kata-kata Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu yang tidak kami sukai maka kami diam hingga dia menjelaskannya kepada kami. Pada suatu hari dia berkata kepada kami, “Tahukah kalian bahwa sakit itu tidak dicatat berpahala?”. Kata-katanya itu benar-benar menyakiti hati kami. Namun dia kemudian berkata, “Akan tetapi dengan penyakit yang diderita, dosa-dosapun diampuni.” Demikianlah dia menafsirkannya dan kami (pun) menyukai penafsirannya.” [HR. Ath-Thabrani dalam al-kabir dengan sanad “hasan”]

Sa’id ibn Wahab bercerita, “Kami bersama Salman al-Farisi radhiyallaahu ‘anhu menjenguk seorang laki-laki dari Bani Kindah, lalu Salman berkata, ‘Orang muslim diuji sehingga ujian itu menjadi penghapus dosa-dosanya yang telah lalu, sekaligus pertolongan bagi sisa umurnya. Sedangkan orang kafir ditimpakan musibah bagaikan unta, jika dilepaskan dia tidak tahu mengapa dilepaskan, dan jika diikat dia tidak tahu mengapa diikat.”

Finally kami tutup kutipan-kutipan diatas dengan doa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama tatkala menjenguk seorang laki-laki yang sakit, dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keselamatan yang disegerakan dan kesabaran atas ujianmu, serta keluar dari dunia ke rahmat-Mu.


Disarikan seluruhnya dari ‘Uddatush Shaabirin, karya al-Imam ibn Al-Qayyim al-Jauziyyah.

Gd. TTC Soetta 1st floor, No. 707 Bandung


[Baca Selengkapnya...]


 

Entri Populer

Recent Comments

Blog Statistic

Return to top of page Copyright © 2007 | Old Nakula